10b: Bad Ending

322 43 4
                                    

Tidak terasa sudah lebih dari 2 bulan mereka mencantumkan hubungan "pacar" di Seungwoo dan Wooseok satu sama lain.

Sebentar lagi Seungwoo akan mengikuti ujian kelulusan. Di minggu-minggu yang akan datang, ia tidak bisa berkomunikasi satu sama lain. Wooseok menjadi kesepian, belum lagi belakangan Byungchan mulai jarang menunjukkan dirinya.

"Seok, hari ini kamu pulang jam berapa?" tanya Yerin.

Wooseok menoleh, "langsung pulang, kenapa?" tanyanya.

"Tim vokal pulang sekolah disuruh kumpul, ada rapat buat lomba." kata Yerin dan pergi.

Wooseok hanya mengangguk dan menulis beberapa catatan lagi.

Belakangan ini, dia memang pulang sendiri naik bus, jadi ia tidak masalah kalau harus pulang telat.

Meski mereka satu sekolah satu gedung, Seungwoo dan Wooseok tidak pernah bertemu satu sama lain lagi. Wooseok menjadi khawatir.

Seakan, Seungwoo menghilang dari dirinya begitu saja. Ia pergi tanpa pamit.

Wooseok berhenti mencatat. Ia menutup matanya sebentar, ia berharap semua ini hanyalah mimpi. Semua orang menghindarinya, hanya sebuah mimpi buruk yang terjadi sekali.

Ia membuka matanya, tak sadar ada air mata yang jatuh.

~•~

"Seok, kerja kelompok setelah rapat bisa nggak?" tanya Sunyoul, teman sekelas Wooseok.

Wooseok menoleh, "liat aja ya Youl? Gue takut kalau tiba-tiba ngedrop."

Sunyoul mengangguk lalu berjalan pergi. Wooseok berjalan menuju perpustakaan dan masuk. Niatnya hari ini adalah mengembalikan novel dan meminjam novel yang baru.

Wooseok berjalan dari rak ke rak yang lain, mencari cover yang asing yang berarti buku baru.

Wooseok berhenti ketika ada dua orang yang sedang berbincang disana. Ia dengan cepat bersembunyi dibalik rak yang lain. Ia mengintip dan matanya membelalak lebar.

Itu Seungwoo, kekasihnya, dengan seorang gadis yang ia yakini adalah Wendy.

Wooseok menggelengkan kepalanya. Ia menjadi pusing. Ia berjalan kearah lain, berharap kedua orang itu tidak melihatnya.

Hatinya sakit. Ia menunduk sepanjang perjalanan. Ia tidak tahan. Itu bukan Seungwoo, tidak mungkin.

~•~

Wooseok duduk di bangku halte. Ia mengayunkan kakinya, menunggu bus datang.

Wooseok memasukkan handphonenya. Ingatannya kembali lagi kepada kejadian tadi siang. Ia meremas baju seragamnya.

"Tidak mungkin.. itu bukan... dia kan?"

Wooseok mengusap air matanya dan menaikkan kepalanya. Ia berhenti ketika ia melihat sosok Seungwoo berjalan. Tidak, ia tidak sendiri. Ada sosok didepannya.

Tin tin!!

Wooseok menoleh keasal suara itu dan menjadi panik. Mobil dengan kecepatan tinggi datang, sedangkan Seungwoo terlihat tidak peduli dan tetap menyebrang.

"Seungwoo hyung! Awas!"

Jalanan itu sepi, hanya ada bus yang lewat. Mobil itu menabrak Seungwoo, tetapi mobil itu kabur dan tidak kembali. Wooseok mendekatinya dan menggeleng dengan air mata yang turun deras dari matanya.

"Seungwoo hyung.. bertahanlah..." katanya dan menelepon ambulans.

Tak lama ambulans itu datang. Mereka membawa Seungwoo dan Wooseok kerumah sakit. Wooseok memegang tangan Seungwoo, tidak peduli jika tangannya terkena darah dari Seungwoo, yang penting Seungwoo terselamatkan.

Tak lama mereka sampai di rumah sakit. Dokter dengan cepat menanganinya, sedangkan Wooseok menunggu diluar. Kepalanya tambah sakit. Tak lama semuanya gelap, ia pingsan.

~•~

Wooseok terbangun. Ia cepat-cepat duduk. Semuanya hitam, tapi masih ada cahaya, entah darimana.

"W-wooseok... t-tolong.."

Wooseok menoleh, mendapati Seungwoo dan Wooshin disana, seperti sosok yang ia lihat di ruang musik.

"W-wooshin hyung? Seungwoo hyung?"

"Jangan mendekat, atau..." Wooshin menggores lehernya dan Seungwoo mengerang kesakitan sambil meminta ampun.

"Tidak, Wooshin hyung! Hentikan!" Wooseok berlari kearah mereka, tidak peduli jika ia akan menggoresnya lebih dalam.

"Hentikan hyung!" Wooseok berteriak. Ia ingin memeluknya, tapi entah kenapa ia tidak bisa memeluknya.

Wooshin menatapnya tajam.

"Wooseok..."

Wooseok menoleh, Seungwoo sudah terluka. Ia berlutut didepannya dan mengusap pipinya. Seungwoo hanya tersenyum.

"Maaf... Wooseok..."

Wooseok menggeleng, "tidak jangan pergi!"

Seungwoo menutup matanya, dan kedua orang itu pergi.

Wooseok membuka matanya dan mendapati dirinya sedang dikamar rumah sakit.

"Wooseok! Kamu nggak apa-apa nak?" tanya ibunya.

Wooseok menoleh dan mengangguk, "ya aku nggak apa-apa."

Kedua orang disitu— ibunya dan dokter menghela nafasnya lega.

"Dimana Seungwoo?"

Dokter diam. Tak lama beliau menghela nafas dan menunduk menyesal.

"Tidak mungkin..."

"Maaf kami sudah mencoba yang terbaik, tapi.. dia sudah telat diselamatkan.."

"TIDAK MUNGKIN! ITU PASTI BOHONG!"

~•~

W

ooseok menatap kosong kearah jendela. Angin berhembus cukup kencang, membuay tirai dikamar rumah sakit itu berterbangan.

Wooseok duduk dikasurnya dan menatap datar jendela itu.

4 tahun sudah lewat, dan Wooseok kesepian. Seungwoo meninggalkannya, pergi bersama Wooshin.

Wooseok tidak punya siapa-siapa sekarang. Hanya dokter yang menanganinya, Jinhyuk. Semenjak ibunya pergi, ia menjadi takut menemui orang-orang dan takut jatuh cinta lalu kehilangan.

Alias, tanthophobia.

Jinhyuk masuk dan duduk disebelahnya.

"Mau mengunjungi makamnya hari ini?" tanya Jinhyuk sambil mengelus punggung yang lebih mungil.

"Nanti saja." jawabnya lirih.

Jinhyuk mengangguk dan meninggalkannya untuk mengambilkannya makan siang.

Tiba-tiba Wooseok merasa ada yang melingkar disekitar lehernya, ada yang berat bersender kepadanya.

Air matanya turun deras ketika mendengar suara yang ia rindukan.

"Aku juga merindukanmu, Wooseok."

Itu suara Seungwoo.

END.

run away↪seunseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang