MPI || 4

122K 13.4K 493
                                    

Afrah membenahi mukena dan sajadah yang sempat dikenakan, ia baru saja menunaikan salat Isya. Jangan ditanya bersama siapa ya! Karena, barusan Afrah salat sendirian saja, 'kan Afrah belum punya laki-laki yang siap mengimami.

Sebenarnya ... dirinyalah yang belum siap menjadi makmum. Tanggung jawabnya pasti berat. Apa-apa, melakukan ini-itu harus mempunyai ijin dari suami, ribet mungkin ya?

Sementara 'kan Afrah tidak suka sesuatu yang ribet-ribet.

Afrah menggelengkan kepala, untuk apa dirinya memikirkan hal yang belum terjadi? Lebih baik ia menikmati masa yang kini ada, salah satunya dengan menyemil makanan.

Tersenyum, Afrah pun berjalan ke arah lemari khusus makanan ringannya. Iya, Afrah memang menyediakan sebuah rak berukan cukup besar untuk menampung makanan-makanan ringan yang dibeli. Jadi, kalau Afrah sedang ingin menyemil, Afrah tinggal ke sana, memilih salah satu bungkusan dan ... taraaa, ia bisa menggerakan mulut dan giginya untuk mengunyah.

Ya, segampang itulah menikmati hidup, cukup ditemani dengan keripik kentang dan teh kotak. Lalu bersyukur. Maka, nikmat tuhan manakah yang kamu dustai?

Sesaat setelah menikmati momen hidup, telinga Afrah pun bergerak-gerak, karena ia mendengar pintu kamar yang diketuk. Afrah mendengus, lalu berucap, "Masuk! Nggak dikunci kok."

"Lo lagi ngapain?"

Afrah memutar kepala, menoleh pada Mufrih yang masih menyender di kusen pintu. Mufrih mengenakan baju koko dengan celana kain hitam sebagai bawahan. Terlihat tampan dan menawan. Apalagi jaman sekarang, jarang sekali pemuda-pemuda yang berpakaian seperti Mufrih.

"Lagi ngemil aja. Lo sendiri dari mana Dek?"

"Dari mesjidlah. Gue salat berjama'ah, belajar ngaji juga sama Kak Ibra."

"Punya kakak baru lo?"

"Iya. Bosen gue punya bentukan kakak kayak lo."

"Itu mulut ya!"

Mufrih terkekeh. Melihat Afrah kesal adalah suatu kebahagiaan tersendiri untuknya. Kakaknya yang memiliki wajah baby face itu selalu membuat Mufrih gemas sendiri. Bahkan saking baby facenya terkadang kalau mereka berdua berpergian bersama, orang-orang pasti akan menganggap mereka sepasang kekasih atau teman sebaya.

Menurut Mufrih, Afrah itu cantik, sukses, baik, salehah. Ya setidaknya, kakaknya sudah mau berhijrah. Hijrah yang pertama, yaitu hijrah dengan hati kepada Allah dan Rasulullah.

Saat awal-awalan hijrah, Mufrih masih ingat ketika Afrah bertanya kepada Abah, "emang ada berapa bentuk hijrah Abah?"

Abah tersenyum, lalu menjawab, "Yang Abah tau, Imam Ibnu Qoyyim membagi hijrah menjadi dua macam. Pertama, hijrah dengan hati kepada Allah dan Rasulullah. Kedua, hijrah dalam artian meninggalkan negeri kufur menuju Islam. Dan di antaranya, hijrah yang pertama adalah hijrah yang paling dianjurkan."

Saat itu, Afrah dan dirinya mengangguk. Selalu saja, jika bersama Abah, mereka akan mendapatkan ilmu baru.

"Makan malam tuh Kak. Suruh Umi," ujar Mufrih, sembari melepas peci dan menyugar rambut hitamnya.

"Bentar dulu," Afrah menyela. "Ibra-Ibra itu siapa?"

Afrah masih penasaran karena ia baru mendengar nama orang itu disebutkan. Dan perasaan, di komplek perumahannya pun, tak ada laki-laki yang bernama Ibra.

"Itu? Dia tetangga baru kita."

"Oh." Afrah mengangguk. Ternyata tetangga barunya toh. "Yaudah lo duluan aja, gue mau make khimar dulu."

My Perfect Ikhwan [REPUBLISH]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin