02.

102 19 0
                                    


“Jadi, kau sudah menyatakan perasaanmu pada Sehun?” Mina bertanya ketika sore itu mereka janjian jalan-jalan di pusat perbelanjaan.
“Ya,” jawab Nana pendek.
“Dan ... diterima atau ditolak?” Mina terus bertanya dengan antusias.

Nana terus berjalan melewati orang yang berlalu lalang dengan manyun.
“Tidak dua-duanya. Diterima tidak, ditolak juga tidak.”
“Heh? Mana ada jawaban seperti itu?” Mina menyamai langkah Nana. Gadis yang hobi menggelung rambutnya itu mengangkat bahu.

“Kenyataannya memang begitu. Tapi, tak masalah. Diterima atau ditolak, aku siap dengan dua kemungkinan itu,” jawabnya cuek. Minah menatapnya dengan takjub.
“Waaah, kau hebat Nana. Sekilas kau memang tampak seperti anak kecil yang lemah dan cengeng. Tapi aslinya, kau benar-benar tabah dan tegar. Aku benar-benar tak menyangka. Salut buatmu,” gumamnya. Nana menatapnya dengan kesal.

“Anak kecil yang lemah dan cengeng? Mentang-mentang karena tubuhku mungil, begitu?” ujarnya jengkel. Mina cuma meringis. Mereka terus berjalan tanpa berhenti, melewati kios-kios baju. Tapi ketika sampai di ujung jalan, seseorang menepuk pundak Nana. Gadis itu menoleh, begitu pula Mina.

“Kris?” Mereka memanggil bersamaan.  Kris tersenyum.
“Tak kusangka akan ketemu kalian di sini. Jalan-jalan? Belanja?” cerocos pemuda tersebut.
“Nana sedang bad mood, jadi aku mengajaknya jalan-jalan?” celetuk Mina. Nana melotot ke arahnya.

“Bad mood? Kenapa? Aku sedang berkumpul dengan teman-teman SMP-ku. Tuh, di kafe sebelah. Sehun juga ada. Mau gabung?” Kris menunjuk ke arah Kafe di seberang jalan.
“Mau!” jawab Mina cepat. Nana mendelik. Tapi, akhirnya ia memang ikut bergabung dengan teman-teman Kris.

Ketika sampai di kafe yang dimaksud, beberapa anak muda berkumpul di sana, di bangku dekat jendela. Laki-laki dan juga perempuan. Sehun ada di antara mereka. Ketika melihat kedatangan Nana, cowok itu bersikap biasa dan tenang. Ia hanya tersenyum sekilas, lalu kembali asyik mengobrol dengan teman-temannya.

“Hai. Kenalkan, mereka Nana dan ...” Kris melirik ke arah Mina.
“Mina,” jawab gadis tersebut.
“Oh ya, Nana dan Mina. Mereka sekelas dengan Sehun,” akhirnya, Kris lah yang memperkenalkan mereka. Nana dan Mina tersenyum canggung.

”Sekelas dengan Sehun? Berarti kau juga sekelas dengan Yuri, kan?” Perempuan berambut panjang yang duduk di samping Sehun bertanya dengan antusias. Nana mengangguk.
“Dia aneh, kan?” ia terus berucap dengan antusias.
Nana mengernyit.

“Tak usah kaget. Dulu kami ‘kan satu SMP. Jadi kami sudah hafal seperti apa Yuri itu. Dia anak paling aneh di sekolah kami. Dan aku yakin dia juga akan terus aneh sampai tua. Dulu kami kerap menyebutnya patung hantu, karena yang ia lakukan hanyalah duduk diam tak bersuara. Dia juga seperti alien, ya, kan?” Perempuan itu tertawa.

Nana menatapnya dengan jijik. Ia paling tak suka jika seseorang membicarakan kejelekan orang lain.
“Iya, dia benar-benar berbeda dengan Nana, kakaknya. Nana orangnya cantik bagaikan dewi. Ia ramah, mudah bergaul, punya banyak teman. Sementara Yuri, aduh, mungkin anak itu akan jadi perawan tua sampai mati,” sahut teman yang satunya.

“Cukup!” Nana berteriak.

Mereka terdiam seketika lalu menatap Nana dengan kaget.
“Kalian bilang kalian satu SMP, mestinya kalian berteman, kan? Lalu kenapa kalian menjelek-jelekkan dia?” ucap Nana geram.
“Hei, kenapa kau marah? Asal kau tahu, kami lebih lama mengenal Yuri daripada kau. Jadi kami tahu betul kalau Yuri memang aneh. Dia orang paling jelek di sekolah kami, dan semua orang tahu itu!”
“Aku tidak berurusan dengan kekurangan-kekurangan Yuri. Tapi setidaknya kau tidak menjelek-jelekkan orang lain. Itu menyedihkan!” Nana terus membantah.

Perdebatan di antara mereka terhenti ketika tiba-tiba Sehun terbahak.
“Astaga, apa yang kalian ributkan? Jangan terlalu serius. Yuri memang begitu sejak dulu. Dan Nana, Nana-ku, ah, yang mati ya mati saja. Tak perlu dibicarakan lagi. Nanti dia bisa jadi hantu,” ucapnya. Dan ia kembali tertawa.

Bokura Ga ItaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang