14 - Terulang

935 187 6
                                    

18 Maret 2020

(Name) tersentak kaget, kemudian sadar bahwa dia berada di kamar rumah sakit, melihat betapa warna putih mendominasi dan bau obat yang kuat.

"Sudah sadar?"

(Name) menoleh ke sumber suara, namun pandangannya masih buram. Dia tidak yakin siapa pemilik suara tersebut, terlebih lagi penampilannya masih buram di mata (Name).

"Uhh," (Name) menggerang—tenggorokannya terasa panas, "air."

Sosok yang (Name) lihat itu langsung bertindak. Pertama dia menegakkan kasur (Name), kemudian mengambil segelas air.

"Kenapa aku bisa ada di rumah sakit?" gumam (Name) menerima gelas dari orang tersebut, "apa yang terjadi?"

(Name) meneguk air yang ada di dalam gelas tersebut. Perlahan pandangannya kembali normal.

"Kau tidak ingat?"

Gerakan (Name) membatu seketika.

Kini dia kenal siapa pemilik suara itu.

Iris (e/c) (Name) melirik ke sisi kanannya, dan benar dugaannya.

Samatoki.

"Kita sedang dinner, tapi tiba-tiba kau pingsan setelah batuk darah. Jadi aku membawamu ke rumah sakit terdekat."

Iris (Name) melebar, kemudian jantungnya mulai berdetak cepat. Perasaan panik dan takut mulai memenuhi dirinya.

'Bagaimana ini? Bagaimana ini bisa terjadi? Aku sudah melakukan operasi di Amerika, apa operasinya gagal?'

Napas (Name) mulai memburu, dan dia mulai merasa pusing.

"(Name)!"

(Name) tersentak kaget, perlahan dia menoleh ke sumber suara. Samatoki kini sedang memegang kedua pundaknya.

"Tenangkan dirimu," ucap Samatoki dengan serius.

Anehnya, (Name) langsung merasa tenang.

"... sudah berapa lama aku di sini?" tanya (Name) menyadari jendela kamarnya menampilkan langit biru yang cerah.

"Kau sudah pingsan semalaman," jawab Samatoki.

(Name) langsung menoleh ke arah Samatoki.

"Eh?"

"Seharusnya mereka sudah datang sekarang—"

"(Name)!"

Suara Samatoki terpotong oleh suara pintu ruang inap (Name) yang terbuka, menampilkan Sasara dan Naruhiko.

"Dan mereka datang," sahut Samatoki berdiri dari kursinya.

(Name) mengangguk kecil, dan berencana untuk mengucapkan terima kasih sampai Samatoki tiba-tiba meletakkan tangannya di atas kepala (Name) lalu mengelus rambut sang perempuan.

"Jaga kesehatanmu."

Perasaan itu kembali.

(Name) tidak asing dengan perasaan yang dia rasakan sekarang.

Perasaan hangat yang begitu nyaman di dada.

Debaran jantung yang tidak normal.

Serta pipinya yang menghangat.

Saat tangan Samatoki menjauh, diam-diam (Name) menggertakkan giginya, pandangannya sedikit memburam. Perasaan hangat tadi berubah menjadi perasaan sesak yang menyakitkan.

"(Name)?"

(Name) tersentak kaget saat suara Sasara memanggilnya. (Name) kembali panik, jantungnya semakin berpacu cepat, begitu juga napasnya yang mulai memburu dan terasa berat.

"Bagaimana ini!?" ucap (Name) dengan panik, "aku—"

"Tenangkan dirimu dulu, (Name)," sahut Naruhiko meletakkan tangannya di pundak (Name), "kau baru sadar setelah pingsan semalaman."

(Name) menggeleng, dia tidak bisa tenang. Tidak setelah apa yang terjadi, dan (Name) hanya bisa memegang kedua sisi kepalanya.

"Apa yang harus kulakukan? Semuanya terulang, semua kembali dari awal. Kelopak bunganya ... kelopak bunga Petunia biru itu kembali," gumam (Name) dengan gemetaran.

Kedua laki-laki itu mengerutkan alis mereka. (Name) mengangkat kepalanya, menatap mereka dengan panik.

"Hanahaki ... aku kembali menderita Hanahaki."

Kalimat itu sukses membuat raut wajah kedua laki-laki yang ada di depannya ini memucat dengan cepat.

Petunias » Aohitsugi Samatoki [DISCONTINUE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang