12. Sebuah Pertanyaan

51.3K 5.1K 158
                                    

Apa yang sudah terjadi, mungkin terasa berat bagimu. Tapi sekali lagi, kita memang merencanakan, namun tetap Allah yang menentukan.

🌿

"Hanum gak papa."

Sekali lagi, Ashwa berusaha untuk menenangkan Alan. Semua orang memang merasa cemas. Namun yang paling nampak adalah Alan. Dia memang tipikal orang yang tidak pandai menyembunyikan rasa cemasnya. Istrinya bersin saja dia langsung bersikeras untuk segera pergi ke rumah sakit supaya Ashwa diperiksa. Ya, memang seperti itulah Alan.

Kali ini pun, Hanum dilarikan ke rumah sakit. Usai diperiksa oleh dokter, kini mereka hanya tinggal menunggu Hanum sadar.

Dan benar perkiraan Abi, kalau Hanum terlalu memaksakan diri untuk mengingat masa lalunya. Itu artinya, Hanum sudah menyadari kalau ada ingatannya yang hilang. Apakah ini karena kehadiran dirinya di sisi Hanum? Untuk saat ini, Abi hanya bisa menebak-nebak, sembari berharap, kalau Hanum bisa mengingatnya.

Abi sedang tertunduk di kursi yang bersandar pada dinding rumah sakit. Ia tentu sangat mengkhawatirkan keadaan Hanum. Namun belum bisa melihatnya karena di dalam sudah cukup banyak orang yang menunggunya sadar.

Suara pintu yang terbuka membuat Abi menoleh dan lekas berdiri. Alan menghampirinya, lalu duduk pada kursi di sebelahnya.

"Duduk aja, Dan!" katanya, yang malah terdengar seperti perintah. Abi pun ikut duduk di sebelah Alan, satu-satunya orang yang masih memanggilnya Dan saat mereka hanya berdua atau saat tidak ada Hanum.

"Makasih yah, udah cepet-cepet bawa Hanum ke sini."

"Abi gak perlu makasih. Ini juga terjadi karena saya."

Alan menyela dengan cepat. "Berhenti nyalahin diri kamu sendiri!"

Abi diam tertunduk, mau bagaimana pun, ia tetap merasa kalau semua ini adalah salahnya. Hingga akhirnya ia merasakan tepukan tangan Alan di punggungnya. "Ini pasti berat buat kamu. Kita memang punya rencana, tapi tetap Allah yang menentukan."

Abi tersenyum tipis mendengar itu.

"Jangan menyerah sama Hanum!"

"Gak akan."

Kali ini, Alan yang tersenyum. Entah kenapa, melihat usaha anak muda di sebelahnya ini, mengingatkannya pada diri sendiri saat berusaha untuk mendapatkan Ashwa. Ya, perjuangan sekali dan bisa dibilang sangat nekat.

"Kita percepat aja."

"Hm?" Abi menoleh, bukan karena tak mendengar, namun karena terkejut tak percaya.

Alan berdiri. "Lebih enak diobrolin sambil minum kopi," ujarnya. Abi pun ikut berdiri dan berjalan bersisihan bersama Alan.

"Gimana sama Hanum?"

"Kita bicarain nanti, sabar!"

Padahal tadi Alan yang bilang dipercepat. Tapi sekarang seakan-akan Abi yang tidak sabaran. Namun tak apa, Abi tentu sudah terbiasa dengan sifat calon mertuanya ini yang memang sedikit ... yaaa begitulah.

***

"Abi dimana, Umi?"

Sudah sejak sepuluh menit yang lalu Hanum terbangun. Dokter juga sudah memeriksanya. Namun yang Hanum temui di ruangan itu hanyalah uminya dan Hafizh.

"Kayaknya lagi sama Abi."

Mendengar nama itu, membuat Hanum teringat akan sesuatu. Hanum mencoba untuk duduk, Hafizh pun lekas membantunya dan Ashwa membenahi posisi bantal agar Hanum bisa bersandar dengan nyaman.

Cinta Untuk Hanum [SELESAI]Where stories live. Discover now