_______________
Hari ini entah karena kepalanya terkena pukulan, setelah pulang sekolah Sera memiliki niat untuk menjenguk teman duduknya.
Perempuan itu memejamkan matanya merasakan empuknya sofa ruang tamu milik temannya itu. Ia mendengar suara derap langkah menuju ke arahnya, tapi Sera tidak peduli. Ia lelah hari ini setelah sekian lama menemukan rumah Jihan. Bahkan ia belum sempat pulang untuk mengganti seragam sekolahnya.
Memang niatnya untuk tidak pulang sebenarnya, menjenguk Jihan itu hanya alibinya saja agar ia tidak melihat perwujudan ayahnya yang berada di rumah.
"Kerasukan apa kau hingga datang menjengukku begini?"
Sera menyingkap matanya, lalu langsung bergerak mengambil segelas minuman yang dibawa Jihan. "Jangan besar kepala. Ayahku pulang, jadi aku malas di rumah."
Jihan mendesis mendengarnya, ia langsung duduk di samping Sera dan memperhatikan teman perempuannya itu yang sedang menegak minuman. "Ada tugas?"
Sera menggeleng pelan, menaruh minumannya di atas meja. "Jangan tanyakan padaku hal-hal seperti itu. Aku ini malas. Tidak bisa diandalkan."
"Pantas ayahmu selalu mengekangmu. Kau tidak pernah mau berusaha." Jihan menggelengkan kepalanya pelan.
"Hah, aku tidak peduli. Ayahku terlalu pesimis. Aku tidak suka. Kau tahu rasanya ketika dikekang dan dipaksa menuruti perkataan orang lain? Aku benci itu."
Perempuan Kim itu menghela nafas dan kembali menasehati temannya, "Karena kau anaknya Sera, tak mungkin orang tua melakukan hal yang akan menjelekkan anaknya. Ada alasan ayahmu menyuruhmu agar menuruti setiap perkataannya."
Sera berdecak, "Bukan hanya itu saja permasalahnnya, ayahku terlalu pilih kasih pada kakakku. Aku seperti dianggap––" Perempuan berambut hazel itu memunduk "––anak tiri di keluargaku. Memang aku dilimpahi banyak kemewahan, tapi itu semua tidak akan berguna kalau aku sama sekali tidak menikmatinya. Semua itu semu."
Jihan mengambil nafasnya kembali, memang temannya satu ini berkepala batu. Jadi sangat susah menasehatinya. "Kalau begitu kenapa kau tidak berusaha menyaingi kakakmu? Jika memang kau butuh keadilan ayahmu,"
Sera kembali merosotkan tubuhnya di sofa lalu memejamkan matanya, "Itu bukan gayaku."
Ya sudah, Jihan menyerah. Sera memang tidak bisa dikalahkan kalau berdebat. Sejenak Jihan nampak menekuk alisnya ketika mengingat ia libur sehari ini, itu berarti ia ketinggalan pelajaran kembali.
"Sera, coba ingat kembali pelajaran yang kau dapatkan tadi, apa tidak ada tugas? Aku takut ketinggalan semuanya."
Jihan melihat temannya itu tengah berpikir. Selain malas Jihan juga tahu kalau Sera itu pelupa, jadi sangat dianjurkan untuk mengeruk kembali ingatan gadis Park itu.
"Ada, tugas kelompok. Dikumpul dua hari lagi."
Mata Jihan melotot, "Astaga, kalau aku tidak bertanya, kau tidak akan memberitahuku?"
Sera mengangguk, "Iya."
"Sialan."
Melihat Jihan menatapnya sinis, Sera hanya mengedikkan bahu. "Salahmu sendiri tidak sekolah. Yang lebih penting adalah, kenapa kau selalu sakit? Dan anehnya alasan tidak sekolah hari ini karena sakit pinggang."
"Karena pacarku." jawabnya jujur.
Selagi mendengarkan, Sera mengambil kembali minumannya yang masih tersisa setengah gelas di atas meja. "Kau diapakan? Dipukul?"
Menggigit bibir dalamnya, Jihan nampak mengangguk kecil menanggapinya. "Iya, dipukul dengan cara yang halus."
Sera tiba-tiba mengangkat sebelah tangannya, mengode Jihan agar tidak melanjutkan lagi perkataannya. "Sudah, sudah. Aku alergi mendengar kalimat-kalimat cintamu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphrodisiac ✔
FanfictionCOMPLETED | BOOK 2 TERSEDIA DALAM BENTUK EBOOK Sejak kepindahan tetangga barunya, Jungkook lebih sering berada di rumah ketimbang pergi keluyuran. Dia adalah anak jurusan kedokteran di universitas ternama, dia pintar, tampan, dan cukup baik untuk uk...