Bab2

641 53 15
                                    

"Satu.Tanpa dua, tidak akan berarti"
-Asp-

KILATAN marah masih nampak diwajah Gaksa. Lelaki itu emosi bukan tanpa sebab. Gadis malang itulah penyebabnya, piala penghargaan yang didapat nya dua Minggu yang lalu sudah naas di lantai, bersamaan dengan pecahan telase yang menghiasi piala itu.

"Gue enggak mau tahu, elo harus ganti rugi" Nada biacara Gaksa berubah menjadi santai. Ia mencoba untuk merendam emosi yang memenuhi dirinya saat ini.

"G..ganti.. Rugi?"

Gaksa mengangguk dan menatap sinis Puri, "Iya. Elo enggak budek kan?"

"Gimana a..aku gantinya.." Cicit Puri.

Puri bingung setengah mati. Bagaimana ia harus mengganti piala itu? Piala Diamond yang didapatkan Di negara Amerika, yang katanya bila dijadikan rupiah akan mendapatkan nominal ratusan juta. Dengan kehidupan yang sederhana, bagaimana bisa dirinya mengganti piala itu?

"Terserah! Yang gue mau, tiga Hari lagi gue akan minta ganti rugi. "

"T-tap..i--

"Mudah aja. Kalo lo enggak mau, siap-siap  denger semua orang ngomongin elo." Gaksa menyeringai.
Setelah mengucapkan itu, Gaksa berbalik dan pergi diikuti oleh kedua temannya meninggalkan Puri seorang diri yang sedang menunduk gelisah.

***


Puri berjalan gontai, kakinya terasa berat dilangkahkan. Pikirannya melayang memikirkan kejadian yang sangat menyialkan tadi. Entah cobaan apa yang ia dapatkan ini, tak bisa dipastikan ia akan tenang setelah ini semua.

Memikirkan ganti rugi itu sangatlah memberatkan kepalanya. Dengan kehidupan serba sederhana serta penghasilan orang tua yang kurang mencukupi bagaimana ia bisa mengatasi semua itu.

Memang Gaksa adalah manusia terkejam yang pernah Puri temui. Manusia yang tak punya hati, yang berani menampar seorang perempuan tanpa  belas kasih. Ya, memang ini adalah kesalahan dirinya. Memang berawal dari dirinya. Tapi? Apakah pantas seorang gadis mendapat tamparan yang sangat menyakitkan itu? Haruskah seperti itu? Mengapa tak diselesaikan dengan cara yang baik-baik?

TINN!!

Suara keras dari klakson Mobil itu mengejutkan Puri. Ia membalikkan badan dan melihat dua Mobil sport  berbaris didepannya, berwarna hitam dan kuning merah.

"Heh stupid! Minggir! Kita mau lewat! Mau ditabrak ha?" Teriak pengemudi Mobil yang berwarna hitam.

Puri tersentak lalu meminggirkan tubuhnya mendekati tepian Jalan itu. Kedua Mobil itu berlalu pelan melewati dirinya yang sedang menatap pengemudi itu takut-takut.

"Waktu lo tinggal 60 jam"

WHATTSS?

***

"Assalamualaikum"  Puri berucap dengan lesu.

Gadis itu duduk dikursi sembari melepas kedua sepatunya, setelah itu ia masuk kedalam rumahnya dan meletakkan sepatu hitam putihnya pada rak sepatu berbahan plastik didekat jendela.

Kakinya melangkah memasuki Kamar tidur sederhana miliknya. Ruangan bercat biru muda yang sudah sedikit kusam itu sudah bertahun-tahun ia tempati. Sederhana tapi rapi, barang-barang didalamnya tertata dengan baik dan lumayan untuk dipandang. Walupun bayak barang-barang yang sudah lama Dan termakan usia, seperti lemari baju miliknya yang telah kusam tapi kekusaman itu sedikit hilang ketika bayak sticker yang menempeli kayu itu.

Didalam Kamar Puri terdapat satu lemari kayu berukuran sedang, yang disampingnya diletakan satu buah meja belajar dimana banyak buku-buku yang tersusun rapi didalamnya. Dengan kipas angin yang berukuran sedang menggantung di dinding biru muda itu, mengurangi suhu panas dalam ruangan kecil itu. Dan ditambah dengan  single bed tempat yang biasa  tiduri.

Puri menghela napas gusar. Duduk diatas kasurnya dan meletakkan tas dibawahnya. Ia masih bingung memikirkan permasalahan tadi. Ucapan Gaksa tentang 60jam lagi itu masih terngiang dikepalanya.

Darimana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Tabungannya pun tidak akan cukup mengganti piala itu.

Minta kepada ayahnya? Tidak akan mungkin diberi.

Ayah Puri hanyalah karyawan Toko baju dipasar. Gaji ayahnya pun tidak akan cukup untuk membayar itu semua. Dan untuk bayaran sekolah Puri pun untung-untung Ada beasiswa.

Demi apapun kepala Puri saat ini rasanya seperti ingin pecah. Bagaimana bisa ia mengganti uang sebanyak itu dengan kurun waktu kurang lebih 60jam lagi.

Huaaaaahhh. Ingin rasanya Puri berteriak sekencang-kencangnya Dan mengeluarkan semua isi pikirannya saat ini. Tetapi ia masih mikir, Puri tidak mau semua tetangganya mendatangi rumahnya Karena dirinya berteriak tidak jelas seperti orang Gila.

Dan akhirnya Puri hanya bisa menghela napas pasrah.

Tok.. Tok..

"Puri" Panggil seseorang dari sebrang pintu Kamar Puri

Tok.. Tok..

"Iya yah. Sebentar" Puri beranjak dari duduknya Dan membuka pintu kamar yang disana sudah Ada ayahnya berdiri dengan menenteng kantong kresek berwarna putih.

"Baru pulang, nak?" Tanya Gani, Ayah Puri sembari duduk disofa diruang tamu.

"Iya, barusan aja" Puri menggapai tangan Gani bermaksud untuk menyalimi ayahnya. Setelah itu ia ikut duduk di Single sofa disamping ayahnya.

"Kalo Ayah? Barusan aja pulang? Kok Aku enggak denger suara motor Ayah."  Ucap Puri, sembari melirik kearah pintu rumahnya.

Gani terdiam sejenak, "Oh, motor Ayah di bengkel. Biasalah penyakit lama" Ujarnya sembari tertawa kecil.

Puri hanya mengangguk.

"Oh iya" Gani mengambil katong kresek yang  dibawahnya tadi, Dan menyerahkannya kepada Puri.

"Ini apa Yah?" Tanya Puri

"Nasi Padang. Kamu belum makan kan?"

Puri menggeleng sembari menyengir kuda.

"Makasih Yah" Puri sangat senang bila ayahnya membelikan nasi padang kesukaannya. Kebetulan saat ini cacing-cacing diperutnya sedang demo meminta makan.

"Iya sama-sama. Sana ganti dulu seragamnya, terus makan" Gani mengusap puncak kepala anak perempuan satu-satunya itu.

"Oke, siap Yah" Puri bangkit dalam duduknya Dan melangkah masuk kedalam Kamar. Untuk saat ini ia melupakan sebentar masalahnya tadi.

Gani yang melihat itu Hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum.

*****

Hallo🙂
Adalah yang baca cerita ini?
Kalo Ada jangan lupa vote , comment Dan kalo bisa di share yah!😂😂.

Minggu, 15 Maret 2020.

@afrnsnia💦













King And "Babu"Where stories live. Discover now