Delapan belas

20.1K 2.1K 162
                                    

Arya berubah. Sedangkan Widya sama sekali tidak menyukai perubahan mantan suaminya itu.

Setelah berhasil menggagalkan kepergian mantan istrinya itu dari rumah, sikap Arya semakin membuat Widya resah. Dengan mengatasnamakan pesan Helen, Arya seperti sengaja membuat Widya melayani semua kebutuhan pria itu. Bahkan beberapa hari ini bukan hanya menyediakan makanan saja,Widya juga harus menyiapkan semua keperluan mantan suaminya itu.

Arya benar-benar keterlaluan!

"Carikan saya kemeja warna biru terang, saya tidak suka kemeja itu." Pagi ini Arya kembali berulah di depan Widya. Ia menolak baju yang disediakan oleh mantan istrinya itu. Padahal sebelumnya ia yang menyuruh Widya untuk menyediakan kemeja berwarna biru, tapi kini pria itu malah terlihat kesal dengan pilihan warna Widya yang mengambil kemeja berwarna biru dongker.

Tanpa menampilkan ekspresi apapun Widya dengan tenang mengambilkan kemeja yang diminta Arya lalu diserahkannya kepada pria itu. "Ini, Tuan." Ucapnya sopan.

Begitu menerima kemeja dari tangan Widya dengan sengaja Arya langsung memakaikan kemeja tersebut di hadapan wanita itu. Pria itu tampak berlama-lama memakaikan ke meja itu ke tubuhnya sambil menatap Widya yang dengan sopan memalingkan wajahnya pura-pura sibuk memasukkan kemeja tadi ke hanger untuk dimasukkan kembali ke dalam lemari.

Setelah memastikan Arya telah siap mengenakan pakaian kantornya, Widya segera pamit untuk menyiapkan sarapan untuk mantan suaminya itu.

"Saya tidak ingin sarapan di bawah. Bawakan saja makanan saya ke atas." Perintah Arya kepada Widya.
Entah apa lagi maksud Arya kali ini yang pasti Widya sama sekali tidak memahami jalan pikiran mantan suaminya itu. Ia hanya bisa berharap agar Helen segera pulang. Sehingga ia bisa segera keluar dari rumah ini.

Belum sempat Widya meninggalkan kamar Arya, tiba-tiba suara Arya menghentikan langkah wanita itu.

"Selain kamu, jangan biarkan orang lain membawa makanan untuk saya." Arya mengatakan itu dengan tegas.

"Baik, Tuan." Ucap Widya mengerti sebelum benar-benar pergi meninggalkan kamar Arya.

Widya bersyukur tidak ada yang bertanya-tanya ketika Widya menolak bantuan teman-temannya saat mereka menawarkan diri untuk membantunya membawakan makanan ke kamar Arya. Sehingga ia tidak perlu repot untuk menerima kemarahan Arya.

Sedikit kesusahan Widya menaiki anak tangga dengan hati-hati sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman untuk Arya. Ia menghembuskan nafas lega saat dapat naik ke atas tanpa kendala.

Melihat Widya yang memasuki kamarnya dengan membawa nampan yang berisi makanan untuk dirinya, Arya segera bergegas menghampiri mantan istrinya itu untuk membantunya.

"Berikan kepada saya. Saya tidak ingin kamu menjatuhkan nampan tersebut sehingga membuat lantai kamar saya kotor." Alibi Arya yang tidak ingin membuat Widya menganggapnya aneh karena membantu wanita itu. Jujur, ia juga tidak menyukai perubahan sikapnya sekarang terhadap Widya. Tapi entah kenapa hati dan pikirannya seperti sengaja mempermalukannya. Tak dapat dipungkiri pasca penyelamatan yang dilakukan Widya saat sakit kemarin membuat Arya seperti tersihir untuk terus dekat dengan mantan istrinya itu.

Tanpa banyak bicara Widya segera menyerahkan nampan berisi makanan tersebut kepada Arya.

"Jangan turun dulu!" Cegah Arya ketika melihat Widya yang hendak meninggalkannya. "Tetap di sini. Siapa tahu nanti ada yang saya butuhkan." Jelas Arya cepat-cepat menahan kepergian Widya

Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan, Widya terpaksa menerima perintah Arya. Ia semakin heran melihat kelakuan mantan suaminya itu yang semakin semaunya.

"Kamu sudah sarapan? " Arya bertanya kepada Widya saat mulai menyantap sarapannya.

"Sudah Tuan." Jawab Widya cepat. Ia terlalu malas berbicara dengan mantan suaminya yang entah ada angin apa tiba-tiba berubah. Padahal hanya Tuhan lah yang tahu betapa laparnya ia sekarang. Karena sedari pagi belum sempat ia memasukkan apapapun ke dalam perutnya karena sibuk menyiapkan kebutuhan Arya.

Melihat keengganan Widya menjawabnya, Arya tidak bertanya lagi. Ia melanjutkan makannya dengan diam. Suasana begitu hening di antara keduanya. Tapi bukan menenangkan, malah membuat khususnya Widya tidak nyaman.

Widya dapat bernafas lega saat Arya telah menyelesaikan sarapannya, itu artinya dia bisa segera keluar dari kamar ini. Berada di dekat Arya sungguh tidak menyenangkan.

Namun saat Widya hendak mengambil piring kotor, ucapan Arya segera menghentikan kegiatannya.

"Tidak perlu membereskan itu. Biarkan pelayan lain melakukannya. Tugas kamu cukup membawa tas kerja saya lalu mengantar saya sampai ke mobil."

Kali ini Widya benar-benar tak percaya dengan pendengarannya. Apa yang salah dengan Arya pagi ini? Kenapa mantan suaminya itu terlalu berbeda pagi ini. Padahal dulu selama mereka menjadi pasangan suami istri mana pernah Arya meminta Widya seperti ini. Arya yang dulu terlalu menutup diri dari Widya. Bahkan secara terang-terangan Arya menolak Widya terlalu dekat dengannya. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba berubah seperti ini?

Tak bisa menolak perintah Arya, Widya segera mengikuti langkah Arya menuju pintu keluar. Ia memilih berjalan sedikit jauh di belakang mantan suaminya itu sambil menahan kesal yang sebisa mungkin ditahannya. Biar bagaimanapun ia adalah pelayan di rumah ini. Sedangkan Arya adalah majikannya saat ini.

Tanpa diketahui Widya, Arya tersenyum tipis menikmati paginya hari ini. Ia bukannya tidak tahu betapa kesalnya mantan istrinya itu. Namun entah kenapa ia menyukai wanita itu berada di dekatnya. Untuk sesaat Arya melupakan Helen yang jauh berada di luar negeri. Karena kini pikirannya hanya terisi oleh wanita yang sedang berjalan di belakangnya.

Jembatan RasaWhere stories live. Discover now