34 - Moral of The Story

6.2K 1.2K 3.6K
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

Halo, selamat sore!

Akhirnya ketemu lagi. Apa kabar? Semoga baik-baik saja.

Saya masih belum pulih total nih. Masih mendempis di kamar sambil nyiapin unggahan bab ini.

Oh, iya. UYS hanya akan saya unggah sampai bab 35. Alias, malam Minggu nanti adalah unggahan terakhir UYS di Wattpad. Oemji. 😭🤧

Karena Selasa depan Moxie sudah mulai menebar kepingan puzzle-nya.

Bab ini adalah gabungan dari 2 bab. Jadi panjang bener. Tapi serius, sebelum baca coba siapkan tisu atau apa pun yang mudah menyerap. Kalau bisa baca di tempat sepi dan benar-benar siap. Karena bab ini damage nya minta ampun. Saya nulis bab ini sampai nangis dan ingusan meler. Beneran dah🌧️ Roller coaster yang nggak main-main di bab ini.

Ada satu plot twist yang sengaja saya pecahkan di unggahan ini saja. Bukan di buku. Toh itu bukan ledakan terbesarnya. Tapi tetap, tragedi super super di 6 bulan silam yang sengaja saya skip, juga dua bab di depan akan saya khususkan di buku. Jadi unggahan terakhir nanti adalah tamat-tamatan aja. Malah kayaknya setelah baca kalian harus diautopsi sama forensik karena tercekik tergantung dan penasaran ☠️😂

Ayo, ayo, terakhiran. Puas-puaskan berkomentar ria. Saya yakin. Bab ini worth it banget! Dan penuh kejutan. Tentunya bikin Ha? Ha? Ha? 😂 Pokoknya dari awal sampai akhir. Salah satu bab favorit saya.

Dan, ini adalah POV Terakhir Timothy 😭👍🏻👍🏻👍🏻

Udah ah, selamat membaca. 😊

Pake lagu ini ya biar cry nya makin Yahood. The Night We Met by Lord Huron.

Serius, komen dah.

***

********

[Timothy]

Setelah hampir dua jam muter-muter nyari yang ada di daftar belanja, kami keluar dengan membawa tiga tas belanjaan. Matahari sudah nyaris ditelan ufuk barat. Bukan gue, tapi malah Sid yang beliin barangnya kelebihan, bahkan di luar dari daftar belanjaan yang sudah gue tulis. Dia kaya raya. Asli. Gue nggak ngerti lagi. Ngepet kali, ya. Ngepet tawon.

Sid orang pertama seusia dia yang gue jumpai punya banyak kartu rekening. Beberapa di antaranya malah sudah platinum. Dia dua tahun lebih tua dari gue. Dia beli barang-barang tanpa melihat bandrolnya dulu. Jiwa miskin gue bener-bener insecure di depan dia. Tapi jiwa tak-tahu-malu gue nggak mencegahnya sama sekali.

Harga barang-barang di Jakarta hampir semuanya menjadi setengah harga. Pasalnya, banyak yang tokonya sudah nggak diketahui pemiliknya siapa. Lalu dikelola oleh pemerintah provinsi untuk dihibahkan dan pun bazar murah. Kelesuan konsumsi masyarakat dan berkurangnya populasi secara drastis membuat pelaku ekonomi di kota ini mati-matian merombak aturan main. Pembangunan kembali masih berlangsung di beberapa titik. Urbanisasi khusus pekerja konstruksi didatangkan besar-besaran. Jakarta mendapat bantuan dari banyak arah termasuk dari negara rekanan RI.

Yang paling menyebalkan, intrik politik bermunculan. Sebab, banyak posisi strategis di pemerintahan DKI yang menjadi korban tragedi silam. Aneh aja buat gue, di saat komunitas-komunitas besutan masyarakat sipil ramai-ramai membuat memorial untuk para korban, di atas sana para petinggi parpol banyak yang rakus menjilati kursi kedudukan. Banyak pentolan parpol yang juga tewas. Itu sebabnya intrik sengit seperti ini malah memenuhi suasana berduka ini. Menyebalkan. Apa lagi tahun depan pemilu presiden akan segera dilangsungkan. Pasti akan semakin-semakin. Saat-saat itulah membatasi diri dengan media sosial jadi semakin penting.

Under Your SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang