07 - Good Couple

10.2K 2.2K 1.6K
                                    

Selamat pagi!

Apa kabar? Semoga selalu sehat dan kebal dari ancaman wabah.

Sambil mendengar azan subuh saya berdoa, semoga yang membaca cerita ini mendapat ketenangan jiwa. Kesulitannya segera dimudahkan. Masalah yang pelik segera terselesaikan. Ujian yang berat segera diringankan. Hutangnya segera terlunaskan. Sempitnya segera dilapangkan. Dan sedihnya segera digembirakan. Semoga keselamatan senantiasa untukmu dan keluargamu. Aamiin.

...
Kalau bab kemarin ditulis selama 8 jam. Maka bab ini sampai 6 jam. Bagian tersulit menulis di bab ini yaitu ketika saya harus menyesuaikan percakapan dua karakter cewek agar tidak terkesan aneh. Maksud saya, cukup sulit bagi saya yang seorang cowok menghadirkan POV cewek. Apalagi sampai membuat mereka saling nyambung dalam bercakap-cakap. Semoga berhasil.

Oh iya, makasih buat yang masih setia sama tulisan saya dan bahkan mengikutinya sampai bab ini. Semoga nggak menyesal dan selalu terhibur. Bukan cuma terhibur, tapi juga bisa mengambil pelajaran di dalamnya.

Terimakasih juga untuk yang selalu seru-seruan di kolom komentar. Kalian tahu nggak, usaha keras saya seolah terbayarkan setiap melihat kalian dengan semangatnya berkomentar dan bahkan antusiasme kalian ketika nungguin unggahan bab terbarunya. Nggak ketinggalan yang vote juga dong.

Kenapa sih vote dan komentar itu penting? Yep, tentu saja. Selama cerita yang kalian baca itu bagus menurut kalian, dengan ramainya komentar dan vote maka penghuni Wattpad lain akan bisa menemukan cerita itu.

Apalagi, UYS ini bakal lebih ambyar total dibanding Juno. Juno aja udah segreget itu. Hehehe. Saya yakin kalian bakal nangis-nangis parah di UYS melebihi di Juno.

Tapi serius, guys. Saya menyayangkan banget buat kalian yang nggak baca Juno versi buku. Maksud saya, ada 2 bab penting yang sayang bangettt buat dilewatkan. Semoga kalian bisa memilikinya.

Terimakasih. Kalian baik.
Selama saya sehat dan masih terus dikasih nikmat berpikir dari Allah Swt., maka saya akan terus bercerita buat kalian. You support my work, I keep writing the best I can give.

Kita sepakati sekali lagi kalau cerita ini hanya fiksi. Sebuah karangan. Hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan nyata itu hanya sebagai aksesoris dan kepentingan cerita semata. Oke? Nikmati saja dunia karangan saya di cerita ini. 🌹

Oke, lagu kali ini PENTING BANGET untuk diputar sambil baca. Karena lagu ini bukan cuma jadi rekomendasi, tapi punya peran dalam cerita. Khususnya di bab ini.

Judul: Tak Terima
Penyanyi: Donne Maula Ft. Sheila Dara

Anggap saja, lagu ini adalah soundtrack utama UYS. Karena liriknya related banget.

Selamat membaca dan menyelami! 🌹

*ada typo kasih tahu.

*******
*******

Chapter 07

[Lexi Briana]

Ini hari ketiga gue kerja di Remember Me. Dan sejak malam itu, gue belum melihat energi Antonim itu lagi. Jujur, itu sedikit bikin gue was-was. Jadi, ke mana dia? Masuk ke dalam tubuh Sid? Tapi cowok ini nggak ada menunjukkan perubahan sama sekali. Dia masih terlihat seperti biasanya. Sorot matanya tetap sama. Cara dia tertawa juga nggak ada yang berbeda. Tingkah lakunya. Logat bicaranya. Semuanya sama. Cuman, sampai sekarang dia belum menanyakan soal Karolin! Padahal harusnya dia bakal banyak tanya karena gue udah mau ambil lowongan ini.

Saat ini Sid sedang melakukan negosiasi dengan seorang laki-laki di kursi. Sementara itu pacarnya yang bernama Sahnaz baru saja masuk membawa tiga wadah bakso dalam kantong keresek. Dia masih pakai seragam sekolah. Biasanya bakal diantar pulang sama Sidney kalau toko udah mau tutup. Kami sudah berkenalan.

You'll also like

          

Gue lantas menyusulnya ke dapur.

"Punya gue yang bawang gorengnya banyak, kan?" tanya gue.

"Iya, aku nggak mungkin lupa, Lexi," jawab Sahnaz. Cewek ini baik loh. Dia nggak curiga atau kayak cemburu gitu ke gue yang kerja di sini seharian sama pacarnya.

Sahnaz mengambil tiga mangkuk, menuangkan semua bakso tadi ke tiga mangkuk itu. Dan gue cuma nonton. Ihuy.

"Kalian manis banget deh," kata gue.

"Seperti seharusnya, kan?" Sahnaz terkekeh.

"Mungkin." Gue menguyup kuah di mangkok gue pakai sendok. Surgawi.

"Dia capek kerja setiap hari. Aku juga capek di sekolah. Ketemunya ya kalau momen-momen kayak gini aja. Jadi," kalimatnya terjeda saat tangannya meraih dua sendok untuk ditata di baki, "aku seneng ngelakuin ini." Bibirnya tersenyum benar-benar tulus.

"Awee, gemes banget." Padahal dalam hati gue kayak, ew.

Sahnaz memegang nampan mau dibawa ke depan.

"Biar gue aja," kata gue.

"Aku pengin bawain ini buat dia. Please," wajahnya memohon malu-malu.

Gue mendesah. "Ya udah sana. Haduh haduh. Gitu ya orang pacaran."

Sahnaz terkekeh sebelum pergi. "Aku udah rapi belum?"

"Apanya?"

"Penampilannya."

"Hmm. Udah kayak satu juta like."

"Thanks!" ucapnya tanpa suara. Cewek ini nggak bosan senyum.

Gue lalu menarik kursi plastik buat duduk.

Bakso ini asli enak banget. Tapi tunggu. Kalau dua mangkuk itu dihidangkan ke depan, terus dia makan apa? Nggak beli?

"Kamu nggak beli bakso juga?" tanya gue sewaktu Sahnaz kembali ke dapur dengan wajah bangga setelah menyuguhkan bakso untuk tamu pacarnya. Seolah itu adalah sebuah kehormatan.

Tangan Sahnaz langsung meraih gagang pintu kulkas untuk mengambil minuman dingin di dalamnya.

"Aku nggak suka bakso," jawabnya setelah meneguk. Lalu menyeret kursi lain untuk duduk di sebelah gue. Dari sini kelihatan banget ya kalau dia punya sopan santun. Maksud gue Sahnaz ngerti harus menjauh ketika Sid lagi ada urusan sama tamunya. Malah dia nggak ngeluh dan kayak yang seneng banget bisa ikut melayani. Harusnya itu tugas gue.

"Beneran? Nanti jangan-jangan yang gue makan ini punyamu."

"Serius, Lex, aku nggak suka bakso. Kalau suka dan pengin pasti aku beli juga," terangnya sambil kipas-kipas leher pakai telapak tangan.

"Ya udah. Nonton gue makan aja."

"Nggak tahu kenapa aku tuh seneng kalau lihat dia lagi serius sama kliennya," ujar Sahnaz tiba-tiba. Wajahnya masih terlihat bahagia.

"Masa?" tanya gue sambil mengunyah.

"Iya. Aku suka nggak percaya aja dia bisa serius kayak gitu."

"Maksud kamu?"

"Dulu dia receh banget. Ugh. Annoying. Pokoknya gitu deh. Sok asik. Konyol. Seru sih. Tapi kayak yang berlebihan buat aku. Ngerti nggak?"

Gue menyudutkan alis. Lalu menggeleng.

"Sid itu humoris sebenernya. Paling bisa bikin suasana jadi pecah. Dan dia lucunya itu natural."

"Hah?"

"Aku nggak bohong." Dia masih kipas-kipas sambil satu tangannya yang lain pegang ponsel.

Under Your SpellWhere stories live. Discover now