Bab 14: Pillow Talk

102K 12.1K 209
                                    

Jill mengerjapkan mata setengah tidak percaya. Kapan suaminya datang ke kamarnya? Bagaimana mungkin Jill tidak menyadari kedatangannya yang bahkan sampai naik ke tempat tidurnya?

Apa Jill semalam mendengkur? Bagaimana kalau selimutnya tersingkap dan Ares melihat gaya tidurnya yang serampangan? Terlalu banyak pertanyaan dalam pikirannya. Jill tidak ingin terlihat jelek di depan siapapun, apalagi suaminya.

Jill masih mematung di ranjangnya, dengan sedikit perlahan gadis itu menarik selimut menutupi tubuhnya. Sinar matahari pagi menerobos masuk dari jendela kamarnya, kala itu Jill mengenakan pakaian tidur yang tipis. Dia tidak mau Ares salah paham.

Ketika itulah Ares membuka matanya. Jill nyaris menelan ludah menyaksikan Ares yang kelewat tampan dengan pakaian yang terlalu banyak mengekspos kulit.

"Kau sudah bangun, Putri Sparta? Aneh, bahkan ketika bangun sepagi ini kau masih terlihat sangat cantik," Ares melontarkan rayuannya. Klise memang, jika laki-laki lain yang mengatakannya mungkin Jill tidak akan terpengaruh. Namun kalimat rayuan kuno dan sedikit norak itu malah membuat Jill berdebar.

"Apa yang Anda lakukan pada saya semalam?" Jill menuduh.

"Aku tidak bisa tidur, aku mencari tempat yang nyaman agar aku bisa tidur. Hanya itu ... Sungguh aku tidak menyentuhmu." Ares tersenyum sembari meyakinkannya.

"Bagaimana dengan Dewi Aphrodite? Bukankah dia di kamar Anda semalam?" Jill berusaha tidak emosi ketika mengatakannya. Namun tetap saja rahangnya mengeras dan dadanya terasa teremas ketika mengungkapkannya.

Jill menyaksikan sendiri ketika Aphrodite semalam merangkul tangan Ares dan menghilang di lorong kastil yang menuju kamar Ares. Dada Jill sakit melihatnya tanpa bisa dijelaskan. Jill membenci perasaan itu.

"Kenapa kau harus membahas wanita itu ketika kita sedang berdua?" Ares tampak tidak senang.

"Apa Anda tidak kasihan padanya? Kenapa Anda tinggalkan dia dan malah menyusulku ke kamar?" Jill tidak bisa menghentikan nada sinis dari kalimatnya. Semua meluncur begitu saja dari hatinya.

"Aku sudah punya kamu, kenapa aku harus bersamanya? Aphrodite sudah pulang ke suaminya. Kita tidak akan bertemu dengannya lagi kecuali untuk urusan menyangkut Zeus dan kedewaan lainnya." Ares menggapai dan mengelus pipi Jill ketika mengatakannya.

"Sungguh?" Jill bertanya tidak yakin.

"Mulai hari ini kamu istriku dan satu-satunya kekasihku." Ares tersenyum seraya melontarkan rayuannya.

"Sampai kapan?" Jill bertanya pelan. Ares terdiam. Paling lama dua puluh tahun lagi Jill akan menua dan mulai ditumbuhi keriput. Jill hanyalah manusia biasa yang punya keterbatasan dan berumur pendek.

Seperti banyak kekasih Ares sebelumnya, Jill mungkin akan rendah diri bersanding dengan Ares yang senantiasa muda dan gagah. Kemudian dia yang sadar diri akan melepaskan Ares.

Ares merengkuh gadisnya, memeluknya dari belakang tanpa meninggalkan ranjang. Dia ingin memberikan ketenangan pada Jill dengan pelukannya.

"Kenapa kamu harus berpikir terlalu jauh, Portia? Yang penting adalah hari ini. Kamu bersamaku dan menemaniku," Ares berujar pelan di telinga Jill.

"Aku tahu itu," Jill menanggapi pelan. Ares secara alami adalah seorang pencinta ulung. Kendati jelas tidak ada rasa cinta dalam hubungan mereka, dia selalu berusaha memberikan kenyamanan dan sikap romantis pada kekasih-kekasihnya.

Awalnya Jill berpikir akan diperlakukan buruk dan mengalami siksaan. Karena reputasi Ares adalah Dewa Perang yang tidak kenal ampun. Ketika Ares berada di istananya, dia bagaikan sejinak kucing yang tampaknya tidak sanggup melukai siapapun.

"Portia, ceritakan padaku bagaimana kehidupanmu sebelum bertemu diriku." Ares meminta sambil menyisir rambut Istrinya yang sehalus sutra dengan jemarinya.

Tidak banyak yang bisa Jill ceritakan, kehidupan Portia sebagai putri raja cukup membosankan. Penuh kemewahan namun kesepian.

"Ayahku sempat tidak mau menikahkanku. Dia berharap aku tetap menjadi perawan tua dan tinggal di istana," Jill bercerita.

"Hmm, raja gila. Jadi kalau aku tidak menikahimu kamu mungkin akan selamanya melayani kuil Athena?" Ares menebak.

"Iya, aku bahkan nyaris tidak pernah keluar dari area Istana, padahal aku juga ingin melihat kota lain, melihat laut dan mencicipi makanannya," Jill mengutarakan penyesalannya.

"Apa kamu mau berjalan-jalan?" Ares bertanya.

"Bukankah tidak ada manusia yang bisa keluar dari Olympus hidup-hidup?" Jill bertanya ragu.

"Kalau kau pergi bersamaku tidak akan ada hal buruk yang terjadi padamu," Ares meyakinkannya.

Jill merasa bersemangat. Itu berarti ada kesempatan untuk menemukan oracle misterius itu dan mencari tahu bagaimana jiwanya bisa berpindah ke tubuh Portia.

"Apa kamu mau ikut aku nanti? Aku ada sedikit pekerjaan di Thebes beberapa hari ke depan," ajak Ares. Jill mengangguk senang. Walaupun sebenarnya Jill berharap Ares akan mengunjungi Sparta, tempat dia bertemu Oracle yang menjebak Portia.

"Apa yang akan kau lakukan di sana?" tanya Jill.

"Tugas kedewaan, kamu nanti juga akan tahu sendiri." Ares nampak merahasiakannya. Atau mungkin hanya malas menjelaskannya.

"Apa kamu punya sesuatu yang menarik untuk diceritakan? Apa kamu bisa merapal syair?" Ares bertanya.

"Aku tidak bisa menyanyi apalagi bermain lira." Jill menggeleng.

"Tapi aku bisa mengisahkan banyak cerita menarik untukmu Ares, apa kamu pernah dengar Romeo dan Juliet?" Jill melanjutkan.

"Ceritakanlah, Portia, siapa itu Romeo dan siapa itu Juliet?" Ares tampak berminat.

"Seorang penyair kenamaan di negeri asalku yang bernama Shakespeare yang menceritakannya. Ini kisah cinta yang mungkin bisa membosankan untukmu. Namun bagiku ini syair yang indah," Jill menjelaskan.

"Lanjutkanlah, kita masih punya banyak waktu sampai waktu sarapan nanti." Ares membenamkan hidungnya ke belakang leher Jill. Gadis itu terkesiap. Jill lengah karena sedari tadi Ares tampak jinak. Dan lagi-lagi; Dewa itu menyesap aroma tubuh Jill dalam-dalam seperti kehausan.

"Hentikan, aku merasa tidak nyaman," sergah Jill dengan muka merona.

"Ceritakanlah tentang karya Shakespeare, jangan pedulikan aku," Ares memaksa dengan nada tenang.

"Umm ... Dahulu kala, ada dua keluarga yang bermusuhan ... Satu bernama Montaque, satu lagi Capulet ..." Jill mulai bercerita dengan suara sedikit tertahan.

"Lalu?" Ares berkata pelan sambil menghela nafasnya ke area telinga Jill yang mulai lemah.

"Romeo dari keluarga Montague ... Dan ...dan Juliet dari Capulet ... Mereka bertemu dan saling ... Ja ... jatuh cinta," Jill melanjutkan ceritanya dengan nada terbata. Dia tidak bisa fokus dengan Ares yang bernafas dekat di belakang lehernya.

Ares tampak tidak sabar, dia menjatuhkan tubuh Jill di ranjang dengan posisi telentang. Jill memekik pelan karena khawatir membuat keributan yang bisa mengundang tanya para Nimfa atau Satyr yang ada di luar kamarnya. Jill kehilangan kata-kata; dia menutup mukanya dengan kedua belah tangannya.

"Anda harus menunggu, Anda sudah berjanji," Jill mengingatkan.

"Baiklah." Ares tersenyum. Walau dia tidak mendapat apa-apa di kunjungannya kali ini. Dia senang berhasil menggoda dan mendesak Jill sampai ke batas pertahanannya.

"Besok aku akan menagih kelanjutan ceritanya," Ares mengatakannya sambil tersenyum merasa menang.

The Bride Of OlympusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang