get back

383 75 3
                                    

23 Maret 2017
Tiga tahun sebelumnya..

________


"Selamat ulang tahun Injunnie, semoga sehat selalu. Aku merindukanmu."

Jaemin meniup lilin yang menyala di atas cheese cake itu perlahan. Melepaskan lilinnya sebelum memotong kue menjadi beberapa bagian. Ini kali keduanya merayakan ulang tahun sang kekasih, tanpa sang kekasih yang mana seharusnya menjadi pemeran utama. The birthday boy.

Sudah dua tahun berlalu namun rasa sakit itu masih terasa bagaikan luka baru yang basah. Jaemin tak terbiasa tanpa Renjun. Ia hampa. Dunianya kosong.

Menghela nafas. "Apa aku harus berhenti? Dipikir seperti apa juga dia telah meninggalkanku."

Menyuap potongan kue ke dalam mulut. Cheese cake sama sekali bukan makanannya, namun lagi-lagi karena Renjun, Jaemin mulai menyukai kudapan manis tersebut.

Dua tahun berlalu semenjak kepergian pria mungilnya. Jaemin masihlah seorang mahasiswa semester 7 di Seoul University. Walau begitu sang ayah telah memberikan jabatan sebagai karyawan kelas menengah di perusahaan keluarga mereka. Na Law Firm Corporation.

Ditatapnya cincin di jari manis tangan kiri. Cincin yang selama ini dipakai untuk menunjukan status kepemilikannya dengan si kecil Huang. Benda yang seharusnya tersemat di jari-jari lentik sang kekasih. Walau kenyataan telak adalah, Renjunnya tak pernah kembali.

"Apa aku harus merelakanmu Moomin? Seperti inikah.." dengan berat hati dilepaskannya cincin tersebut.

Bersamaan dengan tangisnya yang meluruh. Sungguh sakit sekali kenyataan yang harus ia hadapi. Jaemin menyesal, ia menyesal telah mencintai Renjun sepenuh hatinya.

Semua cinta dan kasih sayang dalam diri pria Na itu telah terenggut oleh Renjun. Namun ia lebih menyesal karena tidak bergerak lebih cepat hingga semesta yang harus memisahkan mereka berdua.

________


"Nana!"

Jaemin menoleh dan tersenyum melihat teman sejurusannya berlari menghampiri. Ia mengusak rambut cokelat milik si pria berkulit eksotis tersebut.

"Terlambat bangun lagi Hyuckie?"

Donghyuck, atau yang biasa dipanggil Haechan mengangguk dengan bibirnya yang mencebik. Terlihat menggemaskan.

"Mama tidak membangunkanku malah langsung pergi," gerutunya kesal.

Jaemin menggelengkan kepala. "Kau kan sudah besar, seharusnya bisa bangun sendiri."

"Ah itu sedikit sulit, hehe. Ya! Kau sendiri tahu aku benci bangun pagi, makanya lebih sering mengikuti kelas siang." Ujar Haechan sebal.

Ia merapikan tatanan rambut yang sempat dirusak oleh Jaemin. Mengikuti langkah jenjang si pemuda Na menuju kelas mereka.

"Nana."

"Ya?"

Haechan terlihat ragu namun ia merasa perlu untuk menanyakan hal ini. "Mm, itu.."

"Apa?"

"Eh, eum aku.."

Jaemin berdecak. "Lee Donghyuck, bicara yang benar jangan seperti bayi."

Haechan mendelik. "Ish, aku kan cuman mau bertanya apa kau masih memikirkan Renjun atau tidak?! Begitu saja galak!"

Dengan menghentakkan kaki kesal Haechan berlari ke kelas, mendahului Jaemin yang masih berusaha mencerna ucapannya.

Tahu darimana dia soal Renjun?

__________


Pikiran Jaemin melayang, padahal dosen di depan kelasnya sedang menjelaskan materi. Ia tak menggubris. Hanya ada satu objek yang dapat mengacaukan fokus Na Jaemin.

Tentu saja hal itu disadari oleh Haechan. Pria dengan marga Lee itu mendengus. Memikirkan Huang Renjun lagi?

Tak lama wajahnya berubah sedih. Haechan tersenyum miris. Ternyata memang hanya ada pria itu di hatinya. Apa aku harus menyerah?

"Kalau kau tidak berniat untuk serius di kelasku, feel free to step out from the class Na Jaemin." Teguran dari sang dosen membuyarkan lamunan Jaemin.

"Ma-maafkan saya seonsangnim." Ujar Jaemin menyuarakan rasa maafnya.

Kelas berlanjut dan Jaemin berusaha keras mencoba memfokuskan dirinya, menghalau bayang-bayang si kecil agar tak menganggu konsentrasi.

Hati Haechan mencelos melihat itu.

Harusnya aku tahu, Jeno benar. Tidak ada tempat untukku, tidak ada tempat untuk siapapun.

________


Lulus dari Seoul University putra tunggal dari Na Baekjoo itu memutuskan untuk merantau ke negeri Paman Sam. Katanya ia ingin memulai semua karirnya sendiri dari bawah. Berat hati sang ibu melepasnya.

"Kenapa bukan ke Incheon saja kalau ingin merantau? Boston itu jauh, sayang." Ibunya masih belum rela melihat Jaemin akan pergi.

Jaemin tersenyum, ia sendiri juga berat. Hanya saja dirinya perlu menjauh dari tempat berisi kenangan tentang sang kekasih--ah mantan kekasih.

"Ibu, sebentar lagi aku harus masuk pesawat. Tak ingin mengucap salam perpisahan yang manis?"

Jaemin merentangkan tangannya lalu disambut pelukan erat sang ibu yang menangis karena tidak akan bisa lagi melihat wajah sang anak dirumah.

Ayahnya menepuk pundak Jaemin bangga. "Kalau memang ini keputusanmu Ayah harap kau tidak menyesal. Dan kembalilah dengan keadaan utuh."

Keduanya tertawa jenaka. Yah, setidaknya Jaemin tahu, ia akan baik-baik saja. Karena ayah dan ibunya percaya, ia adalah anak yang kuat.

Selamat tinggal Seoul, selamat tinggal Renjun

Aku pasti akan pulang ke Seoul, namun aku tak yakin kau akan pulang padaku

Location Unknown [ㅈaem-ㄹen] ✓Where stories live. Discover now