Sebelas

125 21 2
                                    

Keadaan kota benar benar seperti kota mati, tidak ada bisa kau dengar. Hanya hembusan napas dari tubuh yang kelelahan saling bersahutan. Menunggu matahari terbit tidak pernah terasa selama ini. Mereka tidak pernah menyangka semua ini terjadi begitu saja dalam sekejap mata. Semuanya menghilang tidak tersisa.

Suara berisik dari atas terdengar, kepakan sayap membuat fokus ketiga anak adam itu pecah. Hanya suara burung merpati yang bertengger lalu menatap mereka tajam. Tidak ada yang berani, berusaha ataupun melangkah keluar dari gedung kecil yang sudah tidak berbentuk itu. Didalam gedung lebih baik daripada harus menunggu diluar sana, kau bahkan tidak tahu pasti apa yang menunggu mu.

Suara dari arah kaca yang pecah membuat mereka kembali waspada, ditambah erangan dan gesekan kecil memenuhi langit langit. Bau busuk yang menyengat segera memenuhi indra penciuman. Song menutup mulut, diri nya serasa ingin muntah. "Kau bisa menghubungi yang lain?"

Nihil. Choi menggeleng dengan mata siaga, tangan nya mengepal erat memastikan ia tidak membuat suara yang bisa membuat makhluk didepan nya menyadari keberadaan mereka. Bau busuk semakin terasa saat mereka mendekat, Song menahan mati matian untuk tidak muntah. Ia menggengam erat lengan yang berada disamping nya. Jeong menatap gelisah, ia juga sudah tidak tahan dengan bau ini.

Dalam keadaan diam yang mencekam suara dering ponsel membuat mereka bertiga saling pandang sebelum berdiri dan berlari keluar dengan kecepatan penuh. Suara erangan menyusul dibelakang, Jeong mengumpat pelan, Kang sama sekali tidak paham mereka berada diambang hidup atau mati.

Deringan kembali terdengar kini lebih nyaring membuat segerombolan makhluk yang tengah menatap mayat anjing menoleh kearah mereka lalu berlari menyusul. Song berteriak heboh, sesekali ia menoleh kebelakang untuk memastikan. Choi sibuk melambat pergerakan mereka dengan pistol yang ia pegang. Lalu mengumpat karena itu tidak berguna sama sekali, mayat hidup itu hanya terhunyung kebelakang lalu berlari lagi mengejar mereka dengan rasa lapar.

Jeong berhenti, ia hampir saja menabrak mobil besar yang entah datang darimana. Kaca terbuka, Kang berada disana dengan pistol mengarah kebelakang Jeong. "Tembak kepala nya, itu satu satu nya cara." Teriak nya, Choi paham lantas berhenti lalu melakukan apa yang Kang katakan sebelum berlari masuk kedalam mobil.

Kang menancap gas, menabrak dua mayat hidup yang berhasil menyusul mereka lalu menembak kepala nya melalui jendela. Song menuntup mata, cairan berwarna hijau keunguan keluar ketika peluru itu menembus kepala mereka. Begitu juga bau busuk yang menyengat. "Kau hampir membuat kami mati." Protes Choi yang masih berusaha melambat jalan segerombolan makhluk yang mengejar mereka.

"Bukan kah kau yang meminta ku menghubungi ketika keadaan darurat ?" balas Kang tidak mau kalah, tangan nya membanting stir untuk menghindari bangkai mobil dan beberapa kendaraan yang di tinggal pemilik nya. Jeong merampas senapan yang berada ditangan Kang lalu memunculnya kepala nya keluar jendela, menembak spanduk dan terjatuh. Itu sukses menimbun sebagian dari mayat hidup itu. "Tetap saja kau mau membunuh kami."

"Bisakah lebih cepat ?" teriak Song yang menoleh kebelakang, gerombolan itu semakin banyak mendengar letusan timah panas. Terlebih lagi cahaya dari lampu mobil menarik perhatian mereka. Kang mengumpat pelan, ia berusaha keras membawa mereka keluar dari sini. "Yang lain ada kabar ?" Kang menggeleng dengan mata fokus kedepan. "Komunikasi terputus. Aku tidak bisa menghubungi siapapun."

Jeong membasahi bibir, otaknya sulit diajak bekerja sama. "Daripada kau hanya berteriak, dibelakang mu ada koper. Ambil." Seru Kang mendengar Song daritadi berteriak heboh menyuruhnya menambah kecepatan yang sudah maksimal. Song mendengar arahan Kang, ia menarik koper hitam yang begitu familiar lalu membukanya. Senjata api kesayangan nya tersusun rapi begitu juga bahan peledak. Tangan Choi menarik satu dari sekian banyak bahan peledak lalu melemparnya kebelakang. Api langsung menyambar keudara begitu juga dengan makhluk tadi.

Kang membanting stir menghindari seekor anjing yang tiba tiba menyebrang lalu menabrak tiang lampu lalu lintas. Umpatan terdengar dari mulutnya, mesin mobil mati seketika.

"Turun." Titahnya, semua bergegas turun lalu berlari tanpa arah. "Untuk apa kau membawa anjing itu, bodoh? bagaimana kalo dia terinfeksi virus sialan itu ?" teriak Song melihat Jeong menggendong anjing yang hampir mereka tabrak tadi. Jeong hanya melempar senyum sambil berusaha berlari. Kang didepan menghentikan langkah kaki nya, berputar arah. Mereka dikepung dari segala sisi.

Mata Choi bergerak liar mencari tempat yang bisa menjadi tempat perlindungan mereka selama menunggu matahari terbit. "Arah jam sebelas." Serunya, berlari cepat sambil melepas tembakan kebelakang. Choi tersentak kaget, lalu melepas kacamata nya. "Ya! Bagaimana bisa ada sebuah truk? Dan sejak kapan zombie bisa mengendarainya?" teriak nya kearah Jung yang tengah meminum coklat panas. Mereka berempat mati seketika ketika sebuah truk muncul tiba tiba dari arah berlawanan saat mereka berusaha mencapai sebuah gedung.

Kang ikut melepas kacamata yang menghubungkan permainan virtual tadi, lalu melesat kedapur. Tenggorokan terasa kering setelah bermain lebih dari enam jam. Jeong menatap kedua tangan yang terasa kosong. Anjing yang ia bawa tadi menghilang. "Dan juga untuk apa kau membawa anjing itu bersama kita, hah? Sisa satu stage lagi kita akan selesai." Choi masih mengalirkan amarahnya.

"oh, ayolah. Itu hanya sebuah permainan—"

"Tetap saja kesempurnaan harus diterapkan."

"—bahkan Mingi saja tidak peduli," Jeong menunjuk Song yang masih memakai kacamata nya, posisi nya duduk sambil bergumam "Lari ... zombie ... awas ... zombie zombie ... bau mereka membuat ku muntah ... zombie itu ... mayat hidup itu," lalu berteriak histeris seperti orang kesetanan.

Song benar benar tumbang.

Jung yang daritadi memantau mereka dari layar hanya mengangkat bahu acuh, game virtual yang baru dibeli nya menjadi permainan favorit semua orang. Bahkan Jo yang berbeda jalur juga tengah melakukan nya di ujung sana. Tangan lelaki itu bergerak kesana kemari seperti menghajar seseorang lalu bersorak sendiri. Kim masuk mendengar keributan yang tidak berarti itu, duduk setelah menghidupkan televisi. "Seonghwa pergi kemana ?"

"Entah." Jawabnya enggan, tangan itu mengganti channel dengan cepat lalu melempar remote kearah meja. Kim lebih memilih memainkan ponsel pintarnya. "Teman kalian masih hidup?" mata nya melirik kearah Song yang masih terduduk dengan pandangan kosong. Jeong menyenggolnya, tidak ada pergerakan. "Positif." Balasnya sebelum berbelok kearah dapur.

"Kemarin pas beli daging ditaruh dimana ?" teriak Choi sibuk membuka lemari dan kulkas. Ia kelaparan setelah bermain game.

"Pojok bawah dibelakang plastik hitam." Kang berlalu naik keatas setelah memberi tahu. Jeong yang daritadi memperhatikan ikut ambil bagian, mencuci sayur lalu memotong nya. Disamping Choi sibuk mencuci daging lalu menaburkan garam. Suara daging yang membentur minyak panas terdengar memenuhi dapur, tangan Choi mengambil sebotol minyak lain nya tanpa melihat lalu menuangnya keatas daging tadi.

Jo melepaskan kacamata, wajahnya tiba tiba basah oleh air dan suara bising seketika memenuhi seisi rumah. Jeong hanya tertawa melihat kobaran api diatas wajan, "Ya! Apa yang kalian lakukan ?" teriak Jung panik mencoba menghentikan alarm kebakaran sebelum semua alatnya basah dan berhenti berfungsi.

Choi menatap botol yang ia pegang, suara tawa Jeong semakin membesar saat ia ikut membaca tulisan yang ada dibotol tersebut. "Siapa yang menaruh alkohol didapur ?" teriaknya sembari berusaha mematikan kobaran api. Kim berdiri, bergegas mengambil kain basah lalu menutupnya kewajan. Kedua teman nya itu hanya bisa panik dan tertawa.

Alarm berhenti dan seisi rumah basah karena nya, "Bodoh." Gumam Kim sebelum naik keatas untuk mengganti pakaian yang basah.

1117Where stories live. Discover now