Nga

14.6K 1.1K 34
                                    

Tak terasa satu semester telah ia lewati. Segala macam praktikum seminggu 3 kali yang terdiri dari mata kuliah Geomorfologi, Geologi, dan Kartografi. Semua dilakoni Hira dan teman-temannya sampai juga pada puncaknya yaitu responsi dimana para mahasiswa mempertanggungjawabkan laporan praktikum yang telah di buat. Responsi biasanya berupa tes lisan dengan dosen maupun dengan asprak (asisten praktikum). Responsi bagi mahasiswa baru merupakan momok tersendiri karena biasanya akan blank bila gugup di dalam ruangan.

Setelah responsi, muncul UAS. UAS sendiri ini di laksanakan sekitaran seminggu, tergantung dosen pengampunya juga.

Akhirnya juga Hira bisa bernafas lega setelah melewati ujian akhirnya. Gadis itu pun akhirnya bisa mudik setelah satu semester ini tak bisa pulang. Namun sebelum pulang kembali ke Semarang, Hira terlebih dahulu menjemput sang abang yang berada di Magelang. Kebetulan juga Raksa dapat jatah cuti akhir tahun.

"Abang!" Hira mengagetkan Raksa yang celingukan di antara para orang tua yang menjemput anaknya. Hira menutupi wajahnya dengan buket bunga yang sengaja ia beli untuk Raksa.

"Nih buat Abang." Hira menyerahkan buket itu pada Raksa sambil tersenyum lebar.

"Tumben amat lu ngasih gue bunga? kesambet setan kampus?" bukannya berterimakasih, Raksa justru mencibir sang kembaran. Memang kalau mereka bertemu tidak pernah namanya akur. Ada saja hal yang di ributkan. Padahal jika jauh mereka juga saling merindukan.

"Ya ampun Bang. Nethink mulu bawaannya sih. Hira ikhlas Bang, Hira ngasih sebagai apresiasi atas pencapaian Abang. Selamat dan semoga sukses buat Abang yang lagi berjuang."

Raksa menatap sang kembaran intens, "tumben lu bijak dek? biasanya otak lo rada geser."

Hira lantas mencebik dan berdecak kesal, "kalau tahu gitu buketnya tadi Hira kasihin aja ke abang-abang taruna yang lewat."

Raksa terkekeh kecil melihat Hira yang dalam mode manja, "dih gitu aja baper." Cibir Raksa kembali.

Kemudian Raksa langsung merangkul sang adik, "Abang traktir makan deh habis ini. Udahan ya, jangan manja gini."

Hira melirik sang abang, "hilih, pasti cuma makan di geprek."

Raksa mengacak rambut sang kembaran gemas, "terserah kamu maunya apa, abang beliin deh."

"Beneran?" Raksa mengangguk, bukti laki-laki itu serius dengan ucapannya.

"Ayok kita cus ke kafe deket alun-alun Bang."

Raksa memutar bola matanya malas. Selalu saja Hira akan gercep jika masalah makan.

"Ayah sama mama gimana dek? nggak di tunggu?"

Bagaimanapun juga Kencana dan Damar belum sampai di Magelang. Hira tadi ke Magelang pun bareng dengan temannya yang hendak pulang ke rumah yang kebetulan rumahnya di daerah Secang, Magelang. Sedangkan mereka ini sedang menunggu kedua orang tua mereka menjemput.

"Nanti kabari Mama Bang kalau kita makan dulu. Hira laper lagi Bang. Ayooo." Hira langsung menyeret sang abang untuk pergi ke kafe yang di maksud.

"Lah terus naik apa dek?"

Hira berdecak, "pake ojol Abang. Kalau ada yang susah kenapa milih yang mudah sih." Ucap Hira yang sudah gemas dengan Raksa. Kadang Hira bingung, abangnya ini katanya cerdas tapi kadang hal sepele bisa lola alias loading lama.

"Heh kebalik." Ralat Raksa yang hanya dibalas kekehan Hira.


*****

"Anak gadis kok pagi-pagi malah dekem di kamar mulu. Nggak mau lari sama Abang?" Kencana yang heran karena anak bungsunya itu tak kunjung keluar setelah shalat subuh tadi, menghampiri Hira yang masih saja betah di dalam kamarnya.

Hira Where stories live. Discover now