36

84.7K 4K 999
                                    

"Lo mau gue tunggu apa gue jemput lagi nanti?" Agam dan Neira kini sudah ada di depan gerbang rumah Kiki.

"Gak usah kak, aku bisa sendiri," Neira berbicara dengan lembut.

Agam tersenyum melihat Neira, Neira pun mengangkat alisnya karena ia bingung kenapa Agam terus menerus tersenyum kepadanya. "Gue bahagia bisa ngobrol sama lo nei, gue rasa baru ini doang gue denger lo ngomong panjang lebar," Agam tersenyum dengan manis menampilkan lubangan pada pipinya. Neira hanya bisa menahan malu dengan menundukkan kepalanya.

"Gak usah malu kali!" Agam mengetahui Neira sedang menahan malu. "Gue seneng gue bahagia bisa ngobrol bareng lo, lain kali jangan diem aja, suara lo bagus," Agam berniat akan mengusap rambut Neira karena merasa gemas dengan Neira, namun ia tahan, ia tidak mau Neira merasa tidak nyaman bersamanya.

"Beneran gak mau gue anter pulang?" Ucap Agam. "Kerumah suami lo," Lanjutnya dengan nada sebal.

"Gak kak, aku bisa sama Kiki," Neira menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

Agam mengangguk dan berniat pergi, namun ditahan Neira. "Kak makasih dan maaf," Ucap Neira tulus.

"Gak apa apa, gue masih bisa jadi temen lo, kakak, atau apapun yang penting gue bisa deket sama lo. Saat lo butuh apa apa, gue siap kapan aja," Agam akhirnya tidak tahan dan mengusap kepala Neira. Neira hanya bisa diam. Setelah itu Agam langsung melenggang pergi dan Neira memasuki rumah Kiki.

•••

"Brengsek banget dia!" Kiki tersulut emosi setelah mendengar cerita Neira.

"Ki tenang, aku juga belum tau itu selingkuhannya atau bukan. Atau malah aku yang jadi selingkuhannya." Neira memegang tangan kiri Kiki.

"Ya pasti lah, dia udah bohong sama lo. Dan berarti yang waktu ke rumah sakit itu, dia boongkan? Sumpah ya gak bisa dipercaya omongannya, gue gak bisa diem," Kiki bangkit dari duduknya dan berniat pergi.

"Ki, tenang dulu!" Neira menahan tangan Kiki.

"Aku mohon ki, aku gak mau ini jadi masalah. Aku cerita ini semua, cuma mau bagi isi hati aku aja. Aku tau maksud kamu baik, tapi tolong ki, jangan!" Neira memohon dengan sungguh-sungguh.

Kiki menghela nafasnya dan berusaha menenangkan dirinya. "Tapi gak bisa gitu nei, lo tuh diselingkuhin. Emang lo gak sakit?"

Neira hanya diam tanpa menjawab. Kiki pun sudah bisa menebak jawaban Neira. Kiki tau Neira pasti mempunyai perasaan untuk Edgar. Walaupun Kiki tak seratus persen yakin dengan hal itu.

"Gue tau yang lo rasain sakit luar biasa, gue tau lo suka kan sama Edgar?" Kiki menatap Neira dengan serius.

"Aku gak berhak suka sama kak Edgar ki, aku sadar diri kok." Neira menampakkan wajah sedihnya.

"Nei, lo tuh manusia, lo perempuan, lo berhak suka atau cinta bahkan lo berhak untuk dicintai. Lo jangan pernah ngerendahin diri lo sendiri. Asal lo tau, Edgar tuh cowo beruntung yang dapetin lo. Sekarang udah jarang manusia kaya lo nei. Jadi lo jangan pernah anggap diri lo gak layak buat dicintai, karena lo berhak nei bahkan lo spesial."

Neira terdiam, ia memainkan jari-jarinya untuk menahan tangisannya. "Aku bukan siapa-siapa bagi kak Edgar ki. Aku cuma tanggung jawabnya aja. Kalo si kecil udah lahir, aku yakin Kak Edgar sama aku pasti bakal pisah." Neira mulai menitikkan air matanya.

"Ini yang gue benci dari lo, lo tuh terlalu pesimis!" Kiki sedikit membentak. "Ayolah nei, egois sedikit demi kebahagiaan lo!" Kiki berdiri di hadapan Neira dengan wajah seperti memohon.

"Aku gak bisa," Neira mulai terisak. Air matanya terus menerus menerobos. Kiki menghela nafasnya sambil menaikan lengan bajunya ke atas bahu.

"Sekarang udah malem, lo mau nginep atau gue anterin?" Kiki mencoba menenangkan Neira.

Silent WifeWhere stories live. Discover now