Chapter 4

11.5K 756 13
                                    

Adelia berjalan ke arah pria itu dan berdiri tepat di depannya dengan berhalangan api unggun. Gadis itu menelan ludahnya dengan susah payah. "Hai..."

Pria itu masih dengan pandangannya yang sama. Menilai dan itu cukup mengganggu tapi Adelia tahu kalau dia tidak punya pilihan. Pria di depannya satu-satunya harapannya.

"Aku berjalan ke sini tanpa tujuan dan aku tersesat. Bisakah kau bantu aku ke jalan yang cukup aku kenali. Teman-temanku akan sangat khawatir denganku. Jadi bisakah..."

Pria itu berjalan ke arah Adelia. Dia melewati api unggun dan mengejutkan sekali, saat pria itu memeluknya. Benar-benar memeluknya dengan erat hingga membuat Adelia harus merasakan sesak pada dadanya. 

"Lepaskan, kau menyakiti aku."

Pria itu kemudian melepaskan pelukannya. Membuat Adelia memegang dadanya sendiri yang sesak oleh pelukannya. Gadis itu menatap sosok itu dengan setengah kesal. Memberikan lirikan tajam padanya yang membuat pria itu hanya menatap masih dengan bingung kali ini. 

"Apa yang kau lakukan? Memelukku?"

"Adelia Clark?"

"Hah? Kau tahu namaku?" Adelia menunjuk dirinya sendiri. Dia mencoba mencari pria itu di kepalanya. Dia tidak amnesia dan sosok seperti pria itu bukan orang yang mudah untuk dilupakan. 

Mata biru yang menggugah gadis manapun. Lalu rambut silver yang cukup terang. Pria ini akan menarik dia dalam tatapan pertama seperti yang dirasakannya tadi. Pria ini tidak akan menjadi asing seperti sekarang. Lalu apa yang membuat pria ini tahu namanya?

"Bajumu. Tertulis Adelia Clark."

Adelia menunduk dan dia bahkan ingin menyumpahi dirinya sendiri. Tentu saja pria ini tahu. Jaketnya memang tertulis namanya. Jaket yang dia pakai adalah jaket yang sengaja dia bikin bersama teman-temannya dan mereka mengukir nama mereka di sana. Astaga. Kenapa dia bahkan tidak kepikiran ke sana. Pria di depannya menumpulkan otaknya. 

Adelia akan memukul kepalanya tapi tangannya tertahan oleh tangan pria itu yang memegang tangannya. Menghentikan dia.

"Aku J."

"Oh."

Adelia menunduk dan melihat J yang malah membuat tangan mereka bersatu. Menggenggam jemarinya dan itu membuat jantung Adelia rasanya akan meledak. Dia tidak mau dadanya meledak jadi gadis itu mencoba melepaskan tangannya dari genggaman tangan J tapi J tidak mau melepaskannya.

"Lepaskan dulu, aku mau bicara."

J menatap sejenak dan dia melihat ketidaksukaan pada gadis itu. Lalu dia melepaskannya. Dengan berat hati. 

"Aku tadi minta kamu antar aku ke tempat yang aku maksud. Apa kamu bersedia, teman aku akan panik kalau aku menghilang."

"Kau akan meninggalkan aku?"

"Hah?"

"Jangan pergi."

Adelia menggaruk kepalanya dengan aneh. Pria di depannya memang aneh. Dia akan ikut aneh rasanya. 

"Aku harus pulang, J. Ibuku akan mencariku dan khawatir padaku jika aku tidak pulang."

"Ibu?"

"Ya, ibu. Wanita yang melahirkan aku."

J menggeleng dengan raut tidak suka. "Kenapa aku tidak memilikinya? Seorang ibu?"

"Kau harusnya memilikinya. Semua orang akan memiliki sosok ibu. Wanita yang terus bersamamu sepanjang hidupmu. Dia wanita yang akan selalu membelamu dan senantiasa tersenyum padamu."

J berpikir dan dia menemukannya segera. Senyum membingkai wajah kerasnya. "Aku memilikinya."

"Nah kan."

"Dia ibu yang baik. Namanya Leana."

"Nama yang cantik. Sekarang katakan di mana ibumu tinggal, mungkin saja kau berada satu tempat denganku tapi karena aku baru di sini jadi aku tidak mengenalmu. Mungkin kita hanya belum bertemu saja."

Pria itu menatap sekitar dan menunjuk ke arah belakangnya. Adelia menatap dengan kerutan samar.

"Kau tinggal di sana?"

J mengangguk.

"Itu hanya gua kan? Apa ibumu juga tinggal di sana?"

J menggeleng. "Ibuku meninggalkan aku di sini."

Adelia menatap tidak percaya. "Seorang ibu meninggalkan anaknya? Aku tidak percaya kalau itu benar-benar bisa terjadi?"

"Dia mengatakan demi kebaikanku. Mereka ingin menjualku jadi aku harus bersembunyi sampai aku aman dan dia akan menjemputku."

Adelia menggeleng dengan dramatis. "Siapa yang akan menjualmu? Ini negara bebas. Penjualan manusia tidak bisa dibenarkan. Harusnya ibumu melaporkannya ke polisi. Ini mengesalkan hanya mendengarnya, pasti ibumu sangat membenci orang-orang itu."

J diam saja tampak tidak mendengarkan. Dia hanya berpikir kalau dia bukan manusia dan mungkin penjualan itu dimungkinkan karena dia bukan manusia. Leana selalu mengatakan padanya kalau dia adalah yang terbaik di antara yang lainnya. Dia terlalu istimewa jadi mereka semua menginginkannya. 

"Apa kau yakin akan baik-baik saja, J jika tinggal di sana?"

Adelia menatap gua itu dengan ringisan. Pasti di sana sangat dingin. Dia jadi ingat tadi betapa dinginnya tangan J saat pria itu memeluknya.

J hanya menjawab dengan anggukan tanya dari Adelia. 

Gadis itu kembali menatap jam tangannya. Dia benar-benar dilema sekarang. Dia ingin menemani J di sini dan melewati dingin ini bersama. Tapi dia juga tidak mau kalau sampai Edward dan kakeknya menemukan dia di sini dan melihat J. J bisa terekspos dan orang yang ingin menjualnya akan tahu tempat ibu J menyembunyikannya. Jadi apa yang harus dia lakukan?

"Kau akan meninggalkan aku?"

Adelia menatap J dengan rasa bersalah. Dia tidak bisa meninggalkan pria itu tapi dia juga tidak bisa membawanya bersama dengannya.

Lalu ide menarik tiba-tiba ada di kepalanya. Dia menatap J dengan antusias. "Bagaimana kalau begini." Adelia mendekat ke arah J. "Kau antar aku ke tempat teman-temanku dan kita bisa menandai pohon di setiap jalan ke sana. Jadi dengan mudah aku bisa kembali kemari besok. Aku akan membawa makanan dan juga selimut untukmu. Kau mau?"

J mengangguk karena sememangnya dia tidak mengerti banyak. Dia hanya setuju dengan apa yang dikatakan Adelia karena gadis itu tampak bahagia dengan kalimatnya sendiri. Dia suka saat melihat Adelia bahagia. Mesin dalam tubuhnya terasa hangat melihat kebahagiaan Adelia.

"Kalau begitu ayo kita pergi."

Adelia sudah memutar tubuhnya dan berjalan pergi. J mengekor di belakangnya.

***

Robotic Obsession ✓ TAMATWhere stories live. Discover now