9 : Kineta - Kalah

2.3K 244 3
                                    

Kineta's PoV

Sherin. Nama yang belakangan ini selalu muncul di pikiranku sejak ia menyatakan perasaannya malam itu. Ternyata benar perkiraanku bahwa ia menyukaiku.

Tidak ada yang berubah. Kami tetap berteman seperti biasa. Baik aku maupun Sherin tidak ada yang membahas perihal ciuman itu. Cukup bagiku untuk mengetahui perasaannya terhadapku.

Aku tidak tau apakah selanjutnya kami bisa benar-benar murni berteman setelah mengetahui perasaan yang sesungguhnya? Contohnya seperti aku dan Anna, yang dulunya dekat seperti orang pacaran tapi sekarang Anna begitu menjaga jarak dariku, bahkan terlihat seperti membenciku.

Aku tidak ingin hubunganku dengan Sherin menjadi rusak seperti itu. Aku takut menyakiti hatinya. Penolakan yang kuberikan padanya pasti menyakiti hatinya. Sama seperti yang kurasakan saat Anna terus-terusan menolakku.

Di sisi lain, aku juga tidak mau perasaannya padaku terus tumbuh karena kedekatan kami. Tapi aku juga tidak mau jauh darinya.

Aduh! Aku galau harus bersikap bagaimana. Sherin sangat baik padaku dan aku tidak ingin kehilangannya.

"Kin, kamu kenapa?" Suara Sherin mengalihkanku dari pikiran yang rumit ini. Ia duduk di sebelahku setelah mengantarkan pesanan kopiku.

"Kenapa memang?"

"Ada yang kamu pikirin?"
See? Seperhatian itu dia padaku.

"Ngga," dustaku.

"Anna?"

"Bukan."
Memang bukan Anna yang kupikirkan, tapi kamu, Sher.

Hmm, mulai saat ini aku tidak bisa lagi bercerita tentang Anna. Mana mungkin aku menceritakan orang yang kusuka pada orang yang menyukaiku? Aku masih punya hati untuk tidak menyakitinya.

"Kin, aku mo ngomong sesuatu," ucapnya pelan.

"Soal apa?" tanyaku penasaran.

"Sorry ya sebelumnya kalo aku memutuskan hal ini. Tapi aku rasa..." Sherin menggantungkan kata-katanya. Ia menghela nafas berat dan dahinya berkerut, seperti akan memberitahukan sesuatu yang tidak menyenangkan. "Kita ga bisa berteman, Kin. Kita berdua tau itu." Dia berkata dengan suara pelan namun tegas.

Aku terdiam. Ada yang terluka saat ia berkata seperti itu. Hatiku.

"Kamu ga perlu merasa bersalah atau berusaha untuk tidak menyakitiku, Kin. Karena kamu memang ga salah. Do what you wanna do. Jangan pikirin perasaan aku." Sherin mengatakannya sambil tersenyum namun bukan senyum ceria yang biasa kulihat. Setelah berkata begitu, Sherin bangkit berdiri dan meninggalkanku.

Aku merasa ada yang salah. Dia mengetahui apa yang sedari tadi kupikirkan tanpa aku mengatakan padanya. Dia mengerti diriku. Dia juga tidak ingin membebaniku. Tapi dia mengorbankan perasaannya.

Sh*t! Mengapa jadi serba salah begini?

Ponselku berdering saat aku memperhatikan Sherin di balik mejanya.

"Halo. Selamat sore."
...
"Oke saya ambil sebentar lagi. Terima kasih."

Aku kembali melihat Sherin. Dia sedang meladeni customer yang bertanya padanya. Aku ingin pamit tapi tidak ingin mengganggunya. Tiba-tiba hubunganku dengan Sherin rasanya menjadi canggung.

Aku mengambil tas di kursi samping lalu berdiri dan melangkah menuju pintu tanpa sempat meminum kopi buatan Sherin. Sebelum membuka pintu untuk keluar, aku kembali menoleh pada Sherin. Dia masih mengobrol dengan customer.
Baiklah, aku pulang saja.

Aku mengendarai motorku menuju apartemen Anna setelah mengambil kue ulang tahun pesananku. Hari ini Anna berulang tahun. Kami belum bertemu lagi sejak terakhir ia marah padaku. Aku juga tidak berani muncul di hadapannya karena tidak ingin membuatnya semakin marah.

Sekarang aku akan minta maaf padanya di hari ulang tahunnya ini. Pada tahun-tahun yang lalu, aku selalu datang tepat tengah malam untuk memberinya kejutan, namun tidak di tahun ini. Cukup datang dan memberikan ucapan saja.

Setelah memarkirkan motor, aku masuk ke lobby dan masuk lift menuju unit dimana Anna tinggal. Berkali-kali kupencet bel namun masih tidak ada yang membukakan pintu. Mungkin Anna belum pulang. Aku kembali lagi ke lobby dan memutuskan menunggunya di situ.

Setelah satu jam menunggu, aku masih belum melihat kedatangan Anna. Hm, bisa jadi dia sedang merayakan ulang tahunnya dengan teman-teman di kantor. Jika benar begitu, sepertinya akan lama. Mungkin sebaiknya kutitipkan saja di resepsionis.

Aku kembali berjalan ke parkiran setelah menitipkan kue ulang tahun. Saat baru duduk di motor, mataku melihat sebuah mobil sedan putih yang kukenali berada tidak jauh dari tempatku. Mobil Citra.

Jarak yang tidak terlalu jauh antara posisiku dengan mobil Citra membuatku dapat melihat kedua orang yang berada di dalamnya. Citra dan Anna. Kulihat mereka mengobrol. Lalu terlihat Citra memeluk serta mencium kening Anna.

Dahiku berkerut heran melihat kedekatan mereka. Sejak kapan mereka menjadi sedekat itu?
Sepertinya Anna lebih dekat pada Citra dibandingkan denganku.

Oh ya, tentu saja. Anna kan membenciku. Ia merasa aku adalah pengganggu dalam hidupnya.

Jika diingat-ingat, saat aku berkunjung ke kantor, seringkali aku memergoki Anna yang sedang memperhatikan Citra. Terkadang ia mencari keberadaan Citra jika Citra sedang tidak di ruangan. Mereka juga sering pergi berdua.

Aku tidak tau status hubungan keduanya selain hanya teman kantor. Tapi yang kulihat dari sikap Anna, sepertinya Citra memiliki arti lebih dari seorang teman baginya.

Jika begitu, apakah aku kalah? Apakah aku harus menyerah?

To be continue

Published : 13 Januari 2020

Mengejar HadirmuWhere stories live. Discover now