4. Kenyataan

2.4K 123 9
                                    

Terlihat dengan jelas saat-saat indah itu, terpukau dia dalam debaran-debaran magis. Dalam gemerlap lampion-lampion harapan, menunggu apa yang dirindu. Tetapi nyata menghampiri ketika lelap datang melemahkan. Lampion telah terbang jauh, cahaya kian meredup.

Mimpi usai dengan kenyataan sebagai pembukanya.











Gadis memandang sekelilingnya, wajah terpukau bercampur bingung. Baju-baju cantik berbahan halus tergantung berjejer di mana-mana, udara dingin sesejuk waktu subuh, lampu-lampu menyala keemasan, serta ada bau harum yang memenuhi udara. Semua hal di tempat ini asing sekaligus ajaib bagi Gadis.

"Pilih satu untukmu," kata Irwan akhirnya. Setelah sedari tadi diam memandangi Gadis hanya bengong memelototi baju-baju tersebut.

Gadis menoleh terkejut, lalu menatap Irwan ragu-ragu. Mendengar tawaran Irwan barusan membuatnya bertambah bingung, yang Gadis pikir, dirinya akan bekerja untuk Irwan, dan tidak pernah dia mendengar kalau ada pekerjaan yang tugasnya dibelikan baju mahal. Gadis ingin penjelasan, tapi dia tidak berani untuk menyuarakan pertanyaan.

Gadis menundukkan kepala, satu tangannya meremasi ujung kaos lusuhnya, baik warna dan bahan perbedaannya begitu jauh dengan baju-baju yang ada di sini. Bukannya Gadis tidak suka disuruh memilih baju bagus, tapi dia merasa ada sesuatu yang salah, walau Gadis belum mengetahui bagian mana yang salah dari menerima pemberian. Keluarga Gadis biasa menerima, Gadis biasa menerima lauk sisa, baju bekas, seluruh anggota keluarganya juga begitu. Tapi kenapa kali ini dia merasa aneh?

Karena biasanya hanya barang sisa. Karena biasanya tidak bisa memilih.

Memilih adalah sesuatu yang paling sulit untuk dilakukan, meskipun pilihan itu untuk dirinya sendiri. Gadis selalu merasa takut salah, takut dianggap melunjak dan dimarahi, takut menjadi rakus.

Ibu Fatimah yang cerewet selalu menyalahkan Gadis untuk hal-hal yang sebenarnya bukan salahnya. Omelan itu sebenarnya tidak berarti, Ibu Fatimah mungkin juga selalu lupa dengan isi repetan-repetannya, tapi Gadis mengingatnya dan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang sama keesokan hari. Lalu agar tidak disalah-salahkan lagi, Gadis hanya melakukan hal-hal yang diperintahkan Ibunya saja. Selama dia menuruti perintah, tidak akan ada yang menyalahkan dan memarahinya.

Irwan menghela napas, heran melihat perilaku Gadis yang malah menunduk terus-terusan. Jika gadis lain yang saat ini bersamanya, maka akan dipastikan dia sudah dibuat kerepotan dengan barang-barang belanjaan yang harus dibayarnya. "Kamu tidak mau pilih baju?" Tanyanya.

Gadis tidak bergeming, mendongak tanda mendengar pun tidak. Anak itu menunduk seakan tidak punya wajah. Irwan berkeliling, tidak cukup jauh karena matanya segera menemukan dress yang mungkin cocok dikenakan Gadis. Irwan mengambil dress berwarna kuning, kembali ke tempat Gadis berdiri, lalu mendekatkannya ke tubuh Gadis.

"Warna kuning cocok untukmu," kata Irwan. "Coba pakai."

Gadis mengambil alih dress yang disodorkan Irwan, mengerjapkan mata berulang-ulang, masih tetap bingung. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak berani dia tanyakan.

Bagaimana cara aku memakainya?

Apa harus buka baju di sini?

Tapi ada banyak orang, dan baju ini juga belum dibayar.

Gadis menggeleng perlahan, sekilas matanya bertubrukan dengan mata Irwan, buru-buru Gadis menundukkan pandangannya kembali, tangan menyerahkan kembali dress itu.

"Ma-malu, Om..." cicitnya pelan dengan kepala yang semakin tertunduk.

Alis Irwan naik otomatis, mencerna kalimat itu. "Ah, ada ruang ganti." Irwan menunjuk ke arah kamar pas. "Di sana kamu cobanya."

GADIS KERANG [SELESAI]Where stories live. Discover now