Dear Jingga | MCND ✔ [Revisi]

4 : Kemusuhan

Happy Reading

-----

"Jadi begini wajah Jingga ketika merajuk?"
-Haris Johanta Pahlevi-

“Mbak Jingga 'kan?”

Atensi gadis yang duduk sendiri di depan teras perpustakaan itu menoleh. Menatap satu laki-laki yang kini berdiri di depannya. Sebuah senyum tersungging di wajah gadis manis itu. Lalu ia mengangguk.

“Iya. Kenapa, ya?” tanyanya dengan santun. Meskipun wajah Jingga tunjukkan raut kebingungan.

“Kata Mas Fian ..., kerkelnya enggak jadi mbak. Katanya ...,“ Laki-laki itu menghentikan ucapannya sejenak. Sekedar mengingat-ingat apa saja yang diucapkan sepupunya itu tadi. Sebelum Dzaki kemari tepatnya.

“Oh, iya. Mas Fian asmanya kambuh,” lanjut Dzaki dengan wajah sumringah.

Sontak wajah Jingga berubah drastis. Gadis itu bahkan bangkit dari bangkunya dengan wajah khawatir. “Sekarang dia di mana?” tanyanya.

“Itu ..., di UKS, Mbak.” Dzaki tentu saja berbohong. Jelas-jelas, Fian kini ada di balik pohon beringin, sambil mengintip aktivitas mereka.

“Terus keadaannya?” tanya Jingga lagi.

Dzaki menjawab, “Udah mendingan, sih, Mbak.” Kali ini tidak bohong. Karena memang sepupunya sudah lebih baik. Lebih baik jujur daripada harus membawa dirinya ke kasus ini.

Mendengar itu, Jingga mengangguk-angguk mengerti. Senyumnya kembali terkembang. Tampak sudah lebih tenang saat ini. “kalau gitu titip salam aja buat dia, masalah kerkel bilang aja entar aku kabarin gitu.”

“siap mbak, kalau gitu aku permisi dulu ya?” pamit Dzaki dan langsung di jawab anggukan kecil oleh Jingga

Dzaki pun pergi. Meninggalkan Jingga yang kini sudah kembali duduk di tempatnya. Laki-laki itu pun berjalan setengah berlari menuju pohon beringin. Bukan untuk menemui Mbak Kunti. Tetapi, menemui kakak sepupunya. Alfian Juno Ananta, yang sudah menyuruh Dzaki berbohong pada kakak tingkatnya tersebut.