My Captain - Prolog

8.1K 286 5
                                    

Dunia terasa berhenti, ketika aku harus siap menerima kenyataan pahit, kehilangan sesosok ibu dalam hidupku. Sosok wanita paling tangguh yang pernah aku temui. Masih ingat dengan betul, saat-saat terakhir kali aku bercerita di balkon kamar dengannya.

Waktu itu, kuposisikan diriku untuk tidur di pangkuannya. Sempat terlintas ucapan ustadzah di tempatku mengaji setiap selepas salat ashar. "Bunda, Nafisa mau tanya," ucapku memecah keheningan malam saat itu.

Bunda yang waktu itu sedang mengelus suraiku, menghentikan aksinya. "Tanya apa, Sayang?" Kembali Bunda melanjutkan aktivitasnya.

"Emang bener, ya, jodoh itu cerminan diri? Orang baik, untuk orang baik. Dan orang yang tidak baik, berarti buat orang yang nggak baik juga?" tanyaku menatap wajahnya yang ayu.

Dapat kulihat Bunda mengernyitkan alisnya sebentar kemudian mengangguk. "Iya, Sayang. Jodoh itu ketentuan, jika dalam islam jodoh itu cerminan diri. Orang baik untuk orang baik pula, dan begitupun sebaliknya. Jika seseorang yang baik ditakdirkan dengan seseorang yang tidak baik, maka itu adalah ujian dari Allah SWT. untuk menguji seberapa besar iman kita kepada-Nya. Dan hanya Allah yang mengetahui."

"Sesuai dengan yang tercantum dalam Al-Quran surah An-Nur ayat dua puluh enam yang menjelaskan, 'Wanita wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita wanita yang keji pula. Dan wanita wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita wanita yang baik pula.'"¹

"Dalam firman tersebut, menerangkan bahwa Allah akan memberikan jodoh berdasarkan akhlak seseorang. Sebab itu, hendaknya kita memperbaiki akhlak kita terlebih dahulu dengan senantiasa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar kelak mendapat jodoh yang baik pula," jelas Bunda sembari tersenyum manis kepadaku.

Sedikitnya aku paham, ucapan Bunda sama seperti yang dibilang ustadzah. "Tapi, Bunda. Kalau jodoh itu cerminan diri, kenapa Fir'aun dapat istri yang salihah? Sedangkan perilaku dan sifatnya ...." Aku menggantungkan kalimatku, namun sepertinya Bunda paham apa maksudku.

"Hanya Allah SWT. yang tau tentang itu, Nak. Ayat yang tadi Bunda sebutkan, tidaklah salah. Namun, bisa menjadi suatu hikmah yang bisa dipetik oleh umatnya. Allah menguji hambanya dengan ujian ini, agar hambanya bisa mengambil pelajaran ketika di uji dengan ujian yang sama. Ketika kita melihat bagaimana ketaqwaan Asiyah menghadapi Fir'aun yang sangat kejam, maka ini akan menjadi pelajaran untuk para wanita muslimah, seakan Allah hendak memberi nasehat pada para istri bahwa: 'Ketahuilah bahwa suamimu bukanlah malaikat, maka dia pasti memiliki kesalahan, namun ingatlah bahwa dia tidak seburuk Fir'aun, maka tetaplah ingat kebaikan-kebaikannya dan bersikap baiklah padanya.'"

"Tidakkah kita menjadikan Asiyah sebagai teladan hidup kita untuk meraih kemuliaan itu? Apakah kita tidak malu dengannya, dimana dia seorang istri raja, gemerlap dunia mampu diraihnya, istana dan segala kemewahannya dapat dengan mudah dinikmatinya. Namun, apa yang dipilihnya? Ia lebih memilih disiksa dan menderita karena keteguhan hati dan keimanannya. Ia lebih memilih kemuliaan di sisi Allah, bukan di sisi manusia. Jangan sampailah dunia yang tak seberapa ini melenakan kita. Melenakan kita untuk meraih janji Allah Ta’ala, surga dan kenikmatannya. Jangan sampai karena alasan kondisi kita mengorbankan keimanan kita, mengorbankan aqidah kita."

Bunda menjeda kalimatnya sebelum kembali berujar, "maka dari itu, teruslah berusaha menjadi baik, karena pasangan yang salih atau salihah itu hanyalah bonus. Jangan sampai bujuk rayu setan dan bala tentaranya menggoyahkan keyakinan kita. Janganlah penilaian manusia dijadikan ukuran, tapi jadikan penilaian Allah sebagai tujuan. Apapun keadaan yang menghimpit kita, seberat apapun situasinya, hendaknya ridha Allah lebih utama. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan surga tertinggi yang penuh kenikmatan."

"Kamu kenapa tiba-tiba tanya seperti itu?" tanya Bunda heran. Aku yang biasanya akan langsung tertidur jika sudah diceritakan, namun tidak kali ini. Aku mendengarkan penjelasan Bunda dengan seksama.

Aku terkekeh pelan. "Nggak ada apa-apa kok, Bunda. Cuma penasaran aja sama penjelasan dari ustadzah yang tadi cerita tentang Ibunda Asiyah binti Muzahim," jawabku sambil menegakkan badan untuk duduk.

"Jadilah Ibunda Asiyah sebagai teladan dalam hidupmu. Berusaha menjadi baik, meskipun tidak dibalas dengan baik. Dengarkan apa kata suami, selagi tidak menentang agama. Dan jika perintahnya sudah tidak bisa kamu laksanakan, berusahalah untuk menasehatinya dengan kalimat yang dapat diterima, tegarkan pendirianmu. Tetaplah berada di jalan Allah SWT., kamu mengerti, Sayang?"

"Paham, Bunda," ucapku dengan semangat kala itu.

***

¹: QS. An-Nur: 26

Haiii, gimana prolognya? Semoga ada yang bisa dipetik dari part ini, ya. See you!

rosseevanurulalfiani.

My Captain! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang