Prolog: Mading Sekolah

86 18 0
                                    

Suasana kelas yang gaduh cepat berganti menjadi tenang. Rupanya Nian lekas menyadari bahwa adu mulut hanya membuat energinya terkuras habis dan tidak menyelesaikan apa-apa. Dia memilih untuk tak menyahut lagi.

Nian mendelik pada perempuan yang tengah bersedekap dada di hadapannya. Hampir setengah jam anggota seksi kebersihan itu mengomel pada Nian karena melanggar kesepakatan kelas. Nian tercatat tak pernah melaksanakan tugas piket selama dua bulan berturut-turut.

"Belum satu semester di sini udah berasa paling berandal banget lo sok-sokkan melanggar aturan. Kalau merasa aturan di sini mengekang kebebasan yang kebablasan lo itu, saran gue mending cabut sekarang aja sebelum lo dikeluarin."

Nian tahu kedua orang tuanya akan dipanggil lagi untuk menghadap kepala sekolah. Beberapa peringatan telah disampaikan pengajarnya, tetapi tidak ia hiraukan. Semenjak dipaksa pindah sekolah watak Nian berubah total. Ia mudah terpancing marahnya, serampangan, dan bersikap masa bodoh. Hanya perlu hitungan hari bagi seantero SMA Nusa Pradipa mengenal sosok Nian dari desus-desus pelanggaran mencegangkan dan ulahnya yang bikin sakit kepala.

Nian ingin pulang. Telinganya tak sanggup menyimak ocehan seksi kebersihan lebih lama lagi. Nian menyunggingkan senyum mengejek, lalu ia meraih jaket dan kunci motornya.

Tujuan Nian bukan rumah. Sekali lagi, bukan rumah bak neraka itu. Kali ini Nian memenuhi rutinitasnya setiap minggu, mengunjungi mading sekolah SMA Aruna Jingga. Nian belum genap setahun menjadi siswa di sana, tetapi sebuah tragedi memaksa Nian untuk tak lagi bersinggungan dengan sekolah dan orang-orang di dalamnya.

Azan magrib berkumandang menggema di langit kemerah-merahan, membaur dengan ingar-bingar jalan yang tak pernah lenggang. Sialan, rutuk Nian. Ia seharusnya sudah sampai di tujuan beberapa jam lalu.

Tiba-tiba, Nian kehilangan kendali, sepeda motornya melaju dengan kecepatan tinggi. Deru napas Nian terdengar terburu-buru, bulir keringat berjatuhan memenuhi wajah gusarnya. Nian mengalami serangan panik.

Dari kejauhan bangunan SMA Aruna Jingga telah terlihat, hanya berjarak beberapa ratus meter dari posisinya. Nian lekas tancap gas.

-|-


"Pak, saya Nian. Bisa buka gerbangnya sebentar?"

Keluar dari sekolah ini membuatnya sempat kacau. Karena Nian tak pernah berniat meninggalkannya. Nian dikeluarkan, tuduhan-tuduhan di persidangan memberatkannya. Persidangan soal kebenaran kematian Aira.

Ya, dua tahun lalu, kasus kematian—atau pembunuhan seperti yang diyakini orang-orang—Kinaira Amanda sangat mengejutkan seisi sekolah. Gila saja, Aira tak seperti orang yang punya musuh hingga ada yang berniat membunuhnya. Teman-teman terdekat Aira menjadi perhatian semua orang. Mereka diyakini punya keterikatan kuat dengan kasus ini. Paling santer adalah nama Nian. Berita bahwa Nian bermasalah dengan Aira beberapa hari sebelum kematian perempuan itu cepat tersebar seisi sekolah. Nian menampar Aira. Begitu kenyataannya. Nian tak sama sekali mungkir, namun ia tak terima tuduhan bahwa dia dalang penyebab terbunuhnya Aira.

Tiba-tiba saja semua orang memutuskan hubungan dengan Nian. Nian benar-benar merasa terasingkan. Ia bersikeras menyangkal tuduhan orang-orang. Sampai hari terakhir dia berada di sekolah, Nian tak pernah menerima permintaan maaf dari mereka. Ketika di pengadilan, semua orang seakan berkomplot untuk memenjarakannya

Seandainya saja malam itu Nian tak bertemu Aira, dan seperti yang semua orang tahu, Aira mengalami kecelakaan, ia pasti tak akan terjerat kasus luar biasa rumit seperti ini.

Ah ya, ia datang untuk artikel itu. Artikel kenang-kenangan berjudul 'Kinaira Amanda dan Aruna Jingga'. Entah siapa yang menulis dan menempelkannya di mading. Nian berterima kasih karena ia dapat mengenang gadis itu meski lewat tulisan.

'Teman-teman, temui Kinaira Amanda yang menjadikan Aruna Jingga kembali bersinar.

Aruna Jingga senang sekali mendapatkan murid seperti Kinaira Amanda. Murid terbaik yang pernah kita punya. Kalau pada tahun pelajaran yang akan datang ada murid-murid pendaftar seperti Aira, Aruna Jingga begitu bahagia. Meski mereka bukan Aira, mereka datang sebagai penebus rindu. Posisi Aira tak akan tergantikan, tak ada Aira dalam diri orang lain. Aira ada dalam diri mereka yang selalu merindukan kehadirannya."

Setelah membaca Nian berkeliling. Matanya menyapu sekeliling lapangan. Pukul lima sore dan suasana sekolah sepi. Tidak ada tanda murid lain masih menetap. Seharusnya cuma suara langkah kaki Nian yang terdengar. Seharusnya begitu. Namun Nian menangkap suara bisik-bisik perempuan. Nian berhenti berjalan, suaranya dari arah kantin!

"Kamu pasti lapar! Aku cuma bawa ini. Maaf, ya."

Nian dibuat penasaran. Ia mengendap-ngendap layaknya maling sekolah.

"Kamu lucu banget! Pengin aku bawa pulang!"

Napas Nian tertahan. Suara perempuan itu semakin terdengar jelas. Ia mencoba mengingat-ingat, tak ada sosok yang muncul selain Aira di kepalanya. Ada Aira di sini, di Aruna Jingga.

Tunggu, yang benar saja! Perempuan itu sudah ...

Nian seratus persen yakin belum kehilangan kesadaran. Tidak, tidak. Ia tidak rela didiagnosis gila karena Aira. Perempuan itu memang menghantui pikirannya sepanjang waktu. Dianggap gila oleh teman-temannya sama sekali tak menyenangkan. Tapi, Aira terlalu nyata untuk diabaikan sekarang!

Nian terus mengawasi Aira. Ia berusaha tak membuat pergerakan. Aira mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Mata Nian menyipit. Sebuah kotak bekal?

Nian tahu Aira tak pernah lupa membawa bekal ke sekolah. Itu artinya Aira masih bersekolah. Ia tak betul-betul menghilang.

Sebuah seringai muncul di wajah Nian. Nian tak sebodoh itu membiarkan Aira lepas untuk kedua kalinya. Aira akan tahu harga mahal yang harus dibayar karena perbuatannya.

Bersambung...

-|-

Halo.

Aku nulis ulang karena aku pengen beneran menyelesaikan Gadis Dua Tahun Lalu. Aku tahu udah lama banget sejak update terakhir, 4 Juli 2018. Aku nggak tahu apakah masih ada yang menyimpan cerita ini. Yang pasti, aku akan terus menulis dan berusaha menyelesaikan apa yang kumulai.

Sejujurnya kangen banget nulis di sini. Kangen interaksi sama teman-teman juga. Hiatus hampir dua tahun bikin aku kehilangan kontak sama semua orang. Rasanya memulai lagi gak begitu menakutkan buatku. Aku cuma perlu berani dan memulai. That's enough.

Oke. Nanti dilanjut. Sampai jumpa lagi! 😊

Gadis Dua Tahun LaluWhere stories live. Discover now