Empat

1.3K 65 0
                                    

"Apa kita bisa bersama?"

*
*
*

"Halo, Di."

"Iya, kenapa, Kak?"

"Minggu depan kamu bisa dateng ke rumah Kakak gak?"

"Rumah yang mana nih, Kak?"

"Yang di Cibinong."

"Oh, emang kenapa, Kak?"

"Kakak nikahan." Rasanya tercekat. Sesak. Dan sulit membuka suara setelahnya.

"Kakak nikah?" Suara di seberang sana terdengar lemah setelah diam beberapa saat.

"Iya."

****

Malam pertamanya bersama Tora, pria yang dipilihkan sang Papa terasa hambar. Ia mencoba menerima. Mencoba membuka diri. Namun hati, entah kenapa terasa berkhianat.

Gege menarik selimut menutupi tubuh polosnya, dekapan hangat Tora menghampiri tubuhnya. Mereka melekat, dalam selimut yang sama. Terasa hangat dan lembut. Tapi kenapa? Kenapa hatinya terasa teriris beribu pisau yang seakan membunuh secara perlahan.

****

Lima tahun. Lima tahun ia mencoba membuka hati untuk pria baik yang selalu menemani dirinya. Namun, hatinya masih terasa tak lengkap. Tak bisa. Dan semakin terasa sakit. Hingga akhirnya Tora memilih menyerah akan dirinya. Memperjuangkannya terasa begitu berat bagi pria itu. Genita pun menyerah. Ia tak ingin menyakiti pria baik seperti Tora karena dirinya.

Mereka memilih bercerai dengan baik-baik sudah dua tahun lalu. Memang bukan pilihan yang baik. Tapi terasa lebih tepat bagi keduanya. Mengartikan pada putri mereka pun, mereka mencoba memberi tau dengan sebaik mungkin. Sehalus yang mereka bisa.

"Nanti siang Papa gak bisa jemput soalnya ada kerjaan. Nanti Mama yang jemput, ya."

"Iya, Mama." Gadis kecilnya saat ini mulai memasuki sekolah dasar. Waktu terasa begitu cepat. Namun juga terasa lambat secara bersamaan.

Matanya begitu awas menatap Renata yang memasuki pintu gerbang.

Namun sebuah dorongan membuatnya sedikit terhuyung dan hampir tersungkur, jika tak ada sepasang tangan yang menahan bahunya.

"Maaf, Mbak, maaf. Saya gak sengaja." Suaranya lembut, namun dengan tekanan berbeda. Suara seorang pria.

Gege menoleh, menatap pria berkacamata yang tadi menahan bahunya. Dan sepertinya yang menabraknya juga.

Mata keduanya saling mengerjap beberapa kali sebelum saling membola terkejut.

"Dio."
"Kak Gege."

****

"Kamu tumbuh dengan baik. Menjadi pria tampan yang mengagumkan."

Ruang Tunggu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang