2. Jatuhnya Hujan

3.6K 144 10
                                    

Jika air hujan yang jatuh ke tanah mampu melepaskan dahaga bumi, maka mengapa tetes hujan yang jatuh di atas kepala hanya membuat sakit? Padahal sebenarnya keduanya adalah air yang sama.








Gadis sedang berbelanja bahan makanan. Seperti biasanya, ia hanya akan membeli beras sekilo dengan beberapa batang tempe. Hanya itu yang mampu dibeli oleh keluarganya. Beras itu akan dimasak dengan banyak air agar mengembang dan cukup untuk dimakan seluruh anggota keluarga.

Cabai merah, bawang merah dan bawang putih diulek, ditumis dengan sedikit minyak bersamaan tempe yang telah dipotong dadu. Tambah garam, gula, dan air yang banyak agar kuahnya bisa memberi rasa pada nasi. Hanya itu yang keluarga Pak Usman serta anak-anaknya makan saban hari.

Warung kelontong itu selalu ramai di pagi hari, antara pukul 6 sampai 9 pagi. Ibu Warung, begitu biasanya Gadis menyebut wanita pemilik warung kelontong itu, adalah seorang wanita bermulut pedas dengan mata yang selalu mendelik tegas. Sekalinya tertawa, maka cekikikkannya akan menggema ke mana-mana, apalagi jika beliau berteriak.

Ibu Warung biasanya akan berteriak pada anak-anak kecil yang merusuh di dekat warungnya, atau pada seseorang yang mengutang dan belum bisa membayar. Tak jarang wanita itu mengomentari tentang menu masakan orang-orang, "Kalian pernah makan ikan?" Tanyanya pada Gadis suatu hari. "Gak makan ikan berarti nggak usah takut kolesterolnya tinggi, dong."

Wanita itu berkoak-koak bagai hakim di atas tumpukan cabai, bawang, sayuran, bahkan amis ikan. Mengomentari serta menghakimi hidup orang lain tanpa tahu di dalam hati orang-orang juga turut mencemoohnya. Semua warga mengetahui Ibu Warung dulunya memiliki anak lelaki, tapi bocah tanggung itu telah tewas karena kecelakaan motor tunggal, sedangkan dirinya sangat sulit untuk hamil. Wanita itu juga sebenarnya tidak bahagia-bahagia amat dengan hidupnya, tapi ditutupinya dengan selalu menceritakan kemalangan orang lain.

Hari ini Ibu Padang, Ibu Warung, Mak Kuntum serta beberapa ibu-ibu lainnya yang sedang berbelanja terlibat dalam topik obrolan yang menarik minat Gadis. Gadis diam-diam mendengarkan ketika kumpulan ibu-ibu penggosip itu membicarakan seorang janda yang menyewa rumah di gang Teratai.

"Aku pernah lihat janda itu berdiri lama di depan gang, lalu dijemput dengan motor oleh lelaki." Ibu Warung yang membuka bahan gosip hari ini. Mungkin itulah penyebab warungnya selalu ramai pembeli, wanita suka mendengarkan cerita tentang keburukan orang lain.

Bahkan cara hidup yang baik pun bisa diubah agar terdengar jelek jika keluar dari mulut seorang penggosip!

"Pacar barunya?" Tanya Mak Kuntum, dengan sedikit nada tak percaya.

"Halah! Pasti perempuan itu melacur," sergah Ibu Warung cepat. "Dia punya anak yang masih kecil, nggak ada yang biayai, ditambah dia nggak punya kerja pula."

"Hush!" Ibu padang memotong cepat. "Biarkan dia dengan urusannya. Kita urus rumah tangga kita masing-masing."

"Iya. Jangan sampai suami-suami kita yang digodain," tandas Ibu Warung dengan agak sinis.

Dahi Ibu Padang langsung mengernyit, sepertinya agak tersinggung dengan balasan ketus Ibu Warung. Tentu saja Ibu Padang tidak mengetahui bahwa saat dirinya tidak ada, Ibu Warung membicarakan Ajo, sebutan untuk suami Ibu Padang yang seorang pedagang pakaian. Ajo sering terlihat bercanda-gurau dengan agak kelewat mesra bersama gadis yang jadi pegawainya di toko.

"Tetap saja belum pasti kalau dia itu pelacur, kan?" Ibu Padang melanjutkan, "Jangan berprasangka buruk kalau belum ada bukti."

"Pelacur itu artinya apa?"

Semua mata tertuju pada satu-satunya sosok kecil di antara ibu-ibu yang bertubuh tambun. Gadis bertanya dengan polos——malah mungkin ia hanya sedang keceplosan.

GADIS KERANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang