Di Antara Doa Terindah

468 7 0
                                    

Lima tahun lalu, tepat sekali lima tahun telah berlalu. Saat doaku di sepertiga malam, dikabulkan oleh Tuhan. Perihal dirimu, Tuan. Iya, tentang dirimu yang masih kuragukan. Aku tahu ini akan terdengar menyakitkan, ketika ternyata aku yang kala itu menjadi tunanganmu, meragukan kisah tersebut.

Jujur, aku ragu bukan karena takut jika kau mendua. Melainkan, apakah kau mampu menerima diriku yang masih banyak kurang ini?

Kemudian akhirnya, Tuhan benar-benar memperlihatkan siapa dirimu yang sebenarnya. Tanpa masalah apapun, tanpa pembicaraan panjang, kau yang saat itu mengetahui satu dari sekian banyak kurangku dalam mengatur emosi, membatalkan semuanya.

Aku marah, sedih, kecewa, dan kacau. Kau memang membatalkan kisah kita, tapi kau tidak mengizinkanku pergi. Itu menyakitkan, Tuan.

Berbulan-bulan aku merenung, berpikir; apa yang mesti kulakukan untuk pergi, tanpa dirimu harus merasa kehilangan? Perlahan namun pasti, aku belajar menghilang dari sosok yang kucintai, dirimu. Itu sulit sekali. Karena kita ada di lingkungan yang menuntut profesionalitas. Hilang pun tak berarti kita takkan berjumpa. Hilang pun tak berarti aku tak bicara denganmu.

Di saat seperti itu, aku seperti membunuh jiwaku sendiri dari dalam. Mencoba menerima keadaan dan tidak mempermasalahkan. Belajar memaafkan dan berhenti mempertanyakan.

Semua perlu waktu Tuan, tidak bisa instan. Aku mencoba bicara dengan keluargaku, membuat mereka paham, bahwa kita sudah tak bisa sejalan. Aku juga mencoba menenangkan Ibumu, yang kita sama-sama tahu, Ibu sangat menginginkan kisah ini sampai pada tujuannya. Aku kesulitan, sendiri. Sedangkan kau menyerahkan semua itu padaku, tanpa pernah sedikitpun membantu, atau menanyakan bagaimana keadaanku.

Tiba di saat seharusnya kita mengukir nama di sebuah kartu undangan. Menyedihkan, kau berkata; "Tolong bujuk Ibu untuk menerima penggantimu."

Sekuat tenaga aku menahan tangis amarahku. Menjelang hari bahagia kita, aku mencari sosok dia yang akan memaki baju pengantin yang seharusnya kupakai. Serta cincin yang kita pilihkan bersama. Kuantar dia ke pelaminan untuk bersanding denganmu, namun kau justru membuatku kembali jatuh dalam dilema; "Jika aku tidak bahagia bersamanya, dan menyiksa dia karena masih mencintaimu. Jangan salahkan aku."

Tuan, di antara doa yang kuhaturkan pada Tuhan. Aku selalu berdoa semoga kalian baik-baik saja dalam bahagia. Aku memang terluka dan kecewa, tapi aku bahagia telah melepas kisah yang tidak Tuhan takdirkan untukku. Aku tidak berharap banyak, hanya ingin kau pun ikhlas menerima, bahwa secinta apapun kau kepadaku, dia adalah tulang rusukmu. Jaga dia, selayaknya kau menjagaku dulu. Sayangi dia, melebihi sayangmu padamu.

Kita sudah memiliki kisah tersendiri. Aku telah bahagia dan merasa cukup dengan hidupku saat ini, bersama seseorang yang mengasihiku dengan tulus. Maka seharusnya kau pun begitu.

Mari, kita berdua sama-sama berdoa untuk kebaikan hidup kita masing-masing. Tak perlu ada lagi yang dibahas atau diperdebatkan. Apalagi soal rasa yang tak mungkin bisa dipaksa.

Aku tahu kau masih mencintaiku. Tapi maaf, aku sudah utuh mencintainya.

_________________

Salam, Alien.

UNTUKMU YANG BERGELAR WANITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang