Part 13 : Pergi

61.7K 1.5K 37
                                    

Nina

"Hubungan kamu dan Adrian sudah sejauh mana?" Yoga bertanya, tatapan matanya menyelidik.

Kami sedang berada di kantin untuk makan siang. Jadwal meeting ke kantor Wiratama, mendadak diubah Adrian menjadi jam 3 sore nanti.

"Hubungan? Maksudnya?" Aku sengaja berpura-pura, tepatnya berlagak bodoh.

"Kamu menerima dia sebagai pacar kamu kan. Lalu kamu juga tahu betul hubungan kalian gak akan berhasil."

Dengan terpaksa aku menghentikan aktivitas makan siangku.

"Aku sedang mencoba, Ga."

"Meski kamu mencoba pun, kamu akan terluka."

"Biarkan saja aku terluka. Bukankah aku sudah terbiasa."

Aku tidak ingin memanjangkan lagi percakapan ini.

"Nin, kamu jatuh cinta dengannya?

"Yoga, sudah cukup. Kamu harus menyadari batas persahabatan kita. Aku masih menghargai kamu, tolong jangan rusak itu."

"Nina, aku minta maaf."

"Lagipula kamu telah beristri dan seorang ayah, Yoga. Aku cukup merepotkanmu selama ini."

"Kamu selalu mengatakan itu, seakan kamu ingin menjaga jarak denganku."

"Jika itu diperlukan, aku akan melakukannya. Menjaga jarak denganmu."

Aku tidak mau disebut sebagai sahabat yang mencampakkan sahabatnya. Namun, lebih baik begitu daripada aku dekat dengannya justru membuatnya menjadi suami yang seolah serong. Ada kalanya aku pun merasa bersalah.

Jauh sebelum ini, aku pernah menjauhi Yoga. Kami tidak bertegur sapa, hanya membahas pekerjaan saja itupun jarang.

Kami satu kantor, namun jarang menjadi satu tim dalam sebuah project. Kenapa kami bisa satu kantor? Saat itu Ira yang lebih dulu menjadi karyawan Rumah Ungu, kemudian dia merekomendasikan aku dan Yoga untuk bergabung. Waktu itu aku sedang membutuhkan pekerjaan, sementara Yoga sebenarnya masih terikat dengan perusahaan lain.

Kami berdua diterima menjadi bagian Rumah Ungu. Yoga mengatakan dia sangat gembira berkumpul dengan sahabat-sahabatnya.

"Aku harus bersiap ke kantor PT Wiratama," pamitku pada Yoga.

"Aku antar kamu pakai mobil. Di luar hujan lebat, Nin." Aku menolaknya.

"Aku bisa naik taksi." Entahlah, aku meragukan Yoga akhir-akhir ini. Bukan karena Adrian sepenuhnya, lebih tepatnya aku ingin Yoga membuang rasa cintanya padaku.

Mungkin nanti setelah dia mengenyahkan rasa itu, aku bisa tenang menerima kebaikannya.

Ponselku berdering. Ian My Boy? Dia pasti yang kemarin mengganti namanya di ponselku. Aku tersenyum geli.

"Ya, halo."

"Sweet love, aku menunggumu di lobi. Kita meeting di resto yang aku pilihkan. Kamu pasti suka."

Suara Adrian terdengar ceria. Mau tak mau aku tersenyum.

"Ian, jangan di lobi. Aku temui kamu di luar gedung Rumah Ungu."

"Aku tunggu, sweet love."

Sambungan telepon pun diputus secara sepihak. Aku harus cepat menuju lobi.

Ketika memasuki lift, terdapat Yoga di dalamnya.

"Jangan ge-er. Aku gak maksa ngantar kamu ke kantor pacarmu. Aku memang mau pulang, anakku sakit."

Best Friend for LifeWhere stories live. Discover now