04

133 16 2
                                    

"Nanti lo temenin gue ya Ta," kata Dio saat mereka sudah berada di kelas. Lima menit lagi bel masuk. Jadi mereka lebih memilih menghabiskan sisa waktu di kelas.

"Males," sahut Lita santai sambil memainkan ponselnya membuka aplikasi instagram.

Ica memandangi itu. Merasa bosan berada di kelas begini. Keadaan kelas juga tidak terlalu ramai karena masih jam istirahat.

"Gue keluar dulu ya," Ica beranjak bangun dari duduknya.

"Mau kemana?" Tanya Lita mendongak menatap Ica yang mulai berjalan keluar kelas.

"Ke depan doang, liat-liat." Kata Ica melangkah ke pintu depan mengarah keluar.

Ica menumpukkan tubuhnya di balkon memandang turun ke arah lapangan. Menikmati semilir angin yang menghempas rambutnya perlahan. Perasaannya kembali meringan. Andai saja, keputusan ini dia ambil sejak dulu. Pasti dia akan lebih lama merasakan masa SMA.

Ia memandangi lapangan di bawah. Ada beberapa murid laki-laki yang duduk berselonjor di pinggir lapangan. Sepertinya mereka baru saja selesai bermain basket sambil mengisi waktu istirahat. Di sisi lain juga masih ada beberapa murid yang berlalu lalang sambil berbincang bersama yang lain.

Ini menyenangkan. Ia tak menyangka kalau hal ini akan kembali terjadi padanya. Bahkan secepat ini.

Entah dapat serangan dari mana, tiba-tiba Ica merasa ada yang mencolek pundaknya. Ica terkejut bukan main. Rasanya seperti disetrum listrik. Tubuh Ica menegang, bulu kuduknya merinding. Dengan cepat Ica menoleh ke arah kiri, sumber dimana tadi ia merasa mendapat sentuhan.

"Eh? Lo kenapa?" Laki-laki yang tadi mengetuk kecil pundak Ica dengan jari telunjuknya itu terkejut dengan reaksi gadis di hadapannya.

"Lo... lo ngapain?" Tanya Ica terbata-bata.

"Gue mau manggil lo tapi nggak tau nama lo jadi gue nyolek pundak lo," kata laki-laki itu menjelaskan. Dia masih terkejut dengan ekspresi Ica yang seperti akan mendapat ancaman.

Ica mencoba menenangkan diri. Mengatur napasnya yang tadi sempat tercekat. Ica menarik napas dan menghembuskannya pelan. Dan ia ulangi sampai sekitar tiga kali.

"Lo kenapa sih? Kaya liat setan." Celetuk laki-laki itu. Merasa sedikit kesal juga melihat reaksi Ica yang menurutnya berlebihan begitu. Emang dia setan apa?

"Lo nyolek pundak gue ya gue kaget." Jawab Ica setelah berhasil memenangkan diri.

"Sorry sorry, gue nggak maksud ngagetin," ucap pemuda itu jadi merasa bersalah juga.

Ica hanya diam memandang laki-laki dihadapannya. Ini kan yang tadi pagi nolongin dia di deket lapangan? Siapa namanya? Arya? Arka?

"Lo yang tadi pagi kan?"

Mereka berdua sama-sama membulatkan mata terkejut. Entah dapat komando dari mana tiba-tiba menanyakan hal yang sama secara berbarengan.

"Lo di kelas ini?" Tanya laki-laki itu, Ica mengangguk menjawab pertanyaannya.

"EH ARGAKU SAYANG!" Suara Dio tiba-tiba terdengar dari arah pintu kelas. Terlihat Dio berjalan menghampiri Arga dan Ica.

"Hhhmmm ngapain lo deket-deketin temen gua?" Tanya Dio dengan mata menyipit, sok menyelidik.

"Paan sih?" Sahut Arga tak minat menanggapi. "Lo nggak baca group, apa?" Tanya Arga kesal, mengingat tujuan awalnya datang ke kelas ini.

"Hah? Group futsal? Kenapa?" Tanya Dio tak tau menau. "Hp gue di meja gue nggak tau,"

"Disuruh ngumpul sama Pak Edwin bentar."

"Sekarang?"

"Kemaren." Jawab Arga gregetan. Membuat Ica tertawa pelan, lalu menutup mulutnya saat Arga menoleh padanya.

HaphephobiaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin