Bab_ 21🅰

28 8 1
                                    

Tanpa pikir panjang, saat semua mahasiswa berhamburan keluar, tak terkecuali Agatha si gadis pemilik senyum yang manis, Andre tak mau buang kesempatan untuk menjadi obat penawar si gadis pujaan.

"Mau kemana, And? Buru-buru."

Andre menatap sekilas pada sohib terbaiknya. "Lo pulang duluan gak papa kalo nggak mau ikut gue. Gue ke kantin."

Ammar melihat gelagat Andre yang aneh, ada sorot mata bak Superman. Sedang Andre? Oh, jangan ditanya, dia sudah melesat bak kecepatan Kian Santang, mengikuti gadisnya kemana perginya.

Ternyata Agatha ke kantin bersama Manda, duduk di ujung paling utara yang di atasnya bukan atap-atap tapi pohon beringin yang rindang. Dan sepertinya tidak hanya berdua, tapi bertiga.

Siapa?

Andre mulai mendekat dan sorot matanya berbinar setelah tahu ternyata satunya adalah Rara. Ya, Kak Rara Andre bilang. Sahabat Agatha si Kakak tingkat.

"Hai, Kak Agatha. Boleh gabung nggak?" Mata nakalnya mengerling. Manda yang melihat hanya menggeleng. Ia sudah tahu bagaimana kelakuan Andre.

"Siapa, lo? Sok mau gabung. Sana-sana ini khusu akhwat. Paham?"

Sepertinya perang akan dimulai, bathin Agatha.

"Akhwat apaan? Kak Rara kena Kawat? Mana-mana?" kepalanya clingak-clinguk seolah mencari si kawat yang dimaksud dan mendudukkan dirinya dikursi terakhir yang tersisa.

Ah, ternyata kawat hanya sebagai pengalihan agar ia bisa duduk tanpa perlu jawaban dari izinnya yang jelas ditentang oleh Rara.

"Apa lo bilang? Ck dasar ni anak pengen gue pites."

"Pites aja, Kak Rara, pites. Mumpung ada di depan mata nih, gartis lagi." Kerlingnya lagi. Duh, punya mata si Andre memang tidak bisa dikondisikan.

"Ap--"

"Udah, Ra."

Gadis bernama Rara yang hendak mebalas ocehan unfaedah Andre akhirnya terhenti, karena sang sahabat telah mengingatkannya.

Akhirnya yang bisa gadis itu lakukan untuk meredakan kekesalan adalah menarik napas panjang, lalu keluarkan perlahan, tidak lupa istighfar yang dilontarkan.

"Eh, tunggu deh, Tha. Tadi dia panggil aku apa? Kak Rara? Tahu dari mana dia?"

"Andre gituloh, apasih yang nggak bisa gue ketahui. Kak Rara sahabat Kak Agatha, kan?" Agatha mengangguk sedang Rara membulat sempurnah. Bisa-bisanya anak menyebalkan ini tahu namnya setelah perkenalan ditolaknya beberapa hari lalu.

"Ada apa Andre? Ada perlu kah?" Tanyanya sambil mengaduk jus Avocado yang telah dipesannya.

Manda yang notabennya pendiam, sejak Andre datang tak ada sepetah kata pun yang dilontarkan. Hanya senyum memaklumi atas tingkah temannya yang sudah biasa ia tonton sehari-hari.

"Ehe, Kak Agatha lagi patah hati?" Sebelah alis Agatha tertarik keatas. "Andre mau, kok jadi obatnya." Senyumnya disertai kerlingan.

Seketika Manda tertawa membuat Agatha menoleh keheranan. "Pasti Andre nguping tadi di kelas, Kak." Lapor Manda.

"Ha? Nguping apa?" tanya Rara penasaran.

"Ehm ... begini Andre, aku udah nggak patah hati lagi seperti yang kamu bilang. Jadi, kamu nggak perlu jadi obat yes?"

Rara semakin bingung dan menyikut teman di sampingnya. Agatha berbisik untuk menjelaskan kepada Rara sebentar yang kemudian disambut tawa oleh Rara.

"Maksud kakak, Kak Agatha udah nggak jomblo? Udah punya pacar baru? Yah, Andre yang patah hati." Mukanya dibuat masam.

Manda menggeleng-geleng maklum. Andai saja dalam agama diperbolehkan menyakiti sesama, ingin rasanya gelas jus yang berada di depannya dilempar ke Andre.

"Nggak, Andre. Dalam Agama kita tidak diperbolehkan pacaran ..."

"Yaudah kita langsung nikah gimana?" antusias Andre hingga memotong perkataan Agatha. Rara tertawa dan Manda kaget dibuatnya.

Tiba-tiba Ammar datang dan menarik tangan Andre hingga membuatnya berdiri. "Eh, lo, lo mau ngapain?"

Ammar mengabaikan pertanyaan Andre, justru ia menatap Agatha canggung.

"Maaf, Kak. Maafin teman saya, dia suka ngaco memang." Agatha tersenyum dan mengangguk pelan.

Setelahnya, kedua laki-laki yang berteman karib menjauh dan seiring waktu hilang.

"Dasar aneh. Lo kok punya temen gitu sih, Mand?" Rara menggerutu dengan tawa yang masih bersisa.

"Amit-amit deh gue punya adek tingkat begitu."

"Tapi kenyataannya dia adalah adik tingkatmu, Ra."

"Iyya sih, mau ditolak juga gue nggak bertanggung jawab sama kuliah dan spp semesterannya."

"Tapi dia pinter loh, Kak," komentar Manda.

"Oh iyyah?"

Manda mengangguk cepat dan berulang. "Iyya, dia itu salah satu peraih beasiswa jalur undangan. Anaknya emang suka gitu, tapi kalau nggak gitu dia biasanya murung, kayak orang punya beban gitu. Mungkin, sifat ceria dan nakal yang dia tampakkan hanya untuk menutupi sesuatu."

"Yang tadi narik Andre itu siapa?" Tanya Rara penasaran.

"Tadi itu Ammar namanya, anak peraih beasiswa juga tapi bukan jalur undangan, dia beda lagi anaknya, sama-sama bawel kayak Andre cuma dia rajin, Kak."

Sekian penjelas sekilas dari Manda 😉😉

Sedang di belahan bumi yang lain, seorang Andre telah menggerutu bak anak kecil yang minta dibelikan balon pada bapaknya.

"Lo apa-apaan sih, Mar?"

"Ya lagian kamu ngaco."

"Apanya yang ngaco? Gue serius. Ah elu," Kesal Andre.

"Kamu lamar anak gadis orang kayak ngajak nonton tahu nggak?"

"Ya, emang harusnya gimana?"

Ammar membisikkan sesuatu di teljnga Andre hinggak membuat lelaki itu terperanjat dan netranya berputar ke atas, nemikirkan sesuatu yang mjngkin perlu pertibangan berat.

___________________

Hai hai...

Astaghfirullah... Andre ya sekate-kate emang ngajak nikah anak orang. Dikira nikah cuma akad doang, gk perlu biaya dan nafkahin anak orang.

Ckck..

Btw apa ya yang Ammar bisikin?

Kepo nggak?

"Muka cengengesan begitu kamu bilang serius? Hahaha ... mana ada orang percaya kalau kamu serus Andre."

Andre terlanjur kesal, ia menaiki motor sportnya dengan kasar, menunggu Ammar naik dengan tatapan sangar.

Ammar takut? No, Ammar sudah biasa melihat ini sebelum-sebelumnya saat emosi Andre tak terkendali. Tapi, ini perihal kecil yang juga tidak akan memakan waktu lama untuk Andre bersikap seperti ini.

"Ya, Maaf bro, aku kasih tahu caranya biar kamu tidak disangka bercanda. Emang kamu tidak lihat teman Kak Agatha yang tertawa terpingkal-pingkal menganggao kamu bercanda?"

Andre yang sedang mengendalikan stank motornya hanya menggedikkan bahu.

"Besok coba deh ngomong lebih serius, jangan cengengesan begitu. Besok kan kita satu tim kerja kelompoknya, ambil kesempatan disitu."

Andre yang tadinya kesal seketika berbinar, oa menemukan setitik cahaya.

Andrenata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang