Chapter 15: Penyerahan Hadiah

16 9 0
                                    

Pagi ini, dua perasaan sedang berperang dalam batin. Aku bahagia, Viola akan mendapatkan hadiah dari raja karena memenangkan sayembara, sekaligus sedih karena pada hari yang sama Viola akan menjalani hukuman mati.

Sejak kemarin Haiva murung. Ia memang sudah bisa memaafkanku dan menerimaku kembali. Namun ia tidak dalam keadaan baik meski hanya sekadar tersenyum.

Aku tak ingin mengusik suasana hati Haiva. Bisa saja aku menghiburnya dengan canda dan belaian lembut, namun ia lebih membutuhkan kesendirian untuk menenangkan hati.

Suasana meja makan mendung, berbanding terbalik dengan cerahnya langit. Wajah Haiva terus murung, berbeda dengan hiruk pikuk warga istana yang tampak sibuk mempersiapkan sebuah acara bersejarah. Ia hanya meneguk susu kambing dan memakan sepotong kue.

Di dalam kereta kuda yang membawa kami menuju istana Raja, Haiva mengunci bibir rapat-rapat. Matanya memandang kosong pohon-pohon palm yang menjulang sepanjang pinggir jalan.

Kegelisahanku tak kalah besar dari Haiva. Rasa bersalahku lebih menyesakkan. Namun aku tak ingin menambah suasana semakin suram. Maka kucoba menghidupkan suasana, berbicara dengan Elfish. Selama kami ngobrol, tak sekalipun Haiva menoleh. Wajahnya tetap murung.

Aku baru melihat Haiva tersenyum ketika kami memasuki ruangan singgasana Raja. Semua pejabat tinggi negara dan tamu undangan yang hadir, menyambut kami bak pahlawan. Musik gamelan dan perkusi bergaung mengiringi langkah kaki kami, baru berhenti ketika kami duduk di kursi kehormatan.

Senyum Haiva belum setulus biasanya. Masih ada gurat kesedihan terpancar dari mimiknya. Namun itu sedikit melegakan hatiku. Setidaknya, ia tidak tampak murung seperti sebelumnya.

Acara dimulai dengan sambutan-sambutan para petinggi istana. Selepasnya, musik kembali digaungkan. Tari-tarian pun dipertunjukkan untuk memeriahkan acara. Aku mencoba mengusir kegelisahan dengan larut ke dalam suasana. Sementara Haiva masih mempertahankan senyum pun sudah cukup menenangkanku.

Selama pertunjukan seni dan musik berlangsung, aku berpikir bagaimana cara menyelamatkan Viola dari hukuman mati. Di ruangan ini hampir semua pejabat tinggi negara hadir. Aku ingin melobi mereka, sekadar menunda eksekusi atau mengurangi hukumannya.

Aku berhitung waktu. Acara ini diperkirakan akan berlangsung sampai siang. Sedangkan eksekusi hukuman mati Viola rencananya dilakukan sore nanti. Ada jeda yang harus kumanfaatkan semaksimal mungkin.

Sibuk berpikir membuatku baru menyadari di sebelah kiriku adalah Sanjayit, pemenang sayembara pembuat biola. Ia seorang lelaki paruh baya. Perawakannya tinggi besar. Wajahnya mirip dengan orang Hindische. Sejak tadi kuperhatikan ia kerap mencuri pandang kepadaku. Aku tak mengenalnya, baru kali ini bertemu dengannya.

Sampailah kepada acara inti. Pembawa acara mempersilakan Haiva dan Sanjayit untuk maju ke panggung kecil di hadapan raja. Mereka mengangguk hormat kepada Raja, kemudian bersimpuh.

Raja berdiri, menatap Haiva dan Sanjayit secara bergantian. "Sanjayit dan Haiva, kalian adalah pemenang sayembara. Dengan ini aku selaku Raja, kepala negara Javadip menganugerahkan penghargaan kepada kalian."

Suasana mendadak khidmat. Semua pandangan terpusat ke arah panggung kecil. Aku berdebar-debar, kiranya hadiah apa yang akan diterima Haiva. Dua hari lalu, ia sudah dinobatkan sebagai Putri, anak angkat Raja.

Dua orang perempuan cantik berjalan beriringan sambil membawa sebuah baki yang di atasnya terdapat batangan berkilauan yang kutebak sebagai emas murni. Mereka berhenti tepat di samping Raja.

Raja memandang Sanjayit. "Sanjayit, kau akan menjadi master pembuat biola, juga diharapkan akan menularkan ilmu kepada generasi muda Javadip agar biola menjadi alat musik yang mudah dijumpai di negara ini. Atas kemahiranmu, aku memberimu hadiah 100 batang emas, rumah tinggal di istana, dan 10 ekor kuda. Semua keperluan sehari-harimu ditanggung negara."

Salah seorang perempuan pembawa baki mendekati Raja. Ia membungkuk. Raja mengambil baki. Ia menyerahkannnya kepada Sanjayit.

Sanjayit menerimanya sambil mengangguk hormat. "Terima kasih, Tuan Raja."

"Silakan kembali ke tempat, Sanjayit!"

Sanjayit beringsut, kembali ke tempat duduknya. Ekspresinya biasa saja. Meskipun tampak tersenyum tetapi aku tak menangkap kesan ia orang yang baru saja mendapatkan kehormatan besar dan hadiah berlimpah dari Raja.

"Putri Haiva!" Raja memandang Haiva. Sorot matanya menyiratkan kekaguman. "Kau telah membuat Raja dan seluruh rakyat Javadip bangga. Selepas penyerahan hadiah ini, maukah kau memainkan beberapa lagu?"

Haiva mengagguk hormat. "Dengan segala hormat, tuan Raja. Saya siap memainkan lagu apa saja, kapan saja."

Raja tersenyum lebar. "Luar biasa! Hadiah yang akan kuberikan padamu sama dengan Sanjayit. Tapi jika kau menginginkan lebih, katakan saja."

Haiva kembali mengangguk. "Mohon maaf, Tuan Raja. Jika diperkenankan, hamba ingin menukar hadiah dengan sebuah permohonan."

Alis kiri Raja terangkat.

"Hamba tidak bermaksud menolak anugerah dan hadiah dari Tuan Raja. Namun, mohon maaf, saat ini ada sesuatu yang akan lebih membuat hamba bahagia dari hadiah-hadiah tersebut."

"Katakan, Putriku! Sebutkan semua keinginanmu, tak perlu kau menukarnya!"

Haiva terdiam. Ia menunduk dalam-dalam. Kudengar ia terisak, membuat suasana menjadi hening. Aku tak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Namun aku bisa merasakan ia sedang menanggung kesedihan yang sangat dalam.

Raja menyingkap jubah. Setengah jongkok, ia mengelus rambut Haiva. "Katakanlah, Putriku. Katakan apa yang kau inginkan."

Sambil terisak Haiva mengatakan sesuatu kepada Raja. Suaranya pelan dan tidak jelas. Entah apa yang diucapkannya sampai-sampai Raja tampak terkejut. Tiba-tiba, ia bersujud di kaki Raja.

Raja mematung, meskipun pada akhirnya ia mengelus rambut Haiva dengan lembut. Aku penasaran apa sebenarnya yang telah diucapkan Haiva.

Raja berdiri, memandang ke seluruh ruangan. "Baru saja Haiva menukar semua hadiah dengan sebuah permohonan. Ia memohon agar terpidana hukuman mati bernama Viola dibebaskan dari segala hukuman. Dan Raja akan mengabulkannya!"

Hatiku bersorak gembira. Hampir saja aku melompat karena kaget sekaligus bahagia. Namun yang bisa kulakukan selanjutnya adalah menangis. Aku yakin Haiva sudah mempertimbangkan dengan seksama sebelum mengajukan permohonan. Dan aku mendukungnya. Aku bangga padanya.

Tak kupedulikan riuhnya suasana. Orang-orang saling berbisik. Hampir semua yang ada di ruangan ini menampakkan wajah terkejut. Barangkali mereka sedang menganggap bodoh istriku. Tidak, ia sangat cerdas. Persetan dengan anggapan mereka.

"Senyumlah, Putriku!" Raja mengulurkan tangan kepada Haiva.

Haiva menyambut uluran tangan Raja. Tubuhnya terangkat. Ia berdiri sambil menyungging senyum dengan airmata terus mengalir.

"Sekarang mainkan biolamu, Putri Haiva!"

Seorang pelayan kerajaan mendekati Raja sambil membawa baki berisi biola dan busurnya. Raja menagambilnya lantas menyerahkannya kepada Haiva.

Haiva menerima biola dengan membungkuk hormat. Ia mengembangkan senyum kepada semua yang hadir dalam ruangan ini. Selanjutnya ia memainkan beberapa lagu sampai acara selesai.

Biola Kristal [END]Where stories live. Discover now