Chapter 1

295K 10.5K 219
                                    

'Dear Mas Arya,

Happy birthday, semua yang terbaik aku doakan menyertai Mas Arya. I Love U.

Ini adalah kartu ucapan yang ke-19 yang aku kirimkan ke Mas Arya...ini akan menjadi kartu ucapan ulang tahun terakhir yang aku kirimkan. Bulan depan aku akan berusia 29 tahun...sudah saatnya aku melepaskan impian indah masa kecilku.

Good bye, my dream.
Irin'

Aerin menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Ada rasa sesak, sedih dan harapan terindah yang secara terpaksa  harus ia lepaskan. Akhirnya ia harus menyerah kalah, menepati janjinya.

Kartu berwarna biru dengan corak abstrak dimasukkannya ke dalam amplop berwarna senada. Aerin bangkit dari kursi kerjanya, mengambil kunci mobil dan keluar dari ruangan.

"Aku keluar sekitar 2 jam. Kalau ada yang urgent, call aja."

"Sip, mbak."

***

Perjalanan menuju rumah Arya yang biasanya sekitar 30 menit, hari ini terasa jauh sekali. Jauh...seperti impiannya yang pelan-pelan menjauh.

Setiap tahun sejak ia berumur 10 tahun, ia selalu mengirimkan kartu ucapan ulang tahun dengan harapan suatu saat nanti ia akan mendapat sebuah kabar. Hari ini tepat 19 tahun kemudian...ia tidak mendapat kabar apapun. Harapan optimisnya benar-benar berada di titik nol. Banyak sekali yang terjadi dalam 19 tahun menunggu tapi ia tetap bertahan akan impian masa kecilnya, akan cinta pertamanya.

Aerin memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah mewah yang saat ia kecil...ia bebas masuk sesuka hatinya, kediaman keluarga Arya. Tahun-tahun yang lalu, ia selalu menggunakan kurir untuk mengantarkan kartu, tapi karena ini adalah kartu yang terakhir ia kirimkan kepada Arya, ia ingin mengantarnya sendiri.

Tak ada Pak Satpam yang seharusnya berjaga di pos dekat gerbang pagar, tapi ada beberapa orang yang terlihat sibuk di halaman depan, sedang bersih-bersih dan menata taman.

Aerin turun dari Range Rovernya dan berdiri mematung di depan pintu pagar. Salah seorang dari mereka melihat kehadirannya dan berjalan menuju pintu pagar.

"Maaf, cari siapa non?" Tanya sosok pria setengah baya itu, sambil menyeka keringat di keningnya. Aerin tersenyum.

"Aku mau nitip ini buat Pak Satpam." Aerin mengulurkan amplop biru. Pria itu mengambilnya sambil membaca sekilas ada nama Arya yang tertulis disana.

"Oh iya. Ntar saya sampaikan."

"Makasih." Aerin bermaksud hendak berlalu, tapi sebuah pertanyaan muncul di benaknya.

"Apa keluarga Pak Ferdinand akan kembali?" Tanyanya dengan ragu. Pria itu mengangguk.

"Saya dengar nih,  Bapak dan keluarganya akan balik kesini karena putra mereka akan menikah. Maaf, non siapa ya?"

Wajah didepannya tiba-tiba berubah pucat. Aerin terdiam sambil mencerna pelan apa yang baru saja diucapkan pria itu barusan. Keluarga Om Ferdinand akan kembali kesini karena putra mereka akan menikah. Putra mereka? Apa Om Ferdinand punya putra lain selain Arya? Keringat dingin membasahi telapak tangan Aerin begitu menyadari kemungkinan bahwa putra yang dimaksud adalah Arya.

"Aku tetangga lama. Makasih." Aerin melangkah cepat menuju mobilnya.

Aerin tidak bisa membendung air matanya saat ia masuk ke mobil. Ia menangis tersedu-sedu, melepaskan semua rasa kecewanya.

Dalam 19 tahun penantian, sudah terlalu banyak air mata karena Arya. Ia mencintai Arya sejak ia mengenal arti suka seorang perempuan kepada seorang laki-laki, dan itu terjadi saat ia berumur 10 tahun. Rasa suka pada seorang anak laki-laki gendut, tetangga sebelah rumah yang selalu sebal dan marah-marah saat tahu ia membuntutinya.

AKU DI SINI MENUNGGUMUWhere stories live. Discover now