2

4.9K 1.2K 272
                                    

Jika kemarin Minho mengikuti Hyunjin hingga pagi menjelang—sekedar menyaksikan bahwa Hyunjin masih bisa tertidur lelap—maka hari ini, ia putuskan untuk menemani Felix. Pemuda berkulit putih itu tengah menyapu lapangan dengan penuh ketelatenan. Minho hanya duduk sambil memperhatikannya di atas pipa beton yang ditumpuk.

"Kau semakin kurus," ujar Minho—meski tau Felix tak akan mendengarnya. Tak akan pernah lagi.

Bunyi gesekan antara sapu dan tanah adalah jawaban dari frasa Minho yang sedari tadi lebih terkesan seperti monolog. Beton-beton tinggi penuh kawat berduri mengelilingi lapangan bak pembatas menuju dunia luar. Minho tidak tau bagaimana Felix bisa bertahan di sini selama bertahun-tahun. Bersatu dengan orang-orang penuh goresan luka serta tatap yang menakutkan.

"Hei, kemari kau 4419!"

Minho benci tiap kali orang-orang di dalam sini tak menyebutkan nama Felix. Dia punya nama. Keluarganya memberikan nama untuk dipanggil. Kenapa mereka menyebutkan sederet angka untuk membuat Felix datang? Dan kenapa pula Felix mau-mau saja datang dan membereskan tugas yang harusnya jadi tugas mereka?

Orang-orang itu mengenakan seragam yang sama dengan yang dikenakan Felix. Hanya nomornya saja yang berbeda. Mereka semua setara. Tapi Minho tak bisa menerima itu. Felix temannya yang polos dan baik—tidak seharusnya berada di sini. Menyandang gelar kriminal di belakang namanya, disebut pembunuh setiap detiknya dan diperlakukan seperti sampah dalam kurungan bernama penjara ini.

Felix bekerja lebih keras daripada seharusnya. Ia menyapu halaman yang seharusnya bukan bagiannya. Minho benar-benar muak melihat Felix yang seperti ini.

"Kalau kau tidak ingin lakukan kenapa masih dilakukan?!"

Minho berharap ia masih hidup. Ia harap ia masih memiliki raga yang cukup kuat untuk menghajar orang-orang yang mengintimidasi Felix. Ia harap suaranya masih didengar oleh Felix. Ia ingin sekali lagi saja—Felix menurut padanya seperti dulu.

Namun yang tampak saat ini masihlah Felix yang mengelap peluhnya berkali-kali karena kelelahan. Desiran angin lembut menerbangkan anak-anak rambutnya. Ia menidurkan diri sejenak di atas dinginnya lapangan. Sapu tanah ia letakkan di sampingnya.

"Hari ini sangat melelahkan. And it's just a normal day." Lirihan itu Felix sampaikan pada langit. Namun diam-diam ia harap frasa itu bisa ditangkap oleh sosok yang paling ia rindukan.

Ia tidak tau, bahwa sosok itu memang di sana—dan masih senantiasa mendengarkan. Minho menghela napas dan ikut membarikan badannya di samping Felix.

Felix bukan orang jahat. Jika ada orang yang lebih jahat, maka Minho lah orangnya. Lalu kenapa malah Felix yang di sini?

Minho juga tidak tau.

Dulu Minho menyumpah di hadapan wajah Felix yang berkedip polos

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dulu Minho menyumpah di hadapan wajah Felix yang berkedip polos. Aksi mencuri makanannya gagal. Dia tidak tau betapa laparnya Minho kala itu sampai memutuskan untuk mencuri. Tapi bak bocah usia lima tahun, Felix berteriak bahwa Minho belum membayar makanannya. Alhasil, Minho dikejar oleh si penjaga kasir.

when the sky feels close [✓]Where stories live. Discover now