SEBELAS

86K 5.5K 153
                                    

"Pak, udah mau tutup" ucap Kay yang mengusir Arkan.

"Saya tungguin. Saya antar pulang bahaya kalau kamu pulang sendirian mana udah jam 01.00 pagi" ucap Arkan sambil melirik jam tangannya.

"Hah? Nggak perlu Pak. Bapak nggak tau ya ada kebijakan baru kalau karyawan perempuan yang pulangnya malam itu menjadi tanggung jawab perusahaan untuk mengantarnya balik dengan selamat sampai kerumah" ujar Kay menolak ajakan Arkan karena bukankah lebih berbahaya lagi jika ia pulang dengan Arkan.

"Tidak ada penolakan Kay" tegas Arkan dan Kay menghela napas pasrah.

"Diantar sampai rumah kan tapi?" tanya Kay memastikan dan Arkan mengulum senyumnya.

"Tentu saja diantar sampai rumah. Rumah saya" ucap Arkan dan Kay mendelik kesal.

"Saya baru tau kalau bapak ternyata pandai bercanda" timpal Kay dan Arkan membidik manik mata Kay.

"Saya nggak pandai bercanda Kay. Saya selalu serius dengan ucapan saya" balas Arkan dan jantung Kay berdebar dihujat dengan manik Arkan yang menatapnya lekat.

"Kalau kamu nggak mau ya nggak apa-apa. Akan saya antarkan kerumah orangtua kamu" timpal Arkan lagi.

"Tapi saya pulangnya sejam lagi. Soalnya harus beres-beres dulu ini" ucap Kay dan Arkan tidak keberatan untuk menunggu. Kay dengan segera merapikan meja dan kursi sambil mengelap meja yang kotor. Arkan yang memperhatikan langsung menghela napas dan berdiri membantu Kay.

"Disini biar saya saja. Ada lagi yang harus kamu urus?" tanya Arkan yang mengambil alih merapikan meja kursi.

"Ada sih. Kasir" jawab Kay ragu.

"Tapi bapak nggak digaji ya untuk ini. Jangan minta potongan dari jatah gaji saya loh" ucap Kay dengan nada khawatirnya dan Arkan tersenyum lembut.

"Iya" ucap Arkan sambil mengacak rambut Kay yang masih dicepol keatas. Kay berdehem untuk menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba menggila melihat senyum Arkan dan sentuhan telapak tangan pria itu.

Kay dengan segera mengurus meja kasir beserta keuangannya. Setelah selesai Kay melepas apron yang melilit pinggangnya lalu ke kamar mandi untuk mengganti seragam kerjanya dengan baju kaosnya.

"Udah selesai Mbak Kay? Bentar ya aku ambil mobil perusahaan dulu" ucap Pak Kris, salah satu staff yang merangkap tugas untuk mengantar karyawan wanita yang kerja shift malam.

"Pak, malam ini saya pulang sama teman. Tadi kebetulan ketemu disini" ucap Kay sopan.

Pak Kris melirik Arkan yang berjalan kearah mereka.

"Oalah calon suami Mbak Kay ganteng ya. Serasi dengan Mbak Kay"

Mata Kay membulat mendengar ucapan Pak Kris. Ia tidak pernah berpikir bahwa ia dan Arkan cocok untuk menjadi teman hidup, kalau teman beradu argumen sih mungkin cocok.

"Udah Kay?" tanya Arkan dan Kay mengangguk.

"Duluan ya Pak Kris" pamit Kay dan Arkan juga mengangguk sopan.

"Saya nggak dibukain pintu?" tanya Kay saat Arkan langsung berdiri dipintu kemudi.

"Kamu kan punya tangan" ucap Arkan lalu langsung membuka pintu mobil untuk dirinya sendiri.

Kay mendengus lalu membuka pintunya sendiri. Emang Kay aja yang udah gila menganggap Arkan bisa romantis setelah menyanyikan sebait lagu tadi. Kay jadi malu karena kepedean merasa lagu itu Arkan nyanyikan untuknya. Melihat sikap Arkan yang kembali normal sekarang membuat Kay yakin bahwa tadi Arkan memang hanya bernyanyi sambil menatapnya. Sudah begitu saja!

"Bapak nggak ngantuk kan?" tanya Kay sambil menatap wajah Arkan. Well, dari samping rahang Arkan terlihat kokoh dan Kay menahan tangannya untuk tidak menyentuh bulu-bulu halus disekitar rahang Arkan.

"Nggak berkat segelas americano dan 2 gelas esspreso" jawab Arkan yang masih fokus ke jalanan.

"Kamu nggak takut apa pulang malam-malam begini?" tanya Arkan yang melirik Kay sekilas.

Kay menguap sebelum menjawab pertanyaan Arkan. "Ini udah pagi Pak. Udah jam 2 pagi. Sampai rumah biasanya jam setengah tiga subuh lalu saya langsung teler"

"Nggak sholat subuh?"

"Sholat tapi habis itu tidur lagi. Makanya bapak jangan nyuruh saya bimbingan pagi-pagi lagi. Saya masih ngantuk" lanjut Kay yang memprotes Arkan meminta Kay datang bimbingan jam 07.00 pagi kala itu.

"Kamu udah lama kerja begini?"

"Udah. Dari semester 6 sekarang semester 8. Udah hampir setahun deh kayaknya" lanjut Kay sambil menyandarkan kepalanya disandaran kursi mobil.

"Nggak capek?"

"Ya capek. Apalagi waktu masih kuliah. Pulang jam setengah tiga pagi eh jam delapan pagi udah harus ngampus lalu jam setengah dua siangnya berangkat lagi kerja" keluh Kay.

"Lalu kenapa nggak berhenti?"

Kay menatap Arkan sekilas sebelum menjawab pertanyaan Arkan. "Pas nerima gaji saya kehilangan niat untuk berhenti" jawab Kay sambil terkekeh. Harus ia akui bahwa Kay capek tapi gaji yang ia terima cukup sepadan dengan rasa capeknya.

"Apalagi sekarangkan saya pagi-pagi nggak perlu ke kampus untuk mengikuti kelas perkuliahan. Jadi makin nggak berniat berhenti saya" ucap Kay yang kembali menguap.

"Pak, saya izin tidur ya. Kalau udah sampai bangunin ya" pinta Kay dan Arkan hanya menggumam menjawab permintaannya.

"Antarin kerumah saya loh ya bukan kerumah bapak" ucap Kay sambil menyebutkan alamat rumahnya.

"Iya Kay" jawab Arkan sambil melirik Kay yang sudah memejamkan matanya. Arkan kembali berfokus pada jalanan dan mengantarkan Kay kealamat yang disebutkan Kay.

Arkan menghentikan mobilnya didepan sebuah yang ia yakini sebagai rumah kedua orangtua Kay. Arkan tersenyum sambil memperhatikan rumah Kay yang tidak banyak berubah hanya cat rumahnya saja yang diubah.

Arkan mengalihkan tatapannya ke wajah Kay yang masih terlelap membuat Arkan tidak tega membangunkan wanita itu yang terlihat pulas dan lelap. Arkan memberanikan tangannya untuk menyentuh mata Kay yang tertutup.

"Pantas saja semenjak semester 6 bawah mata kamu jadi sedikit menggelap" ucap Arkan pelan dan Kay masih terlelap damai tidak bereaksi atas sentuhan Arkan. Jemari akan mengelus pipi Kay yang lembut.

"Kamu sudah benar-benar lupa pada kenangan kita dulu ya? Padahal dulu yang merengek minta dinikahi itu kan kamu, Kay" Arkan kembali berdialog pada Kay yang tertidur.

Arkan menguap dan tidak sanggup lagi menahan rasa kantuknya saat jam menunjukkan pukul tiga subuh. Arkan tertidur dibalik kursi kemudinya dan Kay juga masih terlelap dikursi penumpangnya.

Kay menggeliat dan perlahan membuka matanya. Kay menggosok-gosok matanya. "Duh gue ketiduran" ucapnya dengan suara serak.

Kay melirik jam tangannya dan matanya membulat terkejut saat jam tangannya menunjukan pukul empat subuh. Kay menoleh ke kursi Arkan dan mendapati pria itu sedang terlelap membuat Kay tak tega untuk membangunkan Arkan. Alhasil Kay hanya bisa menikmati wajah Arkan yang sedang tertidur pulas menghadapnya.

Kay tersenyum tipis saat melihat mata yang selalu menatapnya tajam itu terpejam. Kay menghela napas saat ia merasa begitu damai dan tenang ketika menatap wajah Arkan yang sedang tertidur dengan napas yang teratur.

Kay bahkan tidak bisa menahan tangannya untuk tidak menyentuh wajah tampan Arkan. Ditengah udara pagi yang dingin, Kay merasa hangat ketika menyentuh wajah Arkan.

"Bukan pemandangan yang buruk untuk kamu pandang setiap pagi kan?"

Kay terlonjak dan refleks menarik tangannya dari wajah Arkan. Mata Arkan terbuka dan manik mata Arkan langsung menatap manik mata Kay. Kay salah tingkah melihat tatapan tajam Arkan yang terlihat menggodanya.

'Mati gue ketangkap basah' keluh Kay dalam benaknya.

SCRIPTSHIT (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora