18 - Solusi

652 158 8
                                    

1 Juli 2020

"Mereka sudah menemukan solusinya?"

(Name) berkedip beberapa kali saat dokter konsulernya mengangguk singkat.

"Aku sedikit terkejut, namun menduga hal ini," sahut sang dokter, "untuk kasus yang pertama kali terjadi, mereka termasuk cepat untuk menemukan solusinya."

"Oh, dua bulan itu termasuk cepat?" tanya (Name), "aku pikir cepat itu memakan waktu satu sampai dua minggu."

"Sebenarnya, perlu waktu satu tahun untuk menemukannya, karena diperlukan penelitian, pengawasan serta uji coba, tapi kita berdua tahu satu tahun itu tidak termasuk cepat untuk kasus (Surname)-san," balas sang dokter mendengus geli.

(Name) yang mendengar itu terdiam sesaat—sebelum akhirnya dia sadar maksud dari ucapan itu dan melipat kedua tangannya dengan kesal.

"Hei, lelucon yang tidak pantas kau lontarkan pada pasienmu, dokter."

Sang dokter hanya tersenyum, sebelum akhirnya kembali fokus pada clip board yang dia pegang.

"Semua perawatan (Surname)-san selama di sini akan ditanggung oleh rumah sakit yang menangani (Surname)-san saat di Amerika, termasuk biaya perawatan yang akan (Surname)-san terima saat di Amerika nanti."

"Jadi aku harus pergi ke Amerika lagi?"

"Tepat sekali."

"Um, kapan?"

"Secepatnya," sang dokter tersenyum, "jika memungkinkan—hari ini."

"Kalau itu tidak mungkin!" balas (Name) langsung.

"Hm, bagaimana dengan besok? Karena aku perlu konfirmasi agar pihak di sana bisa memesankan tiket dan kamar di rumah sakit," jelas sang dokter.

"Kurasa besok bisa, aku punya waktu untuk bersiap," gumam (Name) berpikir.

"Baiklah—besok," balas sang dokter mencatatnya di clip board, "aku akan segera membuatkan surat izin keluar rumah sakit, agar kau bisa menyiapkan barang-barangmu untuk pergi."

Setelah itu sang dokter keluar dari ruang inap (Name), yang disusul oleh munculnya Sasara dan Naruhiko.

"Bagaimana?" tanya Sasara.

(Name) tersenyum, lalu mengangguk kecil.

"Aku akan ke Amerika besok, untuk menghilangkan penyakit ini ...," (Name) terhenti sejenak, "... untuk selamanya."

Suasana menjadi hening.

"Begitu ya?" ucap Sasara memecah keheningan setelah beberapa saat, "kau akan keluar rumah sakit kan? Akan kusiapkan mobil untuk pulang."

Setelah itu Sasara keluar dari ruangan, menyisakan Naruhiko dan (Name) berdua di ruangan.

"(Name)."

"Ya?" sahut (Name) tersenyum sambil sedikit memiringkan kepalanya.

"Kau tidak menyesalinya, kan?"

(Name) memandang Naruhiko yang serius memandangnya, sebelum akhirnya senyum kecil (Name) sedikit melebar.

"Jika kau khawatir dengan jeda ucapanku tadi, maka tenang saja—aku baik-baik saja," jelas (Name).

Naruhiko memandang lama (Name).

"Itu tidak menjawab pertanyaanku, (Name)," komentar Naruhiko menghela napas, "tapi akan kuabaikan untuk sekarang."

'Untuk sekarang?'

"Karena sekarang kau punya urusan yang lebih penting."

"Um, hari ini aku hanya pulang ke rumah?" balas (Name) bingung.

Naruhiko kembali menghela napas, lalu menggeleng pelan.

"Kau tidak berpikir hanya kami berdua yang berhak tahu informasi dari doktermu, kan?"

(Name) berkedip beberapa kali, tidak mengerti apa maksud ucapan Naruhiko—sampai terdengar suara pintu ruangannya terbuka.

"Oi (Name), Sasara bilang ada yang ingin kau sampaikan padaku."

Iris (Name) melebar saat melihat Samatoki memasuki ruangan. Naruhiko berdiri dari kursi yang dia duduki, kemudian berjalan menuju pintu keluar.

"Aku akan mengambil surat izin keluarmu, panggil saja jika perlu bantuan," ucap Naruhiko tersenyum, setelah itu keluar dari ruangan—menyisakan (Name) dan Samatoki berdua.

'Jadi ini maksudnya,' pikir (Name) menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Suasana menjadi hening, Samatoki yang sudah duduk di kursi yang Naruhiko duduki sebelumnya juga tidak berkata apa-apa—hanya memandang sekitar ruangan dengan tatapan datarnya.

'Aku tidak tahu harus bagaimana memberitahu Samatoki,' pikir (Name) mulai merasa canggung.

"Jadi, Sasara mengatakan hal yang sebenarnya atau dia hanya mengejaiku?" tanya Samatoki menyadarkan (Name) dari pikirannya.

"Oh—um," (Name) ragu sejenak sebelum akhirnya membuka mulutnya, "tadi dokter konsulerku baru saja memberitahu kalau solusi untuk kegagalan operasiku sudah ditemukan."

"Benarkah? Selamat. Jadi, kau akan ke Amerika? Kapan?"

(Name) mengangguk.

"Besok," jawab (Name) memainkan jarinya, "jadi hari ini aku mendapat izin keluar rumah sakit untuk mengemasi barangku selama di Amerika."

Suasana kembali menjadi hening. (Name) yang sedari tadi belum menoleh ke arah Samatoki, kembali merasa canggung.

"Um, apa kau senang?"

"Pertanyaan macam apa itu?"

(Name) menoleh ke arah Samatoki, mendapati sang laki-laki sedang menatapnya dengan aneh. Namun ekspresi anehnya berubah menjadi senyum kecil.

"Tentu saja aku senang, akhirnya kau sembuh dari penyakitmu, jadi kau bisa bernapas dengan bebas."

(Name) ikut tersenyum, dan hendak membalas ucapan Samatoki—

"Kau tidak menyesalinya, kan?"

—sampai pertanyaan Naruhiko terlintas di kepalanya. Senyum di wajah (Name) hilang, dan perempuan itu akhirnya hanya mengangguk kecil, balasan atas ucapan Samatoki.

'Kenapa tiba-tiba aku mengingat itu?'

Petunias » Aohitsugi Samatoki [DISCONTINUE]Where stories live. Discover now