sakit hati

68 14 0
                                    

Rasanya, air yang membasahi kepala Atala membuat sebagian rasa sakit kepalanya terasa ikut mengalir jatuh. Membuatnya menikmatinya dalam dunia gelapnya.

Masa bodo dengan malam yang semakin petang. Nyatanya, malam pun tak peduli jika Atala sedang sakit hati.

Pintu kamar mandi terdengar di ketuk, membuat Atala menoleh ke sumber suara. "Non? Non Atala? Non sudah selesai belum mandinya?" Tanya bi Inem. Terdengar suaranya bergetar dari luar sana. Pertanda jika beliau sedang cemas.

Atala tak menjawabnya, air shower mengguyur kepalanya begitu deras, tubuhnya terasa tak mampu bangkit.

Perlahan air bening dalam matanya kembali mengalir, turut membasuh pipinya yang terasa nyeri akibat tamparan dari Angel beberapa menit yang lalu.

Nyatanya siapa yang tau? Jika Atala benar-benar ingin segera mengakhiri hidupnya.

•••••

"Ta? Atala? Ini gue, masa lo mau tidur terus sih, gue udah bela-belain datang kesini buat lo, bangun dong Ta."

Sayup-sayup terdengar suara dari samping Atala. Atala tersadar, perlahan matanya terbuka.

Untuk kesekian kali, ada harap yang tersemat dalam hati Atala. Semoga bisa melihat, namun saat matanya benar-benar mengerjap, tak ada satupun cahaya yang terlihat.

"Ta?" Atala menurunkan tangannya. Suara Bagas menyita seluruh rasa sakit dalam dirinya. Atala bangkit berniat untuk bersandar pada headboard.

"Sini ayah bantu."

"Nggak perlu!" Sanggah Atala, tangan Bagas di tepisnya.

Seseorang duduk di sebelahnya, mengusap rambutnya lalu beralih ke pipinya. Atala tau jika itu adalah Neta.

Bagas kembali merayu, mencoba membelai putrinya, namun percuma. Atala tak sudi.

Atala kemudian berontak, diacabut selang yang ada di tanganya, ia pukul-pukul dadanya. Rasanya semakin sakit, namun tidak sesakit saat tau jika Bagas telah lama berubah.

"Hey, Ta. Atala dengerin ayah."

"Kamu bukan ayah!" Teriaknya, tenggorokannya terasa perih, mungkin efek karena ia belum minum air sama sekali selama pingsan tadi.

Sekuat tenaga Atala menyerang, memukul Bagas, menarik rambut Bagas dengan naas, namun tidak membuat laki-laki itu beranjak dari sana.

"Pergi kamu!"

"Ta, hey tenang. Istighfar, jangan begini Ta," Kata Bagas, ia sudah tak kuasa menahan air matanya. Ia rengkuh tubuh Atala dalam dekapannya.

Atala merasa hangat, namun tidak. Atala kembali menyerang. Hatinya sakit.

Atala memukul punggung laki-laki itu. Ia mencoba melepas rengkuhannya namun tertahan saat tubuhnya justru menolak untuk pergi dari tubuh yang memeluknya.

"Ayah," gumamnya parau.

Bagas mengusap lembut punggung serta rambut Atala. Ia kecup kepala anaknya. "Ayah disini Ta."

"Ayah jahat," gumam Atala lagi, suaranya bergetar hebat.

"Maafin ayah."

Atala menangis, tangisnya begitu sakit hingga membuat dadanya sesak.
"Ayah jahat! Ayah jahat!" Atala kembali tersulut. Dia pukuli kembali tubuh Bagas hingga pelukannya terlepas. Neta langsung berlari dan duduk di dekat Atala.

"Ta? Tenang. Ini gue. Neta." Kata Neta berusaha menenangkan Atala.

Atala tersentak, ia arahkan kepalanya ke arah Neta. Seolah memberi tau, inilah keadaanya. Inilah Atala yang sebenarnya. Neta pun segera memeluknya, ia usap punggung serta rambut Atala seperti apa yang di lakukan Bagas.

"Dia itu gila mas! Udah berapa kali sih aku bilang buat kirim dia ke rumah sakit jiwa? Ibu tiri Atala bersuara. Bersedekap sambil memaki Atala, sedangkan Angel tersenyum sinis di sebelahnya.

"Tante yang gila!" Sahut Atala, matanya memerah tertuju jelas ke arah Ambar. Pelukannya di tubuh Neta merenggang.

"Tante jahat! Tante itu jahat!"

"Cukup Atala!" Bentak Bagas.

Atala tersentak. Bagas kembali berusara "Bukan berarti kamu sakit, kamu bisa seenaknya bilang mama kamu jahat!"

"Dia bukan mama Atala ayah! Dia bukan ibu! Dia iblis!"

Satu tamparan lolos di pipi Atala. Panasnya menjalar sampai hatinya. Kemudian tanganya terangkat, mengusap bekas tamparan tangan Bagas.

"Apa yang Om lakuin?! Atala itu sakit, seharunya Om enggak pantas tampar Atala!" Kata Neta.

"Karena dia udah kurang ajar!"

"Tapi Tante Ambar juga udah kurang ajar. Dia udah bilang Atala gila! Padahal Atala enggak gila!" Jawab Neta cepat, membuat Bagas kehilangan kata-kata.

Bagas mengangkat kepala, memperhatikan Atala sebentar lalu kemudian bersuara." Inem, urus anak itu."

Na.

BlindWhere stories live. Discover now