17. Berhati Emas

136 13 3
                                    


JULIAN segera datang. Ia terkejut juga melihat Elizabeth sudah berada di situ. Ia melirik tajam pada gadis kecil tersebut dan berpaling hormat pada William dan Rita.

"Julian, kami telah mendengar banyak sekali hal yang aneh dari Elizabeth," kata William.

"Kami yakin kau bisa memberi keterangan. Nah, kini dengarkan apa yang telah dikatakan oleh Elizabeth dan katakan apa pendapatmu."

Julian mendengarkan saat William menceritakan apa yang didengarnya dari Elizabeth. Julian tampak heran dan bingung juga.

"Kalau begitu kini aku mengerti mengapa Elizabeth menuduhku sebagai pencuri," katanya. "Sungguh aneh. Apakah benar aku mempunyai uang shilling yang diberi tanda itu? Dan apakah permen Elizabeth jatuh dari sakuku? Aku memang mendengar sesuatu jatuh, tetapi karena permen itu bukan punyaku, ya tidak aku ambil. Kulihat memang, di lantai. Tapi aku tak tahu kalau permen itu jatuh dari sakuku. Jelas aku tidak menaruhnya di dalam sakuku itu."

"Lalu bagaimana bisa sampai di situ?" tanya Rita.

"Kukira uang itu masih ada," tiba-tiba Julian berkata, dan meraba-raba seluruh sakunya. Memang. Uang shilling itu masih ada. Dikeluarkannya, diperhatikannya. Di suatu tempat masih terlihat suatu tanda silang hitam yang sangat kecil. "Inilah shilling itu," kata Julian.

"Dan itu tanda silang yang kubuat," kata Elizabeth, menuding. Heran Julian memeriksa tanda tersebut.

"Ya ... pikir-pikir ... kurasa memang bukan ini uang yang kudapat dari kotak sekolah minggu itu ... Bukan uang shilling baru .., " Julian mencoba mengingat-ingat. "Kalau uang baru pasti aku ingat ... Ya, aku ingat sekarang. Yang kuterima adalah dua keping uang shilling lama. Jadi pastilah seseorang telah menaruh uang shilling baru ini di sakuku, dan mengambil yang lama. Mengapa?"

"Dan pastilah seseorang telah menaruh permen Elizabeth di sakumu juga," kata William. "Apakah ada orang yang sangat membencimu, Julian?"

Julian berpikir sesaat. "Mmm ... rasanya tidak ada ... kecuali Elizabeth, tentunya."

Elizabeth seketika itu merasa sangat sedih mendengar semua ini. Semua kebenciannya pada Julian lenyap segera, begitu ia sependapat dengan William dan Rita bahwa tak mungkin Julian yang berbuat, bahwa kemungkinan ada orang lain yang mencoba memfitnah Julian.

"Elizabeth memang membenci aku," kata Julian lagi, "tetapi aku yakin ia takkan sampai hati berbuat begitu."

"Oh, Julian, tentu saja aku takkan melakukan itu," kata Elizabeth, hampir menangis lagi. "Julian, aku tidak membencimu. Aku lebih dari menyesal akan apa saja yang telah terjadi. Aku malu sekali pada diriku sendiri. Rasanya selalu saja aku berbuat tanpa berpikir. Aku tahu kau takkan memaafkan aku."

Julian menatap Elizabeth dengan pendangan dingin mata hijaunya. "Aku telah memaafkan kau," katanya tiba-tiba. "Aku tak pernah mendendam. Tetapi aku tak menyukaimu, dan aku takkan bisa jadi sahabat baikmu lagi. Di samping itu ... ada sesuatu yang harus kuakui di sini."

Julian berpaling pada William dan Rita. "Kau berkata di Rapat tadi bahwa Elizabeth dua kali dikeluarkan dari kelas karena berbuat nakal," katanya. "Sesungguhnya ia tidak bersalah dalam dua peristiwa itu." Julian berpaling pada Elizabeth. "Elizabeth, kau jadi korban jebakanku dengan buku-buku itu dulu. Di bagian bawah buku yang terbawah kupasang sebuah pegas. Secara otomatis pegas tersebut berputar dan mendorong buku-buku itu jatuh. Kemudian kutempelkan butir-butir di langit-langit di atas kursimu, sehingga air menetes tepat di kepalamu ketika zat kimia yang ada padanya berubah menjadi air. Dan kusebarkan bubuk obat bersin di halaman-halaman buku bahasa Perancismu."

SI BADUNG JADI PENGAWAS (THE NAUGHTIEST GIRL IS A MONITOR) 1945 By Enid BlytonWhere stories live. Discover now