#05#

144 44 1
                                    

Kean menghirup nafasnya kasar. Matanya tidak mau juga terlelap padahal hari sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ia bangkit dari tidurnya mengusap rambutnya kasar. Kemudian melangkahkan kakinya keluar dari kamar untuk minum entah kenapa tenggorokannya tiba-tiba kering.

Tak lama setelah itu ia kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia berjalan kearah pintu balkon membukanya dan berdiri di pembatas balkon sambil mengeluarkan sebungkus rokok, mengambilnya satu batang dan membakarnya. Kean menghirup dalam rokok itu. Kepulan asap keluar dari mulut dan hidungnya.

Lagi, helaaan nafas kasar keluar dari mulutnya. Sekelebat kejadian tadi berputar di otaknya.

"Bangsat! Ck." Umpatnya pada dirinya sendiri kemudian menginjak puntung rokok yang telah habis dihisapnya dengan kasar.

Kean merasa sangat bodoh. Kenapa tadi ia bisa refleks mencium cewek itu. Cewek yang namanya saja ia tidak tau.
Dan bodohnya lagi ia malah mengatakan rindu kepada cewek itu. Padahal bertemu dengan cewek itu hanya sekali.

"Kenapa?" Lirih Kean menatap kosong kedepan teringat dengan wajah cewek tadi. Tatapan cewek itu saat menatapnya memancing rasa rindu dihatinya.

"Arghh." Teriak Kean frustasi. Ia menjambak rambutnya kasar.

"Lo kapan kembali lagi sama gue. Gue rindu lo." Lirih Kean.

"Jangan nyiksa gue kayak gini. Gue gak sanggup. Gue butuh lo." Lirihnya lagi. Rasa ini sungguh menyiksanya.

Tanpa sadar air matanya menetes.
Kean menangis. Cowok yang terkenal dingin itu menangis. Sebegitu pentingkah orang itu baginya. Sebegitu besarnya rasa sayangnya pada orang itu. Dan sebegitu lemahnya ia jika menyangkut dengan orang itu.

Bahkan dinginnya udara malam yang menusuk pun tak membuat ia terlelap dengan nyaman. Disaat semua orang asik bergelung dengan selimutnya, Kean selalu terjaga menikmati rasa rindu yang tak ada habisnya.

Sudah lama ia memendam rasa itu, dan sudah lama pula ia mencoba menghilangkannya, tapi percuma rasa rindu yang dihatinya terlalu besar.

Inilah yang selalu ia rasakan saat malam harinya. Matanya enggan untuk terlelap. Tubuhnya sudah lelah tapi jiwanya enggan untuk istirahat. Dan itu sangat menyiksanya.

Pusing memikirkan semuanya. Kean butuh pelarian. Club. Ia rasa hanya tempat terkutuk itu yang bisa menenangkan perasaannya. Tak mau lama-lama, Kean kembali masuk kedalam kamarnya. Mengambil kunci motornya lalu ia keluar rumah.

Setelah menghidupkan motornya, Kean menancapkan gasnya dengan kecepatan tinggi tak peduli apa yang akan terjadi nanti. Yang jelas sekarang ia sangat membutuhkan pelarian.

****


Prang!

Suara benda jatuh membuyarkan lamunan Aira. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya menuju keluar kamar. Beberapa saat ia takut untuk ke lantai bawah karena di rumahnya tidak ada orang.

Tapi ia mengenyahkan pikiran itu. Aira berjalan perlahan kebawah. Setelah tiba di lantai bawah, ia tak menemukan apapun, hanya ada kekosongan. Kemudian ia pergi kedapur juga kosong. Aira kembali lagi ke ruang utamanya dan alangkah terkejutnya ia melihat bayangan hitam yang berdiri tidak jauh darinya.

Aira menggosok-gosok matanya, mungkin saja ia salah liat. Kembali diliatnya ternyata bayangan itu masih ada.

Rasa takut dan khawatir mulai menjalari tubuhnya

"Ini pasti hanya halusinasi aku." Batin Aira berusaha menghilangkan ketakutannya.

Ia kembali mengucek matanya dan membuka matanya kembali, kemudian beralih menatap bayangan tadi lagi, ketakutan Aira semakin menjadi saat melihat bayangan hitam itu malah berjalan mendekat keaarahnya.

AIRA (REVISI)Where stories live. Discover now