💕sudah tamat di karyakarsa.💕💕
Yuga duduk di dalam kamar setelah kepulangan ibu dan adiknya. Dia mememani sang istri yang tengah demam. Dalam hati merasa tak tega juga karena Tya sakit. Bahkan sampai saat ini ia juga belum bangun dengan demam yang masih tinggi. Tadi Yuga juga telah mengganti plester demam Tya.
Pria itu bangkit dari duduknya, kemudian berjalan mendekat dan kembali memegang kening Tya. Kedua alis Tya bertaut, bibir peach tipis manisnya sedikit terbuka, lalu memanggilnya 'Mas Bumi', mengigau. Yuga terdiam, terpaku beberapa saat, jemari yang tadinya menyentuh kening, merambat menuju bibir Tya. Yuga telan saliva, lalu gelengkan kepala untuk menyadarkan diri.
Pria itu kemudian memilih untuk berjalan keluar dan menghubungi Bumi. Tak lama sampai sang kakak ipar menerima panggilan darinya.
"Iya kenapa Mas Yuga?" Bumi memanggil dengan sebutan Mas, karena usia Yuga yang terpaut lebih tua darinya.
"Ah, Mas Bumi, maaf saya mau tanya. Tya demam, obatnya biasanya apa ya?" Ingat kalau tadi vhi bilang Tya memiliki alergi obat tertentu.
"Demam Mas? Dari kapan?"
"Semalam," jawab Yuga ragu.
"Biarin aja dulu Mas, biasanya dia kurang istirahat. Kalau masih satu atau dua malam jangan dikasih obat. Kecuali sampai 40 derajat demamnya. Dia suka bawa obat di tas, di kotak obat yang warna biru." Bumi memberitahu, karena biasanya sang adik memang selalu membawa obat itu di tas yang biasa ia bawa bepergian. Tentu itu juga atas sarannya. Tya itu pelupa.
"Ah oke, terima kasih Mas."
"Sama minta tolong nanti kalau dia bangun tidur dibuatin teh manis aja Mas. Soalnya biasanya dia kalau sakit, suka males makan. Nitip Tya ya mas."
"Baik Mas, terima kasih." Yuga kemudian mematikan panggilan.
Pria itu bergegas menuju dapur, untuk membuat teh manis. Dia berpikir kalau sebentar lagi sang istri pasti akan terbangun. Seperti apa yang dikatakan oleh Bumi tadi, kalau Tya lebih baik di buat teh manis. Siang tadi juga ia tak makan, jadi sudah pasti tubuhnya akan terasa lemas.
Setelah selesai membuat teh, dia kembali berjalan ke kamar. Tya sudah bangun dari tidurnya, Yuga kemudian menyalakan lampu. Dia bisa melihat pipi merah merona dari wajah wanita itu. Jujur saja hal itu membuat Tya menjadi semakin menggemaskan. Pipinya seperti buah tomat yang merah, di bagian kening dan dagu juga sama merahnya. Itu karena kulit Tya yang putih, menyebabkan rona memerah jelas sekali.
"Ini minum dulu." Yuga duduk di samping, lalu memberikan secangkir teh yang dia buat tadi.
Tya menerima itu, dia Lalu segera meneguk teh manis buatan Yuga. "Terima kasih."
"Tadi aku tanya kakak kamu, dan dia bilang kalau kamu sakit nggak boleh langsung minum obat."
Tya menganggukkan kepalanya. "Aku nggak boleh terlalu banyak konsumsi obat. Karena emang dibiasain kayak gitu sejak dulu. Sama ada beberapa alergi obat."
"Mau makan?" Yuga coba menawarkan.
Tya gelengkan kepala. "Aku enggak mau makan. Vhi uda-"
"Mau apa kalau gitu?" Yuga menyela, entah mengapa hal itu ia lakukan. Seperti ada perasaan aneh yang mengetuk hatinya saat Tya hendak bertanya tentang Vhi, kemudian menjadi sedikit kesal setelahnya.
"Aku nggak mau apa-apa. Terima kasih." Tya terdiam kemudian menikmati teh miliknya. Wanita itu kemudian berdiri. Ia beranjak ingin berjalan keluar dari kamar, sebelum akhirnya Yuga menggenggam tangan dan menghentikan langkahnya.
"Mau ke mana kamu?"
"Tadi Vhi bawain pastry kan, ya Mas? Aku mau makan itu. Aku paling suka roti pastry. Dari dulu itu favorit aku banget." Tya tersenyum senang sekali menceritakan kesukaannya terhadap pastry. Yuga kini tahu mengapa Vhi mati-matian menunda kepulangannya ke Indonesia dan lebih memilih mengikuti workshop pembuatan pastry di Australia. Pasti alasannya karena wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.
"Biar aku yang ambilin kamu di sini aja istirahat."
Tya melihat jam di dinding. "Aku juga mau ke ruang tengah, hari ini ada SpongeBob. Tadi pagi ada juga, tapi aku kan nggak bisa nonton."
"Aneh kamu."
"Hehehe." Tya terkekeh lalu nyengir.
Senyuman muncul begitu saja di bibir Yuga, bagaimana bisa menggemaskan sekali? Tya menggunakan pakaian tidur bergambar strawberry berwarna pink, kemudian dia mengikat rambutnya ke atas - kuncir kuda, lalu dengan wajah yang merah seperti ini? Ya Tuhan! Yuga jadi gemas!
"Kamu ini umur berapa sih? Kayak anak PAUD tau nggak?"
"Mana ada anak PAUD segede aku Mas?" Tya bertanya.
Yuga kemudian jalan mendekat, dan menggandeng tangan Tya. "Ayo aku temenin jalan ke depan, badan kamu tadi jalan agak oleng."
Tya anggukan kepala, dia tak memikirkan apapun saat berjalan dengan Yuga. Ia hanya berpikir kalau Yuga Tengah iba padanya yang sakit saat ini. Sampai di ruang tengah mereka berdua kemudian duduk di sofa. Tya segera menyalakan televisi dan mencari siaran kartun sore itu. Sejak tadi juga ia sudah meneguk teh manis yang dibuat oleh Yuga hingga habis. Yuga senang merwsa dihargai.
"Mas, kalau bikinin aku teh jangan secangkir kecil ini."
Yuga menoleh dengan heran. "Terus kalau aku bikinin teh buat kamu seberapa?"
"Gelas gede, yang suka ada di warung makan. Yang 250 ml. Atau yang setengah liter sekalian. Soalnya aku kalau sakit kayak gini nggak mau makan. Jadi aku cuma bisa makan biskuit dan juga teh manis."
Yuga anggukan kepalanya mengerti. "Ia, kalau gitu besok aku bikinin kamu teh manis hangat pakai gelas gede ya?"
"Maaf banget kalau aku jadi ngerepotin kamu kayak gini."
"Oke, ini sama sekali bukan masalah kok."
"Aku juga nggak butuh perhatian kamu sering-sering. Aku masih kekeh dengan pendapatku yang tadi. Kalau aku mau jaga jarak untuk jaga perasaan masing-masing juga."
Yuga sebenarnya setuju, tapi ada perasaan tak rela saat Tya mengatakan itu kepadanya. Ia benar-benar ikhlas melakukan ini. Yang dilakukan Yuga kali ini, bukan karena rasa bersalah, melainkan keinginan yang tulus muncul dari dalam hati.
"Kita bisa sahabatan kan? Bagaimanapun kita harus bangun chemistry di antara kita berdua. Paling nggak aku kenal kamu dan kamu kenal aku. Supaya kita nggak canggung nanti ke depannya." Adalah alasan yang ia buat, juga harus mengetahui perasaan yang sebenarnya. Mengapa ia jadi begitu perhatian dan ingin melindungi Tya?
Sementara itu mendengar apa yang dikatakan oleh pria di hadapannya, membuat Tya berpikir sejenak. Sebenarnya benar juga sih, apa yang dikatakan oleh Yuga barusan. Bahwa mereka butuh terlihat lebih dekat dan akrab, apalagi saat ini sudah menjadi sepasang suami istri.
"Aku cuman takut kebawa perasaan dan nanti aku yang sakit hati." Tya ulangi alasannya entah sudah berapa kali.
Yuga terdiam, apa yang dikatakan oleh Tya seolah menjadi apa yang dia pikirkan juga saat ini. "Aku yakin, kamu enggak akan sakit hati. Kita kan cuman bersikap seolah temen aja. Kamu aja bisa sama Vhi?"
Tya diam sejenak. apa yang dikatakan oleh Yuga ada benarnya juga karena selama ini ia bisa bertahan tanpa hubungan serius dengan Vhi.
Tya anggukan kepala. "Oke kalau Gitu."
Saat itu kemudian ponsel milik Yuga berdering. Pria itu mengambil ponsel yang sejak tadi diletakkan di dalam kantong celana, ia melihat nama pemanggil di layar ponsel, Disha. Anehnya, Yuga malah mematikan panggilan itu.
"Siapa Mas kok enggak diterima?" Tya bertanya.
"Bukan siapa-siapa," jawab Yuga.

YOU ARE READING
Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)
Romance💕tamat di Karyakarsa dan Innovel 💕 Fatya Sachikirani gadis bertubuh gemuk itu, tiba-tiba saja dilamar oleh Yuga Manendra, yang tak lain adalah kakak dari sahabatnya, Alvhi Manendra. "Hmm masih sakit?" tanya Yuga, tentu saja pertanyaan itu membua...