CHAPTER 3

30 1 1
                                    

Semua berawal di tahun 2013 kira-kira, dimana kisah hidup baruku dimulai. Disaat itulah aku telah lulus Sekolah Dasar dan mulai melakukan pendaftaran Sekolah Menengah Pertama. Melanjutkan cerita diatas bahwasannya aku ingin meneruskan sekolah diluar kota bahkan diluar pulau hanya untuk bisa jauh dari orang tua pun terwujud. Akupun pergi ke pulau jawa tentunya dengan sang Ibu. Disitula aku mulai dikenalkan dengan yang namanya pondok pesantren. Dalam benakku "mungkin pesantren seperti di tv ya begitu-begitu saja pikirku" roh ibuku juga menceritakan bagian yang enak-enak saja. Kemudian aku menanyakan "Apakah disana banyak teman bu?" kataku, Ibu pun menjawab "Tentu saja". Pikiranku yang saat itu hanya bermain dan berharap bisa seharian penuh dengan temanpun tidak memperdulikan yang lain, bahkan untuk menyiapkan tes masuk sekolahnya pun tak kupedulikan.

Hari yang ku tunggupun akhirnya tiba, Aku diantar oleh Ibu dan keluarga yang ada di Jawa ke Pondok Pesantren tersebut. Aku masi tidak memikirkan apa itu pesantren dan bagaimana kehidupan didalamnya. Yang kupikirkan hanyalah aku akan dapat bermain dan akan bersama teman-teman baruku sepanjang hari. Setelah pengantaranku dan setelah merapikan barang-barang yang kubawa dari rumah merekapun pulang dan meninggalkan ku sendiri. Akupun mulai berkenalan dengan teman-teman satu kamar denganku, senang sekali rasanya saat itu.

Namun kesenangan itu tidak selamanya. Sebulan sampai dua bulan pertama aku masih sangat menikmati suasana namun masuk bulan ketiga suasana hati pun berubah. Aku yang dulu pertama kali masuk dengan sangat bahagia dan sumringah sekarang hanya bahagia ketika di hadapan teman-teman. Tidak jika aku sendiri terutama sewaktu akan tidur, semua terbayang. Membayangkan rumah, teman-temanku dulu, kampung halamanku dan banyak hal lagi. Aku merasakan sepi ditengah keramaian. Banyak yang terfikirkan namun tak bisa disampaikan secara ditail hanya saja cukup dengan menangis. Menangis adalah bahasa paling mudah kala itu untuk mengungkapkan apa yang ada di fikiranku.

Akhirnya perlahan bulan-bulan sulit itupun mampu kulalui. Meskipun banyak hal, banyak kesedihan yang belum terselesaikan dengan tuntas. Akupun mulai masuk tahun kedua disana, tepatnya kelas VII SMP. Di tahun ini aku mulai terbiasa dengan keadaan yang selalu menuntutku untuk bisa segala hal, dari mulai harus bisa ilmu agama ilmu umum komputer bahkan masak sekalipun Aku harus menguasainya. Semua ku lalui dengan teman-temanku, yang kuanggap lebih dari orang tua, karena merekalah yang selalu ada disaat susah maupun Aku bahagia, bahkan untuk merawatku sakitpun mereka ada. Namun bukan berarti di Tahun kedua ini tidak ada lagi kesedihan, tentu saja ada namun dengan versi berbeda. Di tahun kedua ini aku mulai ada satu ruang kosong yang ada dihati Ku. Semacam ada rasa rindu, kecewa, sedih, bahagia yang semua belum tertuntaskan. Namun Aku menfsirkannya dengan "mungkin rindu Ibu". Tetapi untuk bilang seperti itu tidak semudah kita mengungkapkan rindu pada pasangan kita. Apalagi Aku anak cwo yang mungkin bisa dibilang gengsi. Meihat teman-teman dijenguk oleh orang tua mereka, satu minggu sekali ada juga yang satu bulan sekali akupun merasa iri. Kenapa hanya aku yang tidak di jenguk, "apakah orang tuaku terlalu sibuk?" "ah memang posisi mereka denganku saja jauh kalau dekat mungkin akan sama seperti anak lainnya." Gumamku. Selalau timbul pertanyaan dan jawaban seperti itu dalam hatiku, hanya sebagai penenang dan penguat.

Pada akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Waktu itu ialah waktu diamana penantian panjangku berakhir yaitu kelulusan. Dimana semua kesedihan-kesedihan akan selesai, akan berganti kebahagiaan pikirku. Tak terasa tiga tahun berlalu dengan cepat, meskipun tak secepat itu dalam kenyataannya.

Setelah pengumuman hasil Ujian Nasioanal semua bahagia karena sekola kami lulus 100% ya walaupun sebenarnya kamipun tau kalau memang akan tetap lulus meskipun niali tidak sesuai standart yang diberikan. Namun kamipun tetap bahagia menyambut kelululsan terutama Aku. Tepatnya kebahagiaan dan kesedihan, kenapa? Karena ada kesedihan yang Aku rasakan kala itu, yaitu harus berpisah dengan teman yang Aku anggap sudah sebagai saudara sendiri. Namun Akupun tak mau berlarut dalam kesedihan, dengan mencoret baju dan memberi atau meminta tanda tangan temanku, menghilangkan sebagian sedih yang ada.

Bahagia yang kupikirkan akan muncul setelah inipun nampaknya tak berpihak. Kala itu prosesi wisuda dengan bangganya aku memakai baju toga dengan gagahnya menyombongkan diri bahwasannya aku telah selesai berjuang disini, itu harus ter patahkan dengan ketidak hadiran orang tua ku disisiku. Teman-temanku dengan bangga berfoto bersama bercanda bahkan saling bermesraan dengan orang tua mereka. Bukan aku tak memberi tahu mereka, namun jawabnya lagi-lagi karena jarak. Sebagaian hatiku mencoba untuk menenangkan bagian yang lain agar semua berjalan dengan baik-baik saja dan semestinya. Kesedihanpun kuakhiri dengan tak tuntas. Hingga sedih ini kubawa ke jenjang Sekolah Menengah Akhir.

ANTARA AKU HUJAN DAN RINDUWhere stories live. Discover now