1

10K 1K 114
                                    

Awalnya lagi nyari mood buat nulis lagi. Nemu ini di draft dan kayaknya bolehlah dijadiin pancingan buat kambek :v

Nama tokoh sesuai candaan hari itu :v nama anak GC, Random karakternya karena cuma inget di bagian si Tedi minta dijadiin cowok brengsek 😂. Kalo ceweknya karena cuma satu, dikasih nama asal aja biar adil daripada ngambil nama anak gc entar malah riboot 😗.

Okehh.... Ready?

Happy reading ♥️

_______________

Sepatu lusuh itu menapaki bangku kayu dengan gemetar, disusul kaki lain sama gemetarnya. Andin berdiri lurus menatap tambang menggantung di depannya. Hatinya berkecamuk masih ragu.

Gadis berseragam kusut itu menarik napas dalam dan isakan kembali lolos ia keluarkan. Wajah basahnya kembali dialiri air mata gara-gara peristiwa tadi siang.

Sebagai gadis miskin yang mendapat beasiswa di sekolah elite begini Andin sudah terbiasa di-bully dan dijauhi. Ia sudah terbiasa menjalani hari-harinya sendiri karena tak satu pun anak mau berteman dengannya. Dihina dan dikucilkan sudah hal biasa baginya, namun siang tadi Tedi Ce-eS sudah melewati batas.

Dipukul ataupun diludahi Andin masih bisa terima. Akan tetapi pelecehan seperti yang tiga anak itu lakukan padanya membuatnya merasa ada di titik paling rendah dalam hidupnya.

Andin menunduk menatapi dua tangannya yang terlihat samar dari mata bergenang air mata. Ia ingat bagaimana tangan itu dicekal supaya anak-anak brengsek itu bisa memegang dadanya dengan leluasa. Memang ia masih perawan untuk sekarang tapi siapa yang tau nanti? Tedi dan teman-temannya bisa saja menginginkan lebih suatu hari.

Andin gunakan dua telapak tangannya untuk menutup muka. Ia hanya gadis miskin yang tak punya apa-apa selain kehormatannya. Haruskah mereka renggut dan lecehkan juga harta terakhir itu? Andin berjongkok meneruskan tangisannya tadi siang. Sungguh, mengingat tubuhnya dijamah oleh mereka membuat ia ingin mati saja.

Beberapa menit berlalu, ruang kelas tak terpakai dengan beberapa kursi dan meja rusak berserak itu hanya dipenuhi dengan suara isakan Andin. Puas menangis Andin menguatkan tekat akan niat awalnya datang kemari. Andin berdiri lalu meraih simpul tambang dengan tangan gemetar. Terkejut luar biasa saat ternyata ia tidak sendirian di tempat itu.

Seorang anak laki-laki berkacamata masih berseragam juga seperti dirinya tersenyum mengangkat telapak tangan untuk menyapa. Tangkai kecil berwarna putih menjulur dari sudut bibirnya, tanda kalau anak itu tengah menghisap permen loli di mulutnya. Dan benar saja, saat laki-laki itu tarik gagang putih dari mulutnya, keluar bulatan merah dari sana.

"Saran gue... Jangan!" kata anak laki-laki itu.

"Kamu gak tau apa-apa," jawab Andin lirih.

Anak laki-laki itu mencebik sambil mengangguk. "Tapi gue gak mau jadi saksi mata bunuh diri di sini," ujarnya.

"Yaudah, pergi kalo gitu," jawab Andin.

"Enak aja," sanggah anak laki-laki itu. "Gue duluan yang di sini, elu lah cari tempat lain buat bunuh diri," kata anak itu tak terima.

Andin turun dari bangku sambil menggerutu. "Ya ampun, mau bunuh diri aja susah amat sih."

Laki-laki itu terkekeh geli.

"Kenapa ketawa?" tanya Andin menatap laki-laki itu galak.

"Geli," jawabnya. "Barusan digelitikin sama cicak."

Andin menahan bibirnya yang tiba-tiba ingin tertawa.

"Ketawa mah ketawa aja. Gak usah ditahan," kata laki-laki itu mengulum permennya.

BullyWhere stories live. Discover now