Chapter 5

11.2K 696 13
                                    

J mengikuti apa yang dilakukan oleh Adelia. Menandai setia pohon yang mereka temui dengan tanda bulatan kecil dan sedikit berlubang. Arah terakhir di mana Adelia meninggalkan Edward dan kakaknya cukup mudah untuk dihapal dan dia hanya perlu sampai ke jalan setapak lalu segalanya akan baik-baik saja. Dia akan datang lagi besok bertemu dengan J lalu semuanya beres. 

Dia akan menjaga J sampai ibu pria itu datang menjemputnya. J tampak lebih kekanakan dari usianya. Tampaknya pria itu memiliki kelainan. Mungkin saja sindrom peterpan. Dia pernah mendengar tentang hal itu dan melihatnya sendiri. Tetangganya di London dulu memiliki hal yang disebut sebagai kelainan itu. Jadi dia cukup paham. J tampak memiliki sindrom itu. 

Adelia memutar tubuhnya dan menemukan J sibuk mengukir banyak pohon. Dia bekerja cukup rajin dan terlihat suka dengan apa yang sedang ia lakukan. Mungkin J terlalu lama sendiri jadi saat Adelia datang dan meminta dia melakukan hal yang dilakukannya sekarang, dia menjadi antusias sendiri. 

Langkah J terhenti. Dia melihat pada Adelia dan gadis itu terkejut karena tertangkap basah sedang mengamati pria itu. Segera dia mengalihkan tatapannya dan kembali sibuk dengan pohonnya. Tapi J sudah mendatanginya dan berdiri di sisinya.

"Jangan pikir aku melihatmu ya, aku hanya memastikan apa kau mengukir pohonnya dengan benar. Jangan besar kepala," sewot gadis itu dengan sikap yang cukup tersinggung atas apa yang tertuduhkan atas dirinya. Walau pria di depannya belum berbicara sama sekali.

"Aku tahu."

"Hah?"

"Aku hanya ingin bilang kalau kita sudah sampai. Aku menemukan jalannya."

"Apa?" Adelia terkejut. "Di mana?" tanyanya lagi.

"Di sana." Tunjuk J dengan lurus ke arah belakang Adelia. 

Gadis itu segera memutar tubuhnya dan berjalan ke sana. Dia melihatnya dan di sana memang jalannya. Desah lega terdengar dari mulutnya. Rupanya dia tidak tersesat di hutan ini dan berakhir membuat ibunya sedih. Dia mengelus dada tanda lega. 

Lalu ingatan Adelia kembali pada J. Dia akan meninggalkan pria itu sendiri. J pasti kesepian. Andai saja J punya ponsel dan di hutan ini ada sinyalnya. Pasti dia bisa lebih mudah menemani J melewati kesepiannya. 

Dia menghadap ke arah J dan melihat pada pria itu dengan rasa bersalah. 

"Aku harus pergi."

"Kau akan kembali besok. Kau berjanji."

Adelia mengangguk. "Aku pasti kembali J. Aku juga ingin menemanimu. Jadi aku akan kembali."

J memegang tangan Adelia dengan kencang. Membuat gadis itu terkejut oleh sikap J yang berbeda. Tampak takut dan rapuh. 

"Adelia Clark, kau harus kembali. Ingat janjimu, jangan seperti ibuku. Dia berjanji padaku akan kembali dan membawa aku pergi tapi dia meninggalkan aku begitu saja di sini. Aku tidak suka sendiri, Adelia Clark."

Tanpa bisa menahan dirinya, Adelia memeluk tubuh J. Mendekap hangat pria dingin itu yang bahkan membekukan diri Adelia. Menyalurkan hangat tubuhnya di tubuh J walau tampaknya itu tidak berguna. Tapi setidaknya dia mencoba yang terbaik untuk J. 

"Aku akan kembali, J. Aku tidak akan seperti ibumu. Aku pasti akan kembali."

Adelia melepaskan pelukannya dan tampak J cukup terhibur dengan apa yang dijanjikan oleh Adelia. Dia akan menunggu Adelia dan gadis itu sangat senang untuk itu. Tahu kalau ada orang yang akan menunggunya membuat Adelia gembira.

"Kalau begitu aku pergi."

Adelia memutar tubuhnya dan berjalan ke arah jalanan tapi belum beberapa langkah, dia sudah berhenti dan kembali menghadap ke J. Pria itu masih di tempat yang sama dengan pandangan padanya. Dia berdecak. 

Segera adelia melepaskan tasnya dan meletakkan tas itu di tanah. Lalu dia membuka jaketnya. Dia berjalan ke arah J dan memakaikan pria itu jaketnya. 

"Ini kekecilan dan akan ketat tapi kau bisa membukanya di gua nanti dan menjadikannya penutup tubuhmu. Mungkin di gua itu ada serangga. Aku tidak mau tubuhmu merah-merah nanti."

J hanya diam saja menatap Adelia saat gadis itu memakaikan jaket di tubuhnya. Dan memang ketat juga sangat kecil. Tapi J tidak akan melepaskannya. Jaket itu adalah pemberian pertama Adelia untuk dirinya, jadi dia tidak akan pernah melepaskannya. 

"Juga, kau bisa panggil aku Del. Ya?"

"Ya, Del," jawab J tanpa menyembunyikan kebahagiaannya. 

"Kau manis sekali. Kalau begitu aku akan pergi sekarang."

J mengangguk.

Adelia memungut tasnya dan hanya memakai baju panjang itu membuat tubuhnya dingin. Tapi tidak apa-apa, J lebih membutuhkan jaketnya. Gadis itu kembali teringat ada beberapa makanan di tasnya. Dia segera kembali pada J dan memberikannya roti.

"Makan itu saat kau lapar."

"Aku tidak memakannya, Del."

Adelia mengerut. "Kenapa?"

"Ibu melarang aku makan."

Adelia berpikir sejenak. Menatap tubuh di depannya dengan seksama. "Apa kau punya alergi pada roti?"

J mengangguk. "Semacam itu."

"Lalu apa yang kau sukai. Apa yang biasa diberikan ibumu untuk kau makan?"

J tampak berpikir. "Listrik."

"Hah, listrik? Jangan bercanda. Katakan saja apa itu dan akan aku bawakan kau besok."

Pria itu kembali berpikir dan Adelia hanya menatap dengan bingung. 

"Baik baik, tidak usah banyak berpikir. Aku akan bawa makanan apa saja yang ada di rumahku besok. Tunggu aku ya?"

J mengangguk dengan segera. 

Adelia kini benar-benar pergi. Dia melambai pada pria itu yang hanya menatapnya dengan tatapan sendu. Benar-benar membuat orang lain tidak tega untuk meninggalkannya. Hebat sekali ibunya bisa pergi meninggalkan anaknya dengan begitu mudah. Adelia saja merasa itu cukup sulit untuk dilakukan. Dia tidak bisa membayangkan betapa rindunya J pada wanita itu.

Adelia menggeleng. Dia tidak bisa terus memikirkan J. Dia hanya harus kembali besok. Segalanya akan baik-baik saja. Pria itu bisa menjaga dirinya.

***

Robotic Obsession ✓ TAMATDonde viven las historias. Descúbrelo ahora