Part 43: Where The Power Rises

33 13 2
                                    

"BRYANNNNNN!!!!!!!!!" teriak Mark sekali lagi.

"Jadi kau yang membunuhnya ya, KAN?! AKU MENDENGAR NAMA BRYAN DI SINI!!!" suara itu dengan penekanan di akhirnya membuat Mark, Hasegawa, dan yang lainnya beralih pada seorang perempuan yang muncul tiba-tiba lalu menyerang Mark dari belakang. Bukan dengan senjata api, tapi dengan sebuah pisau yang digantikan dengan tangan besi kanannya. Mukanya yang merah bangkit karena amarahnya.

Dan itu membuat Mark kesakitan karena punggungnya yang tertusuk.

"KAU PASTI ANAK BUAHNYA, KAN?!" teriak perempuan itu lagi.

"Kau pasti penerus mafia yang terlihat seperti Emilia, kan?!" penglihatan topeng Mark itu rabun, dengan cepat Mark langsung berbalik lalu memukul dan menepis pisau yang cukup panjang itu dengan snipernya. Pertarungan kini terlihat seperti adu pedang.

Bunyi nyaring gesekan dari logam itu terdengar sangat jelas.

"JANGAN GANGGU MEREKA!" teriak Hasegawa pada anak buahnya yang ada di sekitar agar tak ikut mencampuri perkelahian antara Mark dan perempuan itu. "Ini akan menjadi sangat seru"

Entah kenapa perempuan itu sungguh cepat dan sangat kuat menyerang Mark hingga kewalahan. Tapi, yang lainnya termasuk Hasegawa dan Kouta hanya menyaksikan, begitu juga dengan Bryan yang kepalanya diinjak dan terguling tak berdaya, bahkan mukanya dipaksa menghadap ke arah pertarungan antar Mark dan perempuan itu.

Bryan yang masih luka-luka, babak belur, dan sekarat itu masih berjuang sampai detak jantung terakhir, dia melihat sebuah granat di samping pinggul Hasegawa. Diam-diam dia mencoba memegang dan menarik tuas granat itu dari belakang, tapi gagal, matanya selalu menoleh ke atas untuk memastikan Hasegawa melihatnya atau tidak. Dan dia tak akan berhenti melakukannya hingga berhasil.

Sembari beradu senjata dan baku hantam, Mark dan perempuan itu juga saling membentak dan mengejek. Hal itu juga mengundang beberapa warga sekitar yang diam dan mengintip.

...

Sementara itu, Shane yang sehabis dari toilet itu pergi mencari yang lainnya, dia masih berkeliling dan ketakutan karena dia ditinggal sendirian. Tak lama tuk berpikir, dia langsung membuka hpnya. Notifikasi sudah berderet di layar hp.

Kami sedang kembali ke markas Mark. Sesuatu terjadi ketika kau meninggalkan kami begitu saja. Mark nekad ikut dengan lelaki bertubuh besar tadi, padahal Emilia ingin menyerahkan dirinya. Setelah Mark, Bryan, lelaki besar tadi, ditambah dengan seseorang yang menghadang kami, Emilia gak diam dan menyusul mereka.

Kami sedang berpencar lalu akan bertemu kembali di lapangan besar markas Mark. Susul kami dan bantu kami juga untuk menyelamatkan Bryan dan Mark.

-Jodi

Shane sempat kaget membaca pesan itu, ketika melihat ke arah markasnya Mark, asap terlihat lebih tebal banding arah lain. Mukanya yang panik tak karuan itu ditambah dengan tubuhnya bergetar menandakan ketakukannya muncul.

Ia sangat menyesal karena tertidur di toilet tadi. Dengan berani dia melangkahkan kakinya dengan sangat cepat menuju ke markas Mark.

...

"Takkan kubiarkan kau hidup" tegas perempuan itu sambil mengarahkan pisaunya ke dada Mark. Tapi itu gagal,

"Kau yang takkan kubiarkan hidup, parasit!" Mark langsung menepis kuat pisau itu dengan kuat hingga pisau itu patah dan ujungnya terpental jauh. Perempuan itu hanya diam karena serangan Mark barusan. Parahnya Mark mengacungkan snipernya di depan dada perempuan itu hingga perempuan itu mundur selangkah demi selangkah. "BERLUTUTLAH! BERLUTUT!"

"KAU KIRA AKU SIAPA?!"

"KAU.. PENERUS.... GANG.. AHH! CEPATLAH BERLUTUT!" pekik Mark geram.

"Jika aku tidak mau?" protes perempuan itu lancang.

"Akan kubunuh kau!" jawab Mark masih dengan nafasnya yang cepat itu.

"Aku ingin mengambil dua orang yang kalian ambil"

"Untuk apa?"

"BANYAK TANYA! Lagian.. kenapa kau meneriakki nama Bryan tadi?" tanya perempuan itu lagi, dengan nada kesalnya.

"Kenapa kau bertanya hal itu? Kau siapanya? Sahabat? Teman? Atau pacarnya. Ups! Dia sudah mempunya pac-" belumlah selesai ngomong, perempuan itu memukul-mukul bahu kanannya, membuat Mark heran. Bunyi nyaring besi yang dipukul-pukul itu membuat Hasegawa sedikit marah dan menyipitkan matanya.

"Kau mau apa?"

"Jika aku lepaskan dan berikan tangan kanan ini pada kalian, mungkin aku bisa mendapatkan Bryan dan Mark dan segera menghentikan perang ini" ujarnya.

"Apa yang kau bicarakan???" tanya Mark dengan banyak tanda tanya di pikirannya itu.

Tiba-tiba penyerbuan terjadi dari arah barat lalu menyebar dan mengepung Hasegawa, Mark, dan yang lainnya. Hal itu membuat Hasegawa terkepung. Para militer tinkat elit telah membrantas semua prajurit Hasegawa kecuali Kouta yang tengah berdiri dan melindungi Hasegawa dengan katananya. Tapi Mark dan perempuan itu masih tetap bertarung tiada hentinya sampai ada yang kalah atau menyerah.

"MARK!" teriak Kian yang berada paling depan dari militer lainnya. "JATUHKAN SENJATA KALIAN!"

"Cih!" Hasegawa mendecakkan lidahnya karena kesal. "Jika kalian membunuhku, aku siap meledakkan tempat ini. Karena aku menanam beberapa dinamit" mendengar itu semua yang mengepung itu lansung panik dan melihat ke sekitar. Sementara itu, Hasegawa diam-diam mengambil granatnya yang ada di pinggulnya. Shock! Wajar, karena tangan Bryan sudah melepas tuas granat itu.

"KAU...?!!! Kau mau mati?" ucap Hasegawa geram, tontonan gratis dan menghiburkan itu hening seketika, semuanya beralih pada Bryan.

"Bukan aku saja, tapi kita berdua" balas Bryan dengan senyum sumringahnya.

Karena gagal dan tak bisa, perempuan itu berhenti karena tangan kirinya yang normal dialiri dan dipenuhi darah merah segar. "Kalau begini, aku harus membunuhmu" ancamnya lalu mendekati Mark, penampilannya yang seram dengan muka yang sebagian tertutup oleh rambut pirangnya membuat Mark mundur perlahan-lahan lalu tiba-tiba tersandung batu dan jatuh ke belakang, snipernya masih diacungkan ke arah perempuan itu, tak segan-segan dia menembaknya.

DOR!

Tring...

Dengan mudahnya dia menepips menggunakan kerangka besi tangan kanannya.

"Kau harus mati!" ketus Mark sekali lagi menarik pelatuk ke arah perut perempuan itu, tapi tak membuat perempuan itu goyah sama sekali. Malah tetap menatap seram.

"Kau YANG HARUSNYA MATI!" teriak perempuan itu lalu membuat ancang-ancang memukul menggunakan keranka besi tangan kanannya dan menyimpan energi kuatnya yang tak lama lagi akan dikeluarkannya dan mendaratkannya pada kepala Mark. Tepatnya pada muka Mark yang penuh tertutup topeng.

"JANGAN BUNUH DIA EMILIA! DIA MARK! SAHABAT KITA!!!" teriak Bryan dengan suara seraknya dan posisi kepalanya masih diinjak.

Tapi apa yang dikatakan Bryan itu terlambat.

Trak...

Topeng yang dikenakan Mark itu hancur ditambah lagi dengan pukulan yang mendarat kuat di dahi Mark hingga berdarah, dan dia benar-benar melihat sosok yang sangat tak asing di matanya, perempuan itu adalah Emilia. Mereka saling bertatapan kaget.

"SEMUANYA LARI! JIKA TIDAK KITA AKAN MATI KA

RENA LEDAKAN!" teriak salah satu seorang.

"KALIAN TERLAMBAT! Kouta! Bawa Bryan!" Hasegawa langsun melempar Bryan ke Kouta. Sementara itu dia melempar granat ke arah Mark dan perempuan itu.

SUMMER RAIN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang