02. Kak Lala

2.3K 239 27
                                    

Wajah Azizi sumringah melihat Nabila dalam tidur lelapnya. Meskipun dirinya takut pada mulanya, karena Nabila tidur dengan mata terbuka. Dia menggoyang-goyangkan tubuh Nabila dengan sangat hati-hati.

"Kak, ayo bangun. Subuh dulu," panggil Azizi dengan selembut mungkin.

"Gue lagi mens." Lala menyahut singkat, lalu memejamkan matanya.

Akhirnya Azizi bangkit dan membawa segayung air untuk membangunkan adik kecilnya, Yori. Dia mencipratkan air ke muka adiknya sampai Yori memicingkan matanya dengan sebal.

"Woy bangun cil! Suruh subuhan sama bapak tuh. Molor mulu. Makanya anak kecil jangan sok tidur kemaleman." Sungguh terbalik seratus delapan puluh derajat dengan Azizi ketika membangunkan Nabila. Bahkan dia mengakhiri 'alarm' untuk Yori dengan tendangan di kaki Yori. Adiknya bangun dengan sebal, lalu mengambil air wudhu.

Nabila semalam menginap di rumah Pak Fadli, alias kepala desa, sampai dirinya menemukan kost untuk ditinggali. Rencananya, nanti siang Nabila akan mencari kost sepulangnya dari puskesmas. Kini, keluarga Azizi sedang sarapan pagi. Menunya sederhana saja, nasi goreng tanpa telur, masakan ibu Azizi.

"Nabila, nanti ke puskesmas diantar Ajiji aja ya. Sekolahnya searah sama puskesmas," saran Ibu Azizi yang membuat Azizi tersenyum riang. Nabila hanya mengangguk sopan, disertai senyuman basa-basi sebagai tata krama.

Usai menuntaskan sepiring nasi goreng dan air putihnya, Nabila menunggu Azizi yang sedang mengeluarkan sepedanya. Sesekali Azizi menepuk-nepuk boncengan, supaya tidak berdebu dan mengotori Nabila.

"Ayo naik Kak Nabila."

"Panggil gue Lala aja deh. Ribet amat lo."

"Mana Azizi tahu kalau kakak dipanggilnya Lala."

"Ya ini dikasih tahu makanya!" Lala ngegas. Namun Azizi tetap sabar, sambil mengelus dada. Dia berasumsi, juteknya Lala efek pms.

Azizi mengayuh sepedanya dengan pelan. Bukan karena dirinya modus dan ingin berlama-lama bersama Lala. Alasan itu sudah pasti, namun ada alasan lain. Beban dibelakang lumayan berat, setidaknya bisa membuat Azizi yang biasanya bersepeda seperti angin kini melambat seolah kehabisan baterai.

"Lama amat lo, gue berat ya? Gue gendut ya?"

"Ng..nggak kok Kak Lala." Azizi berusaha menahan desau nafasnya yang berantakan, tak ingin Lala merasa bersalah.

Hingga sampailah pada bangunan kecil dengan plang 'pusat kesehatan masyarakat'. Azizi menepikan sepedanya dan menunggu Lala turun. Dia tersenyum melihat Lala pagi ini, masih tanpa disadari kenapa senyumnya semurah itu pada gadis yang baru dikenalnya kemarin sore. Tangan Lala terulur, membuat Azizi menghindar karena dikiranya Lala akan memukulnya. Namun ditahannya kepala Azizi, dia mengeluarkan sapu tangan dari sakunya lalu mengusap keringat di dahinya.

"Capek banget ya? Gue berat kan. Gue gendut ya Ji?"

Azizi tidak dapat mencerna apapun yang masuk telinganya. Dia menuli sesaat, fokusnya hanya pada wajah Lala yang sangat dekat dan tangan gadisnya itu di dahinya.

"Iya deh besok gue diet," lanjut Lala dengan kesal karena tidak mendapat respon Azizi.

"Eh, nggak kok. Kak Lala nggak gendut. Nggak usah diet-diet segala, Kak. Azizi aja yang tadi sarapannya dikit makanya lemas."

Lala mengakhiri usapan pada dahi Azizi dengan menyentil pelan. "Bohong aja lo. Oh iya, nanti temenin gue cari kost ya. Gue nggak ada kenalan disini."

Azizi yang sempat mengaduh karena sentilan di dahinya, buru-buru tersenyum mendengar kabar gembira itu. "SIAP KAK. NANTI AZIZI LANGSUNG JEMPUT KAK LALA YA." Serunya dengan semangat, membuat Lala menggeleng heran.

Anak Kemarin SoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang