1st, April

251 20 0
                                    

Sama seperti pagi sebelumnya, aku baru saja beranjak dari kamar mandi. Sebuah kamar minimalis tempat ku melepas penat selama 1 tahun ini.

Beberapa figura tertata rapi di atas meja, wajah berseri seorang wanita yang berdampingan denganku di foto itu. Membuat sebuah kurva terbentuk dibibirku, wanita istimewa yang berhasil membuatku menjadi miliknya.

"Princess ini sudah pagi, kau tidak bangun?" Kuusap pelan ujung kepala wanita yang telah menjadi istri sah ku sejak 1 tahun lalu.

"Sebentar lagi Jungkook-ah" wanitaku kembali menutup tubuhnya dengan selimut tebal.

"Hei, kau tidak akan menyiapkan sarapan untuk suamimu?"

Mendengar ucapanku wanitaku segera bangkit dengan wajah bantalnya, selagi ia mandi kusibukkan diri dengan menatap tanaman kaktus yang ia letakkan di pot kecil pada balkon kamar.

Ia begitu mencintai kaktusnya, masih kuingat betul ia meminta kaktus sebagai kado pernikahan. Wajahnya saat itu merah padam saat aku memecahkan sebuah pot kaktusnya.

"Ayo, akan ku siapkan sarapan untukmu." Kudengar suara pintu kamar mandi terbuka dengan wanitaku disana. Ia begitu lucu dengan rambut yang terikat seperti bola tenis.

Kuikuti langkah ringannya menuju lantai bawah, kulihat ia sudah bermain dengan alat dapur dan memotong berbagai sayuran. Ia begitu nampak sangat serius, dan itu membuatnya sangat manis.

Kupilih untuk menunggunya di meja makan, aku tak mau terjadi hal yang tak diinginkan seperti satu bulan lalu saat aku berusaha membantunya memasak.

"Ini, kau minum jus ini dulu" wanitaku membenahi posisi apronnya seraya meletakkan segelas jus apel di hadapanku.

"Apakah kau masih akan menyelesaikan pakaian itu?" Perhatianku teralihkan pada tumpukan benang dan kain tak jauh dari posisiku.

"Tentusaja." Ia menjawab tanpa melihatku, kutarik senyum di bibirku seraya mendekati tumpukan kain itu. Sebuah keranjang anyaman yang depenuhi benang berbagai warna menarik perhatianku.

"Eomma mengirim ini?" Tanyaku seraya menunjuk gulungan benang itu. Ia nampak menolehkan kepalanya, kemudian mengangguk sekilas.

"Mengapa eomma melakukannya?"

"Tentu saja agar aku bisa menyelesaikan pakaian untukmu."

Kutatap sebuah jas hitam yang belum terpasang kancingnya. Wanitaku tak pernah main-main dengan ucapanya.

"Ini, ayo kita sarapan. Aku masih harus menyelesaikan pakaian untukmu dan aku belum mengirimkan naskah ceritaku." Ia mulai melahap sarapannya. Kulangkahkan kaki mendekati meja, kududukkan tubuhku dihadapannya.

Perlahan kugenggam tangannya dan mengusap pelan cincin yang melingkar di jari manisnya.

"Kau milikku selamanya." Ucapku lirih dengan memberikan senyuman terbaik yang kupunya.

Wanitaku menghentikan kegiatan sarapanya dan mulai bangkit menjauh dari meja. Ia membuang begitu saja sup dimangkuknya dan membersihkan alat makanya.

"Jika kau sudah selesai letakkan saja, aku akan menyelesaikan naskah ceritaku." Apakah wanitaku sedang marah, tapi mengapa?

Kutatap langkahnya menuju lantai atas, ia membawa serta jas hitam yang belum selesai ia beri kancing. Kutatap kembali mangkuk sup dihadapanku, sebelum kuputuskan untuk mengikutinya.

Wanitaku tengah duduk dilantai seraya memangku laptopnya, ia begitu serius memasukkan setiap kata di dalam naskahnya. Ia mengetahui kedatanganku, sesekali ia mencuri pandang kearahku.

Dan yang kulakukan hanya tersenyum dan sesekali mengodanya, ia tidak suka ketika aku melihat hasil karyanya. Namun pada akhirnya jika naskah itu dibukukan maka aku akan menjadi yang pertama membacanya.

Matahari semakin tinggi, wanitaku masih sibuk dengan naskahnya. Kutatap wanitaku lama, apakah hanya perasaanku atau memang ia semakin nampak kurus.

"Selesai!" Seruannya membuatku menatapnya semakin dalam. Ia bangkit dan mengambil jas hitam yang ia letakkan diatas meja, tangan kecilnya dengan lihai memasang kancing di jas itu.

"Ayolah kau tak memperhatikanku dari tadi." Rengekku seraya memeluk tubuhnya dari belakang, kurasakan hangat tubuhnya dan aromanya yang begitu menenangkan.

"Duduk di sana dan berhenti menggangguku." Ia mendorong tubuhku pelan, namun itu sukses membuatku sebal.

Kutarik secarik kertas dan kucoret tinta diatasnya.

'Aku mencintamu, dan akan selalu bersamamu' kalimat yang tidak terlalu panjang disana. Wanitaku menatap kearahku seraya menarik kertas itu.

"Jungkook-ah apa ini?" Ia memukulku dengan menyembunyikan wajahnya.

Tak lama setelah itu, ia bangkit dan meletakkan jas hitam itu didalam sebuah kotak coklat dengan hiasan pita diatasnya.

"Kau tak memberikanya padaku?" Tanyaku seraya mendekatinya, namun bukan jawaban yang aku dapat sebuah isakan berhasil membuatku terkejut.

Wanitaku menangis, buliran bening keluar tanpa aba-aba. Tubuh kecilnya memelukku erat, ia membenamkan wajahnya di bahuku.

"Hei, uljima" usapan lembut kuberikan padanya sampai ia merasa lebih tenang.

"Mianhae Jungkook-ah, mianhae." Ia pergi meninggalkanku seraya membawa kotak coklat itu bersamanya.

Kupandang laptop dan tumpukan kertas yang masih berserakan, kulangkahkan kakiku menuruni anak tangga menuju lantai bawah bahkan piring sarapan masih berada di atas meja dengan isi yang masih penuh.

Kualihkan pandanganku kearah pintu keluar, kuputuskan untuk menyusulnya. Jika tebakanku benar ia akan pergi ketempat yang sama.

Tak perlu waktu lama, kini sudah kutemukan wanitaku tengah berdiri disana. Benar sekali dugaanku ia pasti pergi ketempat ini.

"Princess" panggilku seraya mendekatinya.

Tak ada jawaban ia meletakkan kotak coklat itu dan kulihat ia mulai meraih tanganku. Ia mengecupnya beberapa kali dengan isakan yang terus keluar dari bibirnya.

"Kumohon jangan seperti ini, kau membuatku merasa sakit." Kupandang wanitaku sendu.

"Mianhae Jungkook-ah." Kembali ia mengatakan itu, jujur aku merasa muak mendengarnya.

Netraku masih memperhatikan gerak-geriknya yang semakin terisak dan membenamkan wajahnya di dadaku. Sungguh aku tak bisa melakukan apa-apa, ingin sekali kupeluk wanitaku namun apa yang bisa kulakukan.

Kulihat ia kembali mengusap tanganku, namun kali ini bukan sekedar usapan. Jemarinya mulai melepaskan cincin yang melingkar di jari manisku.

"Ap.....apa yang kau lakukan?" Tanyaku seraya berjalan mendekatinya.

Kembali ia terisak dengan tangan yang memeluk tubuhku erat.

"Mianhe, mianhae Jongkook-ah. Aku terlalu egois untuk menahanmu." Tangis wanitaku semakin menjadi. Ada rasa lega karena akhirnya ia bisa menerima kenyataan.

Kupandang tubuhku tang terbaring di atas bankar dengan berbagai alat medis yang mengelilingi, sudah 2 bulan tubuhku terbaring disana setelah kecelakaan itu.

Saat aku pergi untuk mengunjungi penerbitan buku karya wanitaku. Wanitaku masih menangis dengan memeluk tubuhku, kudekati dirinya seraya berbisik pelan.

"Saranghae."

Sebelum diriku benar-benar pergi diiringi suara nyaring alat medis yang membelenggu tubuhku.

Sebelum diriku benar-benar pergi diiringi suara nyaring alat medis yang membelenggu tubuhku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MineWhere stories live. Discover now