Chapter 18

2.1K 226 36
                                    

Seulgi POV

Beberapa hari setelah pulang dari rumah sakit, aku tidak pernah mengunjunginya. Tidak, aku tidak mau melihatnya.

Tidak ada alasan.

Aku mencoba hidup normal kembali, makan saat waktu makan, istirahat saat waktunya istirahat, dan juga selalu bersama Jimin.

Aku sangat tahu, Jimin selalu melontarkan berbagai pertanyaan dengan niat agar aku berbicara padanya tapi jawabanku hanya sekedar mengangguk ataupun menggeleng. Aku tidak suka banyak bicara. Untuk apa? Percuma! Rasanya tidak ada orang yang bisa ku percayai lagi sekarang.

Apalagi dia tidak menepati janjinya padaku.

"Apa lama sekali?"
Jimin, seperti biasa dia selalu membuyarkan lamunanku dan aku hanya menggelengkan kepala ku sebagai jawaban.

Kami di kampus sekarang, menemani Jimin menemui dosen pembimbingnya menjadi pekerjaan baruku.

Pekerjaan? Aku sudah lama tidak bekerja, Jimin bilang seseorang mengantikanku sementara waktu jadi aku bisa kembali kapanpun aku mau.

Seperti seorang bayi, Jimin menjagaku setiap waktu, memelukku saat aku mulai menangis, mengajakku berbicara meskipun aku tidak menjawabnya, membujukku ah tidak dia bahkan menyuapiku agar aku makan tepat waktu.

Otakku berbeda, tidak seperti pemikiran orang lain yang mengatakan itu adalah bentuk kasih sayang. Jimin, dia lebih merasa kasihan padaku.

Kasihan. Kasihan. Kasihan. Kasihan.

Semua orang hanya kasihan padaku sejak awal. Mereka semua sama. Jadi aku berpikir aku adalah aku, hidupku adalah hidupku dan matiku adalah pilihanku.

Ya benar. Sekarang atau nanti, semua adalah pilihanku.

Seulgi POV end.

-----

"Seulgi.."

Jimin menghampiri Seulgi yang sejak siang tadi hanya duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Tepatnya berpura-pura sibuk dengan ponselnya, Jimin tau itu.

"Apa ada sesuatu yang ingin kau lakukan?"

Jimin mencoba memancing Seulgi, niat Jimin adalah memancing pembicaraan mengenai Taehyung. Jimin tidak mengira Seulgi tidak menemui atau membicarakan Taehyung sama sekali.

"Eum. Tidak"

"Benarkah?"
"Katakan saja, aku tidak masalah"
"Kenapa kau tidak menemuinya?"

"Siapa?"
Akhirnya Seulgi berhenti memainkan ponselnya dan menoleh kearah Jimin.

"Jika memang sakit katakan sakit, jika tidak sanggup katakan tidak sanggup. Apapun itu, katakan sesuai perasaan dan keinginanmu Seulgi-aa"

Jimin meraih tangan Seulgi, mengenggamnya begitu erat.

"Aku tidak paham denganmu Jim"

"Seulgi.."

"Baiklah jika kau memaksa, aku akan jujur"
"Aku.."

"Ingin menyusul Ayahku"
"Bolehkah?"

Ekspresi Seulgi sangat datar, tidak apapun yang tersirat dari tatapannya.

Jimin diam.

"Seperti saat kau mengikutiku dipernikahan ibuku."

Jimin diam.

"Bagaimana? Apa boleh?"

"Sekarang apa yang ada dipikiranmu?"
"Tidak ada yang peduli? Sendirian? Paling menderita? Dikasihani?"

OBSESSION (SeulMin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang