Chapter 41

6.4K 252 6
                                    

Arka saat ini sedang berada di teras rumah. Duduk dengan beberapa file ditangannya. Dia beranjak masuk untuk mengambil file yang tertinggal di kamar. Saat menarik file itu tak sengaja dia menjatuhkan sebuah buku kelantai.

Dia menoleh dan langsung mengambil buku itu. "Buku diary mama?" gumamnya.

"Bang, makan." Adel tiba-tiba muncul tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Iya udah, nanti abang kesana." ucapnya dengan ekspresi datar. Padahal sudah beberapa kali Arka memperingatkan adiknya untuk mengetuk pintu terlebih dulu sebelum masuk.

"Oh, oke." Adel keluar kamar cowok itu.

Arka teralih pada buku diary ditangan nya. Terakhir dia membaca adalah saat dia baru menemukan nya. Dia lalu menaruh buku itu di laci. Mungkin kapan-kapan dia akan membacanya.

Dia mengambil file itu lalu keluar dari kamarnya. Di meja makan terlihat Adrian yang sedang duduk dengan beberapa kresek didepannya.

"Adel mana?"

Adrian menelan gorengan dimulutnya. "Kerumah Ana."

Arka mengangguk lalu Berjalan menuju dapur untuk membuat kopi untuk dirinya. Kebiasaan cowok itu selalu meminum kopi saat pagi jika tidak sekolah.

"Lo mau kemana, Ar? Nggak ke kantor bokap lo? Lo bukanya mau kesana, ya?"

"Gue mau nganterin Ana kontrol."

Adrian tersenyum jahil. "Peduli banget lo sama itu cewek." ledek cowok itu. Dia cukup takjub dan kaget kemarin Arka menunggu Ana dirumah sakit semalaman hanya karna Adel yang memintanya. Dan sekarang cowok itu terang-terangan mengatakan akan mengantarkan Ana kontrol dan menunda pergi ke Jakarta untuk mengurus perusahaan ayahnya.

Kenal hampir 4 tahun sebagai sahabat membuatnya paham betul watak lelaki itu. Arka adalah orang tercuek dan termenyebalkan dari sekian banyak orang yang Adrian kenal. Tetangganya terjatuh dari atap dihadapan Arka sendiri saja diabaikan.

Arka menarik kursi dihadapan Adrian. Menyeruput kopi hasil buatan nya. Tiba-tiba Adel dan Ana datang dan langsung mengambil duduk dikursi kosong disana.

"Punya gue mana bang?" Adel membuka satu persatu kantong kresek.

Adrian memberikan nasi milik gadis itu. "Nyarinya pake mata jangan pake mulut," ucap Adrian membuat Adel mendengus.

"Mata lo kenapa, Na? Abis nangis ya?" tanya Adrian pada Ana.

Adel menepuk lengan cowok itu keras. "Kak Ana abis putus. Wajar lah nangis. Namanya juga cewek," bisik Adel sementara Adrian mengangguk paham.

Ana lebih memilih mengambil nasi milik dirinya dan memakannya.

"Oh, iya kakak mau kontrol kapan?" tanya Adel memecah keheningan.

Ana tersenyum kecil. "Nanti abis ini."

Adel mengangguk, dia menoleh saat Adrian menepuk bahunya. "Emang kalo cewek abis putus gitu ya?"

"Gitu ya gimana?" Adel berbisik.

"Ya nangis gitu." Adrian berbisik namun bukan berbisik karna Ana sejak tadi mendengarnya. Arka bahkan memutar bola matanya melihat tingkah dua orang itu.

"Alah. Gausah so polos deh bang. Gue tau mantan lo banyak." Adel mencibir.

"Iya kan nggak tau kalo abis putus cewek tu nangis-nangis gitu."

"Kenapa? Kok nggak makan lagi?" tanya Arka saat melihat Ana malah hanya memperhatikan nasinya.

"Udah kenyang."

"Yaudah, lo siap-siap, kita keruma sakit sekarang aja."

Ana mengangguk pelan lalu bangun dari duduknya dan kembali kerumah. Setelah kepergian Ana, Arka juga memutuskan masuk kekamarnya untuk bersiap.

Setelah siap diapun segera keluar untuk menemui Ana. Ternyata Ana sudah menunggu nya diteras. Mereka lalu berjalan kearah mobil Arka sebelum tiba-tiba Revan menghampiri mereka berdua. Entah sejak kapan cowok itu datang.

"Mau ngapain kamu kesini?" tanya Ana.

Dia melirik sekilas Arka. "Aku mau ngomong berdua sama kamu." Revan menarik tangan Ana menjauh dari Arka.

Dia menarik napas nya dalam. "Aku hargain keputusan kamu. Aku cuma mau minta maaf kalo selama ini aku nggak bisa jadi yang terbaik buat kamu. Aku cuma ngerasa belakangan ini kita renggang. Kita udah nggak searah lagi."

"Nggak searah karna dari awal kamu nggak pernah mau setujuan, Van."

"Aku minta maaf, Na. Ini salah aku."

Ana menggeleng. "Ini bukan salah kamu. Emang seharusnya kita introspeksi diri masing-masing."

Revan mengangguk. "Ya, aku tau." dia memegang kedua bahu Ana. "Jaga diri kamu baik-baik ya? Aku bakal selalu ada dibelakang kamu. Aku harap kamu dapet yang lebih baik dari aku." ucapnya, kemudian berbalik dan pergi dari sana.

Bukan ini maunya, tapi dia tak ingin terus melukai gadis itu. Dia fikir dengan menyudahi hubungan nya, setidaknya tidak akan membuat mereka berdua kembali terluka. Dia akan tetap selalu bersama gadis itu apapun yang terjadi. Walaupun bukan menjadi kekasihnya lagi.

Ana menatap kosong kedepan. Sungguh bukan ini yang dia inginkan. Dia ingin berteriak dan berkata jangan pergi pada cowok itu. Tapi dia tak bisa. Bibirnya seakan kelu bahkan hanya untuk mengucapkan sepatah kata.

Arka menghampiri cewek itu. Menepuk pundaknya pelan. Ana tersentak, dengan cepat dia menghapus air matanya. Menarik nafas dalam lalu menoleh pada lelaki dibelakangnya. "Yuk," Ana menarik tangan Arka namun Arka menahan nya. Membuat gadis itu menoleh lagi.

"Kenapa? Ayo jalan. Udah siang, nanti telat lagi," ucapnya dengan senyuman seolah tadi tidak terjadi apa-apa.

Ana menarik lagi tangan Arka dan kali ini cowok itu hanya pasrah saja.

Sementara Revan masih setia melihat gerak-gerik dua manusia tersebut dari dalam mobil. Dia menghembuskan nafas berat. Kemudian menlajukan mobilnya, meninggalkan pekarangan rumah cewek itu.

Tbc.

Cowok mah gitu ya:(

[AHS#1] Arka Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt