Lima

1.3K 59 0
                                    

"Aku merasa bodoh pernah melepasmu."

*
*
*

"Kakak nikahan." Tujuh tahun lalu, kata-kata itu begitu menusuk dan menyeramkan. Menyakitkan dan membuat sesak tak terelakkan.

Dan sekarang, setelah ia mencoba berbagai cara untuk melanjutkan hidup dengan baik. Matanya menatap perempuan itu lagi. Yang terasa semakin menawan dan memesona.

"Kak Gege ngapain di sini?" Sebenarnya ia ingin menyapa lebih halus. Seperti bertanya kabar. Namun, mengingat status wanita itu saat ini. Terasa hanya membuat sesak walau sekedar basa-basi.

"Oh, itu, habis nganter anak sekolah." Apa rasanya dipukul palu pada ulu hati rasanya sesakit ini?

"Oh... Anak Kakak sekolah di sini?"

"Iya. Baru masuk sekolah."

"Hm." Rasanya canggung. Entah apa lagi yang harus dibahas.

"Aku duluan ya, Kak." Dio berlalu. Memasuki gerbang sekolah.

"Dio." Panggilan itu membuatnya berhenti melangkahkan kaki.

Dio menoleh, menatap wanita itu yang masih berdiri di tempatnya tadi. "Kamu kerja di sini?"

"Iya, aku ngajar anak-anak di sini."

****

Saat sekolah usai. Dio menemukan salah satu anak muridnya duduk di dekat gerbang seorang diri. Sekolah telah usai tiga puluh menit yang lalu. Tapi kenapa ia masih berdiri sendiri?

"Renata." Dio memanggilnya membuat gadis kecil itu menoleh.

"Pak Guru." Sapanya balik.

"Kok belum pulang?"

"Lagi nunggu Mama jemput, Pak."

"Oh, biar Bapak temenin, ya?"

"Bapak belum mau pulang emangnya?"

"Belum. Bapak mau liat Mama Renata jemput dulu."

"Mama Rere cantik, loh, Pak." Dio agak terkejut mendengar Renata berbicara begitu. Namun ia menyesuaikan diri, tersenyum hangat.

"Renata-nya aja cantik. Pasti Mamanya juga cantik kan?" Godanya.

"He'em. Tapi beneran, Mama Rere cantik. Nanti Bapak bisa kenalan sama Mama aku." Kali ini, alis Dio terangkat. Maksudnya bagaimana, ya?

"Mama sama Papa aku itu udah cerai dari aku umur lima tahun. Papa beberapa bulan lalu udah nikah lagi. Sekarang aku lagi cariin Mama jodoh. Biar Mama gak sendiri." Satu yang Dio pikirkan. Renata orang tuanya telah bercerai, dan ia berniat mencarikan jodoh untuk Mamanya yang sendiri. Gadis kecil itu rasanya berpikir terlalu dewasa.

"Re... Maaf ya Mama telat. Tadi macet banget di jalan." Napas wanita itu masih terputus-putus. Menghampiri keduanya yang duduk berdua di kursi dekat gerbang.

Mata Dio kali ini benar-benar tak bisa berhenti membola. Rasanya ... Ia tak dapat percaya. Genita, yang biasa ia panggil Gege ibunya Renata, yang tadi berbicara dengannya bahwa orang tuanya bercerai dan ia sedang mencarikan Mamanya jodoh.

Gege sudah bercerai.

Apa boleh ia tersenyum lebar saat ini?

Matanya menatap Renata yang mengerjapkan mata melihat sang ibu yang masih mengatur napasnya.

Jika ia memperjuangkan Gege, apa ia bisa menerima Renata sebagai anak sambungnya?

"Loh, Dio?" Sapa Gege baru menyadari kehadirannya. Dio tersenyum ramah.

"Mama kenal Pak Dio?"

"Pak Dio?"

"He'em. Guru di kelas aku."

****

Entah bagaimana awalnya, mereka kembali dekat. Saat ini terasa semakin dekat. Membuat rasa itu kembali membuncah terasa menyesakkan dada.

Minggu pagi, Dio mengajak Gege dan putrinya mengelilingi lapangan tak jauh dari apartemen wanita itu.

"Udah lama aku gak ke sini rasanya," kata Gege, matanya awas menatap Renata yang berselancar dengan papan skateboard-nya. Begitu hati-hati dengan alat pelindung lutut, siku dan helm.

"Tujuh tahun ini, emang kamu tinggal dimana?"

"Aku tinggal di Depok. Ikut Tora. Setelah cerai dua tahun lalu, aku baru balik ke Bogor. Tinggal di apartemen aku dulu."

"Hm... Kok Rere bisa suka skateboard?"

"Ajarannya Tora. Dia juga suka main skateboard."

"Oh... Hebat ya Rere, walau masih kecil, tapi udah bisa main itu. Aku aja gak bisa."

"Dia latihannya hampir tiap hari kalau lagi sama Tora." Rasanya menyebalkan mendengar bibir tebal itu terus menyebut nama mantan suaminya. Mengingatkan Dio bahwa bukan ia pria pertama yang ada dalam hidup Gege.

"Kamu ... Gak ada niatan untuk nikah lagi?" Pertanyaan spontan Dio membuat kepala Gege berputar dengan cepat menatapnya.

Ia tersenyum tipis, "nikah lagi pasti mau, Di. Tapi, aku sekarang gak bisa cuma mikirin diri sendiri. Ada Renata, aku mau pria yang memang mau serius sama aku. Ia harus bisa terima Rere. Aku gak mau anakku jadi korban."

"Hm." Dio rasanya tak bisa menjawab lebih.

****

"Dan kembali aku merasa bodoh dengan keraguanku serta tak bisa menepis ragumu."

Ruang Tunggu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang