#1 Ketiban Sial(an)

59 5 2
                                    

Sudah jatuh, ketimpa sial pula. Karena cara Alan kabur terlalu ugal-ugalan, cowok itu tidak menyadari ada batu yang siap menghadang. Alhasil, keseimbangannya oleng. Aku terlempar dari gendongan. Tangan kananku mendarat duluan di kubangan becek akibat hujan semalam. Awalnya aku tak merasakan apa-apa, tetapi semakin lama tanganku semakin sakit. Denyut-denyut dicampur kebas beradu. Kupikir lenganku terkilir.

Aku tak peduli lagi dengan anak buah Bagas yang katanya akan menghajar pelapor Bagas dan Ran. Pasti orangnya Alan! Dia yang jingkrak-jingkrak kegirangan tadi.

Cowok itu merintih kesakitan, keningnya membentur puving block. Tidak ada cedera serius, karena cowok itu buru-buru bangkit dan berjalan ke arahku. "AHAHAHA, kamu kayak bocil yang abis main di kubungan bekas ujan!"

Disebut pendek, aku sudah terbiasa walau tetap menyakitkan. Namun, bocil? Hei, awas kamu!

Kuamati seragamku yang dipenuhi lumpur. Dia benar. Aku seperti anak kecil yang bermain dari pagi sampai petang, dari berwajah bersih sampai kumal, tak pulang-pulang sampai diguyur hujan. Jangan salah paham, bukan berarti aku setuju dikatai bocil. Ini hanya soal penampilan, oke?

"Aku oke. Anak-anak geng itu kayaknya udah diurus Pak Johan. Tadi aku denger suara beliau marah-marah."

Enggak nanya. Namun, kalimat keduanya cukup berguna. Syukurlah.

"Mau di sini terus? Itu kotor, lho."

Siapa yang mau coba?!

Dengan sewot aku berkata, "Panggilin Lovy sama Kana!"

Sekarang, cowok itu tampak patuh. Mulutnya yang suka membeo mendadak bisu. Jari-jarinya yang lincah menari di atas papan HP. "Sudah aku chat whatsapp," ucapnya.

Aku tam beran bila Alan mengetahui salah satu atau salah dua dari nomor sahabatku. Maklum, mereka sudah ditakdirkan menjadi orang famous sejak lahir.

Baik aku maupun Alan membiarkan hening menguasai. Untunglah, Lovy dan Kana datang cepat. Sambil berlari pula. Diam-diam aku khawatir mereka terpeleset lalu berakhir sama sepertiku.

Wajah Lovy memerah, kelihatan cemas. Dia membantuku berdiri sambil memandangku sendu. Alan mengeret dimarahi Kana karena tidak membawaku segera ke UKS. Postur tubuh Kana yang lebih tinggi darinya membuatku hampir tertawa. Apa tadi dia bilang? Malas berurusan dengan orang pendek?

○●○

Kebisingan di UKS membuat telingaku berdenging. Padahal ranjang-ranjang kosong. Sepi. Tidak ada Lovy atau Kana. Aku menyuruh mereka untuk fokus pada kegiatan klub dan organisasi masing-masing. Jangan pikirkan aku, aku kuat. Lalu, mereka meninggalkanku dengan enggan. Tidak ada pula yang menjadikan UKS tempat membolos dengan alasan pura-pura sakit. Bukan karena sebagian besar murid telah pulang. UKS SMA Laskar Nusantaralah yang ajaib. Atau tepatnya, Perawat Arieslah yang ajaib.

Usai merawat lukaku, dia mulai mengomel. "Tanganmu terkilir karena kesalahanmu sendiri. Kamu enggak bisa jaga diri baik-baik. Ngapain main gendong-gendongan segala? Mau sok romantis di sekolah, hah? Dasar anak zaman sekarang. Orangtuamu lagi pusing cari uang buat menghidupimu, kamu malah mesra-mesraan. Dengar, jangan ceroboh lagi kalau kamu enggak mau tanganmu diamputasi. Secepatnya, kamu harus segera periksa ke dokter. Penanganan di sini cuman langkah pertama dan seadanya."

Dia mirip Mak Lampir. Secara kiasan dan harfiah. Alisnya yang menukik dan bibir yang selalu melengkung ke bawah membuat siapa saja merinding. Mulutnya teramat pedas sampai-sampai pernah kena potongan gaji selama enam bulan gara-gara menceramahi Pak Nataprawira, Kepala Sekolah.

Mr. Secret Melody [Revisi]Where stories live. Discover now