Part 20 : Ketakutan

49.6K 1.3K 7
                                    

Ian

Jangankan berkeinginan, mempunyai ide menikah di usia 26 tahun pun tidak pernah terlintas di pikiranku. Aku tertawa sendiri menyadari itu.

Memikirkan kata menikah, wajah Nina yang mendatangiku. Seperti apa rasanya menikah dengannya.

Mungkin aku bisa mempraktekkan semua fantasi seks terganas versiku. Hanya membayangkan saja, sudah keras begini.

Aku ingin menemui Nina sekarang. Ah, Nina sedang ada urusan pekerjaan di Surabaya.

Apa mengajaknya melakukan phone sex?Ah, nasib. Kami melakukannya hanya sekali.

Di malam aku melamar Nina, sekuat tenaga aku harus menahan diri untuk tidak meledakkan diri di dalam kewanitaannya.

Ketukan pintu mengembalikan ke alam nyata. Mela, sekretarisku muncul membawa surat kabar harian dan satu majalah.

"Maaf, pak. Dua media cetak ini memuat berita mengenai PT Wiratama. Namun ada yang tidak mengenakkan," katanya.

Aku mengambil majalah yang disodorkan Mela kemudian membuka isi berita yang dimaksudkan.

Mela menambahkan. "Ada lagi pak yang mau saya sampaikan. Siang ini, beberapa media online memasang foto dan memberitakan mengenai hubungan bapak dan Nina Almeida."

"Oke, Mela. Terima kasih infonya," tanggapanku.

"Tunggu pak."

"Ada lagi? Kok kamu tampak cemas begitu, Mel. Lagian isi kabar di majalah ini gak penting."

"Di media online dan fanpage perusahaan kita pak, yang banjir komentar. Karena sebagian isi berita mengekspos hubungan anda dengan Nina hanya ketertarikan seksual," katanya dengan tatapan mata menyelidik.

"Oke, kamu boleh keluar."

Bukannya aku tidak tahu ataupun tidak siap dengan segala pemberitaan di media.

Lucu karena isi media-media itu menyangkutpautkan hubungan asmaraku dapat mempengaruhi saham PT Wiratama.

Kata Mela tadi apa? Media online macam apa yang memberitakan bahwa hubunganku dengan Nina hanya untuk seks.

Aku akan menuntut media massa yang tidak melakukan wawancara dan konfirmasi kepadaku.

Emosiku menjadi naik ketika membaca artikel yang banyak mengungkap masa lalu Nina. Termasuk berita perceraiannya.

Ini tidak bagus. Jika Nina membaca atau sampai orang-orang memandangnya negatif.

Terdengar dering ponsel yang aku setting khusus jika Nina menelepon. "Halo sweet love," sapaku.

Terdengar helaan nafas di sana. "Ian, apakah benar ada pemberitaan di media tentang kita? Teman yang memberitahuku dan aku masih takut untuk membacanya," suara Nina terdengar lesu.

"Sweet love, jangan khawatir. Aku mampu mengatasinya."

"Kamu jadi pulang minggu depan?" tanyaku.

"Iya," jawabnya singkat.

"Apa kamu merindukanku?"

"Ian, aku harus kembali bertugas." Nina menutup telepon begitu saja.

Aku sedikit kecewa. Dia pasti sangat sibuk di sana, pikirku.

Besok akan menjadi hari yang padat dengan jadwal meeting. Sebelum itu urusan pemberitaan di media ini harus beres.

Pada rapat dengan klien dan beberapa direksi di Wiratama, aku berupaya tenang. Karena pagi ini ada lagi surat kabar yang menghubungkan bisnisku dengan perempuan.

Best Friend for LifeWhere stories live. Discover now