13. Pohon Pyrzta

6 1 0
                                    

Hunna Zalte tergesa-gesa menuju ke tempat itu bersama dua jip penuh senjata, tak lama setelah mendengar suara ledakan. Betapa kagetnya dia melihat rajanya bersama asistennya sedang memadamkan api dengan sihir mereka, dan di sekitar mereka ada banyak sekali serpihan mobil jip.

"Yang Mulia! Anda tidak apa-apa?" tanyanya cemas.

"Khawatirkan saja anggaran kita, aku tidak sengaja meledakkan sebuah jip," kata Moza sambil nyengir bersalah.

"Tunggu, bagaimana bisa jip itu meledak? Jip itu adalah tipe terkuat yang kita miliki, lo!" lolong Hunna panik. "Bayangkan saja, hanya pohon saja kekuatannya sedahsyat itu, kalau planet ini ada penghuninya, apa kita tidak jadi rempeyek kucing?"

"Nah, itu juga kukhawatirkan. Tapi, kabar baiknya, sekarang kita tahu kalau pohon ini luar biasa kuat. Kenapa tidak tebang beberapa untuk membuat benteng? Atau lapisi jip dengan papan ini, lalu uji coba dengan menabrakkannya ke pohon ini lagi? Wah, aku jadi semangat, nih! Panggilkan Menristek!" kekeh Moza.

"Dan ketika diuji coba, kau meledakkan 500 juta lagi. Apa yang akan kau katakan kepada Menkeu?" protes Filecia.

"Karena itu jangan sampai meledak, dong! Buat apa kita punya Menristek, punya Menhankam, punya banyak insinyur militer, kalau tidak untuk membuat jip yang lebih kuat?" kata Moza licin.

"Lalu kalau tetap gagal?" tanya Filecia.

"Untung saja Raja Inscha tidak sepertimu. Kalau tidak, kita semua sudah terlunta-lunta di jalanan Kota Jayapura," balas Moza tak mau kalah.

"Bisa saja di Jakarta," bantah Filecia.

"Lalu bagaimana caranya kau ke sana, terbang, begitu?" balas Moza kesal.

"Sudah, sudah, jangan berteman," timbrung Hunna.

"YANG BENAR ITU JANGAN BERTENGKAR, JENDERAAAL!" teriak Moza dan Filecia.

"Eh, benar juga," kekeh Hunna tanpa rasa bersalah.

"Sudah, sekarang serius. Perintahkan tim Kemenristek untuk meneliti kayu pohon ini!" tegas Moza. Hunna dan Filecia mengangguk.

"Ngomong-ngomong, dari mana kau tahu Kota Jakarta?" tanya Moza setelah berpikir agak lama.

"Buku," kata Filecia enteng.

"Bahkan, kucing pun menaruh perhatian soal dunia manusia, ya ... " gumam Moza.

"Ya iyalah! Terus kau pikir buat apa ada Kementerian Manusia?" tanya Filecia.

"Tau ah! Aku mau lanjut jalan-jalan! Sini jipnya satu!" kata Moza seenaknya.

"Yang Mulia, saya sangat serius. Sebaiknya Anda tidak menyetir. Kita bisa mengatur seekor prajurit untuk menemani Anda, Yang Mulia, tapi jangan menyetir, saya serius!" Hunna memperingatkan.

"Benar, Jenderal. Dia akan meledakkan jip lagi kalau kita biarkan menyetir," ejek Filecia kejam.

"Diam kau! Kau saja sana, yang menyetir!" balas Moza sewot.

"Aku kan tidak bisa," elak Filecia licin.

"Huu! Kau saja tidak bisa, beraninya menghina!" sorak Moza sebal.

"Hahaha! Sudahlah! Jenderal, mana jip dan supirnya?" pinta Filecia.

"Baiklah, naik jip saya saja, Yang Mulia," Hunna mempersilakan. Dia sendiri turun.

"Terima kasih, Jenderal. Ayo, Filecia," kata Moza.

"Meluncur!" seru Filecia.

Kali ini, mereka memulai penjelajahan yang serius, dengan supir jip yang sudah memiliki SIM.

Harapan Baru [Buku 2 Trilogi Catez Prince] [Bersambung Ke Buku 3!]Where stories live. Discover now