to you

390 75 0
                                    

21 Februari 2020
09:30 P.M, Boston, Amerika Serikat

Sesampainya di kamar ia menghela nafas. Lelah sekali, seharian berkutat dengan pekerjaan dan bahkan hanya mendapatkan waktu lima belas menit untuk makan siang. Meskipun begitu pekerjaannya sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab. Dari mana lagi ia akan menghasilkan uang jika bukan dengan bekerja.

Setelah melepas dasi dan kemeja ia langsung masuk ke kamar mandi. Menyalakan shower dan membiarkan pancuran air itu membasahi tubuhnya. Rasa sejuk menyelimuti sekujur badan, segar sekali, rasanya ia memang butuh ketenangan seperti ini.

Pikirannya melayang pada kejadian beberapa jam lalu. Saat itu dirinya baru saja keluar dari gedung kantor, berniat untuk mengambil mobil di pelataran parkir. Namun netranya menangkap figur seseorang yang bahkan tak pernah ia sangka akan muncul. Setidaknya bukan sekarang.

Beberapa jam lalu...

________


Ia telah menyelesaikan berkas-berkas yang akan dipersiapkan untuk rapat esok pagi. Segera ia menyusuri langkah menuju tempat dimana mobilnya berada. Badannya terasa kaku, ia ingin cepat-cepat pulang ke rumah.

"Kupikir mandi air hangat adalah ide yang bagus."

Tangannya yang merogoh untuk mengambil kunci di saku di celana terhenti. Ada seseorang di depan mobilnya.

"Huang.. Renjun?"

Ia tercekat. Sebongkah batu seolah menahan pernafasannya di pangkal tenggorokan. Ia tak ingin percaya dengan apa yang dilihat, namun dirinya yakin matanya belum buta.

Bibirnya kelu, hampir lupa bagaimana rasa familiar dari mengucap nama itu. Padahal dulu ia sangat menyukai sensasi saat mendengarnya.

Ia hanya bisa mematung.

Sementara sosok yang berdiri di hadapannya kini mengembangkan senyum tipis. Yang begitu menawan, yang masih sanggup membuatnya berdebar. Dan ia yakin, senyumannya adalah salah satu dari beberapa hal berharga yang tak akan pernah bisa ia lupakan.

"Na.."

Panggilan itu, ya panggilan dari sosok yang ia rindukan selama hampir lima tahun terakhir. Mengalun lembut dari kedua belah bibir kecil-manis pujaan hatinya.

"Kau, Huang Renjun? Tidak, tidak, pasti aku sedang bermimpi."

Ia tertawa miris, mengusak rambut kasar sambil merutuki daya kerja sang otak. Brengsek sekali halusinasi kali ini, terasa begitu nyata. Ia bahkan sempat mengira dapat mencium wangi parfum Renjun. Oh ya ampun, bisa gila dirinya.

Tetapi dilihat dari sudut manapun lelaki di depannya memanglah benar Huang Renjun. Postur tubuh ramping dan pendek, mata rubahnya, kulit seputih porselen. Tak ada yang berubah dari si kecil.

Hanya saja raut ketegasan tercetak jelas di wajah manis prianya. Yah Renjun sudah dua puluh tahun lebih, wajar bila ia berpenampilan semakin dewasa. Rambut hitamnya juga sudah berganti menjadi golden light.

"Na, aku kembali." Langkah kecil-kecil membawa sosok Renjun kepadanya.

Jarak diantara mereka begitu tipis sekarang. Ujung sepatu mereka bersentuhan. Pria yang dipanggil Na menunduk menatap wajah Renjun yang balas menatapnya dengan binar mata laksana bintang. Mengabsen satu persatu segala hal kecil dari si submisif.

"Aku merindukanmu," bisik Renjun, hampir tak terdengar.

Asal Renjun tau, dirinya merasakan hal yang sama, bahkan lebih besar. Dan ia tak peduli apakah memagut bibir dari sang mantan kekasih adalah perlakuan yang pantas ia beri pada Renjun setelah bertemu lagi untuk pertama kalinya.

Location Unknown [ㅈaem-ㄹen] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang