Start Over

990 137 2
                                    

Jika ada yang berpikir bahwa perkataan Jane tentang perjuangan mimpinya tak membuat jiwa Yuna bergetar, maka mereka salah. Nyatanya seluruh ucapan Jane mampu membuat gadis itu berpikir untuk mulai melawan tekanan mamanya. She only live once, and she can't let her mom take control her lives anymore.

Yuna ingin bebas melakukan apa pun, layaknya burung pipit yang tak perlu mendekam dalam sangkar dan menemukan kawanannya untuk sekedar berkicau atau terbang bersama. Namun, Yuna menyadari bahwa keinginan itu terlalu mewah untuknya. Meskipun begitu Yuna berusaha keras agar tetap bisa bebas dengan segala pertaruhan.

Hal itulah yang melatarbelakanginya meminta pertemuan dengan mamanya. Langkah besar itu perlu diapresiasi, hanya saja bicara tak semudah yang gadis itu pikirkan, ada rasa takut dan cemas di dalam dirinya. Bahkan dia sempat terpikir untuk menghentikan keinginannya.

"Yuna, Mama sibuk. Kalau kamu nggak ngomong mending Mama pergi." Mamanya mengancam yang lagi-lagi membuat Yuna sedikit merasakan terintimidasi dan itu membuat keraguan kembali menghantuinya. Rasa gamang menyelimutinya yang hampir membuat dia melupakan niatnya. Namun, kalimat Jane kembali terputar di otaknya membuat jiwanya semakin terpacu dalam panasnya keinginan untuk bebas dan menjalani hidup sesuai keinginannya.

"Gue emang makasih sama mereka yang gedein gue, tapi sekali lagi gue manusia bukan bahan investasi bokap gue. Gue anaknya bukan boneka."

"Ini tentang UAS, Ma." Raut mamanya yang tadinya merasa terganggu dengan ajakan bertemu kini mulai melembut.

"Kenapa dengan UAS?" Tangan Yuna di bawah meja sibuk bertaut mengikuti rasa gugup di bahunya ketika dia harus mengatakan apa keinginannya.

"Yuna," panggil mamanya menuntut Yuna untuk bicara.

"Kalau nanti nilai Yuna bisa jadi yang tertinggi dan mengalahkan Thala, Yuna mau Mama kabulin satu permintaan Yuna." Yuna harap-harap cemas menunggu jawaban dari mamanya. Dia sebenarnya tak terlalu berharap, tapi setidaknya dia sudah mencoba. Namun, bibir mamanya masih tertutup hanya matanya yang berbicara. Dari matanya Yuna tahu mamanya sedang mempertanyakan perkataan Yuna yang tiba-tiba berani mengatakan itu semua.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya mamanya membuat Yuna kelimpungan mencari jawaban, padahal lebih aman jika mamanya hanya mengatakan iya atau tidak bukan menanyakan alasan Yuna.

"Yuna nggak pernah minta sesuatu dari Mama. Jadi, kali ini Yuna mau sesuatu dari Mama." Febri tampak menimbang ucapan anaknya, tapi kemudian wanita paruh baya itu mengangguk menyetujui permintaan Yuna.

"Oke, tak masalah." Senyum Yuna terbit, dia tak menyangka mamanya akan menyetujui permintaannya.

"Makasih, Ma."

"Permintaan kamu apa?" tanya mamanya dan Yuna tak bisa menjawabnya sekarang. Dia tak ingin mamanya mencabut kata-katanya.

"Nanti. Nanti Yuna akan kasih tahu setelah nilai Yuna keluar." Mamanya mengangguk kemudian kembali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Oke, kalau nggak ada yang dibicarakan lagi Mama pergi."

"Iya Ma. Makasih."

Cherry benar-benar dibuat kesal dengan Jeffrey yang kembali mendatanginya ketika jam makan siang. Padahal Cherry sangat yakin bahwa dia sempat memberitahu Jeffrey bahwa dia tak suka jika Jeffrey mendatanginya. Jika seperti ini jangan salahkan Cherry yang sengaja menuangkan enam sendok sambal ke bakso Jeffrey.

"Lo emang manusia yang paling nggak punya akhlak ya? Ini makanan Cherry! Dia nggak berdosa," kata Jeffrey dengan penuh emosi bak sedang melakukan orasi.

"Tapi, itu makanan lo yang artinya dia menanggung semua dosa-dosa lo." Kedua sahabat ini memang bukan tipe yang saling bersikap manis, keduanya lebih sering saling menyiksa, tetapi tak terima jika sahabatnya disakiti orang lain.

"Dosa apalagi yang gue lakuin ke lo? Gue cuma makan, ya Tuhan." Cherry mencibir ucapan Jeffrey yang bertingkah seolah dia adalah korban.

"Gue udah bilang kalau lo mau makan siang jangan gangguin gue. Iya apa iya?" Jeffrey mengangguk, tapi dia merasa bahwa itu bukan kesalahan.

"Nggak ada yang mau makan sama gue karena ada lo!"

"Masalahnya apa? Gue makan normal nggak kayang," kata Jeffrey membuat Cherry ingin mencabut satu persatu helai rambut Jeffrey.

"Seriously Jeff? Mending sekarang lo urusin kisah cinta lo dibanding lo ngurusin gue." Dahi Jeffrey mengerut. Dia yakin dirinya tak memiliki kisah cinta untuk dibahas.

"Kisah cinta apaan?" tanya Jeffrey.

"Ck, dasar tukang ngeles kayak bajai. Jane bego!"

"Gue nggak ada apa-apa sama Jane."

"Makanya lo bikin jadi ada apa-apa antara kalian berdua." Cherry gemas.

"She hates me, Cherry."

"No, she is not!"

"Lo denger sendiri apa yang Hani bilang tentang Jane"

"Hani nggak ngasih surat itu ke Jane. Hani bohong."

"Jangan ngarang."

"Demi Tuhan gue nggak bohong. She never hates you, lo aja yang mikir kayak gitu, pengecut!"

"Hei, jangan ngatain gue ya!"

"Lo emang pengecut. Kalau nggak coba datengin Jane atau lo takut ditolak lagi?" tantang Cherry

"Kenapa diem? Nggak berani? Dengerin gue Jeff, gue nggak mau lo nyesel. If you love her, fight for it."

✅♛❀𝑸𝒖𝒂𝒊𝒏𝒕𝒓𝒆𝒍𝒍𝒆❀♛ Où les histoires vivent. Découvrez maintenant